[4] MUSIBAH

146 41 11
                                    

Biar kuberi kau satu rahasia kecil untuk mu, ketika semua orang menganggap ku sampah, kau justru merangkul bahu ku untuk kembali berdiri tegar sampai hari ini:)
.
.
.

*HAPPY READING

SYAILA STORY'*


“Baiklah, Syaila tunggu sebentar disini”_

Jujur, aku masih syok dengan kejadian itu. Aku masih tidak percaya saja, Riri sahabat ku sudah tidak ada lagi, semua seperti mimpi, dan kembali mengingat memori itu membuat ku merasa jahat.

Harusnya aku juga mati hari itu, mengapa harus Riri yang berkorban? Pesta ulang tahun Riri yang sudah aku siapkan berganti menjadi isak tangis keluarga besar nya, Ibuku meminta maaf berkali-kali atas kejadian itu kepada keluarga Riri, namun keluarga Riri kekeuh tidak ingin menjalin hubungan lagi dengan keluarga ku.

“Kak..” ucap Feli mengelus punggung ku, jelas dimata nya terlihat rasa iba yang besar karna mendengar cerita sebenar nya kebakaran di sekolah ini.

“Maafin Feli kak, Feli beneran tidak tau apa-apa tentang kejadian itu, Feli gak bermaksud,”

“Tidak apa” datar ku dan berusaha mengelak dari hadapan gadis ini. Namun ia malah memeluk ku dengan erat.

“Feli tau rasanya kehilangan sahabat, kakak mau jadi sahabat Feli?”

Aku terkejut, perkataan Feli persis sama seperti yang Riri katakan kepadaku 4 tahun silam. Rasanya semua beban ku hilang ketika Feli memeluk ku seperti ini. Aku diam terpaku, air mata ku tak bisa ku tahan lagi, aku langsung membalas pelukan Feli dan menangis sekencang-kencang nya.

“GUE BELUM BISA KEHILANGAN LO RI, GUE GA PUNYA SIAPA-SIAPA LAGI!”

“Feli akan slalu ada buat kakak” bisik Feli di telinga ku, suaranya begitu menenangkan.

“Maafin gue Fel, maafin karna gue udah kasar sama lo” ucap ku, lalu ku ulurkan tangan kanan ku sebagai tanda permintaan maaf.

Feli hanya tersenyum, “Seandainya Feli yang diposisi kakak, mungkin akan lebih dari semua yang kakak lakukan ke Feli”

Aku tersenyum mendengar ucapan Feli, dan di depan pintu, tak disangka Buk Rola mendengar semua nya. Lalu beliau berjalan kearah kami, membuat ku terkejut dan langsung memperbaiki posisi duduk seperti semula.

“Ibu senang kalian sudah akur, dan Syaila ibu minta maaf jika perkataan ibu ada yang menyinggung kamu selama ini” ucap Buk Rola kepada ku.

“Iya buk, Syaila juga minta maaf sama ibu”

“Iya nak, oh ya silahkan keluar, ibu mau ke ruang kepsek sebentar”

Aku meninggalkan ruangan BK itu, bersamaan dengan Feli. Ia melihat ku dan terus tersenyum, betapa manis nya dia ketika seperti itu. Kami berpisah ketika aku memutuskan untuk langsung ke kelas, dan menolak ajakan nya untuk makan bakso di warung Bi Ina.

“Lo darimana aja?” ucap Yoga, ketua kelas ku.

“BK” jawab ku datar, namun aneh saja anak lokal menanyakan pertanyaan seperti itu kepada ku.

“Tadi bokap lo kesini, nyariin lo” lanjut Frisca, dayang-dayang nya Yoga.

“Oh, ngapain?”

“Mana gue tau, gue ga bokap lo”

Aku tidak merespon kata-kata Frisca, udah cukup hari ini. Aku langsung menuju ke tempat duduk ku dan menghidupkan IPhone ku, tadi memang sengaja aku matikan dan ketika baru saja hidup, layar kunci dipenuhi oleh panggilan tak terjawab dari Joy. Aku tidak ingin ambil pusing, mungkin ayah hanya ingin berbicara dengan ku. Namun aku salah besar, justru masalah itu dimulai dari hari ini.

Buk Rola datang mencari ku ke kelas, dengan kondisi sedikit kecapean, karna jarak kelas ku dengan ruang BK cukup jauh.

“Syaila Diandra ada?”tanya Buk Rola

“Iya saya buk, ada apa? “

“Kamu diperbolehkan pulang lebih cepat hari,” jawab Buk Rola.

“Mengapa buk? Ini masih 4 jam sebelum bel terakhir”

“Nenek kamu meninggal Syaila”

HAH? Nenek meninggal? Ga mungkin, kemaren nenek baru baru saja sembih dari penyakit Asam Lambung nya. No!, ga mungkin!

“GA MUNGKIN BUK, NENEK GA MUNGKIN WAFAT!” teriak ku.

Jujur, teriak ku membuat satu kelas hening, semua mata mengarah kepada ku. Aku tidak peduli mereka mau menertawaiku atau mengejek ku. Juga Buk Rola, dia merasa iba melihat ku seperti ini. Oh tuhan, ujian apa lagi ini?

Buk Rola mendekati meja ku, dia mengelus dada ku dan berkata “Syaila, yang sabar. Yuk kita kebawah”

Aku mengeram, “TIDAK, AKU GAMAU, KENAPA HARUS AKU HAH? KENAPA AKU?”

Nenek bagiku ibaratkan ibu kedua setelah bunda, nenek mengerti aku, ketika aku bertengkar dengan bunda, nenek slalu ada buat jadi ibu kedua untuk aku. Kepergian nenek benar-benar membuat ku hancur.

Buk Rola membantu membereskan barang-barang ku. Aku tak tahan menahan tangis. Aku memutuskan untuk lari dari kelas ini, bodoamat sama barang-barang ku. Aku ingin melihat nenek!.

Aku menuruni satu persatu anak tangga dengan perasaan kacau, air mata ku sudah mengalir deras sejak tadi. Aku ceroboh, aku malah terjatuh karna menginjak kaki ku sendiri, aku berteriak, mengapa semua orang yang aku sayang pergi meninggalkan aku?

“TUHAN JAHAT!, KENAPA HARUS SYAILA? SYAILA UDAH CUKUP KEHILANGAN RIRI, SYAILA GA BISA KEHILANGAN NENEK JUGA!”

“GA PERNAH ADA YANG MAU DENGERIN SYAILA, SEMUA NYA MUNAFIK!”

“SYAILA HANCUR, PUAS KALIAN LIAT GUE SEPERTI INI?”

Tetap saja, tidak ada yang datang untuk menenangkan ku. Bahkan saat aku membutuhkan seseorang, tidak ada yang tulus datang untuk menemani ku.

“Kak, plis jangan seperti ini,”

*****

~To be continued

Syaila [Completed]Where stories live. Discover now