[21] SIAPA DIA?

61 21 4
                                    

Sampai kapan kau akan bersikap seperti ini?. Jujurlah. Itu lebih baik daripada bersikap semua akan baik-baik saja.
.
.

HAPPY READING
SYAILA STORY’






“Gue duluan” datar nya.



Aku melihat pungguk itu berlari menuju rumah nya. Aku merasa bersalah karna hal tadi, padahal niat nya cuman becandaan aja. Aku takut Egi merasa tidak nyaman dengan perkataan ku tadi. Aku memutuskan untuk meminta maaf esok pagi.


Aku berjalan menuju rumah ku, lalu kulihat Riana memegang sapu ijuk yang ia gunakan tadi sore untuk menyapu halaman.



“Hayolo, ngapain kamu sama Egi?” ucap Riana sambil memukul kaki ku dengan sapu ijuk itu.



Aku meringis, “Aduh bun, sakit ini!”


“Malam-malam keluar, sama cowok lagi!” marah Riana.



“Yaelah bun, tadi bunda juga kan yang ngizinin”



“Bunda titip pesan aja ya, kamu jangan mau diapa-apain sama orang, ato kamu apa-apain anak orang.”



Aku menepuk jidat ku yang luas seperti landasan pesawat, “Astaghfirullah bun!, Syaila ga kayak orang-orang diluaran itu!”




“Yaudah, masuk! Trus tidur, udah jam berapa ini?”



Aku mengangguk pelan lalu memasuki rumah baru ku nan super kecil ini. Aku berharap Egi baik-baik aja, dan tidak merasa tersinggung atas pertanyaan ku tadi.



“Semoga aja Egi ga baperan orang nya”





🌅🌅🌅





“Bundah, Syaila mau ke rumah tante Lastri!” teriak ku dari luar rumah.



Riana berlari sambil membawa rantang. Untuk siapa coba rantang itu?.



“Bunda, itu untuk siapa?” tanya ku kepada Riana



“Ini untuk Lastri, mana tau ia suka sama pecel lele yang ayah kamu bikin tadi pagi”


Aku menggeleng pelan lalu menerima rantangan itu. Lantas aku berjalan menuju rumah Lastri. Sesampai nya disana, aku mengetuk pintu kayu itu.



“Assalamualaikum, tante” ucap ku agak sedikit berteriak.


Lastri membukakan pintu lalu menyapa ku ramah, “Waalaikumussalam, ini kok tumben pagi-pagi udah mampir?”


Aku tersenyum hangat, “Ini tan, bunda nitip ini untuk Miko sama Egi. Semoga tante suka sama makanan nya”



“Alhamdulillah, rejeki emang ga kemana. Tunggu sebentar ya, tante salin dulu. Kamu masuk aja” ucap Lastri lalu meluncur ke dapur nya.


Aku memasuki ruma Egi untuk pertama kali nya. Desain rumah nya sama dengan rumah ku, biasa-biasa saja. Namun di rumah Egi lebih bernuansa cerah karna cahaya matahari masuk ke setiap ruangan. Beda dengan rumah ku yang gelap dan agak sunyi.


Tapi, aku tak melihat Egi. Apa dia sekolah kali ya?. Tapi ini hari Minggu, mana ada siswa yang pergi ke sekolah pada hari libur seperti ini?.


Tiba-tiba, aku melihat seorang wanita berdiri dengan seorang lelaki di depan rumah. Aku melihat mereka tertawa bersama, tampak nya mereka sangat akrab. Dan kutebak lelaki itu adalah Egi. Apakah Egi mempunyai pacar?.

Aku memutuskan untuk keluar dan menyapa dua sejoli itu. Rasanya kok nyesek gini yak? Aduh.


“Heh mikroba!, darimana aje lu?” ucap ku judes.


Egi menatap ku lalu beralih menatap wanita di samping nya, lalu mereka tertawa. Aku merasa di sudutkan disini.


“Kok ketawa sih? Gaje lu anjing!”



Tawa Egi memudar ketika aku mengatakan anjing pada akhir kalimat ku, “Lo kenapa? Kok sewot sendiri?”



Aku menatap Egi tajam, ku keluarkan jurus andalan ku agar Egi tak berkutik. Ku dekati wajah nya seperti tadi malam. Namun wanita yang bersama Egi itu hanya diam memperhatikan, tak berani berkata-kata.



“Lo ngapain woi!” sergap Egi.



“Gue suka kumis tipis lo,” ucap ku persis sama seperti tadi malam.



Dan anehnya, Egi diam membeku seperti tadi malam. Aku memperhatikan gerak-gerik mata indah nya. Aku tau laki-laki ini sedang memikirkan sesuatu.




Egi POV.





“Aku suka sama dia Han, secepat ini.” Ucap ku di akhir kalimat.


Hana mengangguk mengiyakan curhatan ku. Hana adalah sahabat ku dari kecil, ia tinggal di kampung sebelah,  tempat tinggal ku dengan rumah Hana tak terlalu jauh. Hanya menyebrang sungai. Hana adalah type pendengar yang baik, oleh karena itu aku nyaman jika harus bercerita sepanjang lebar seperti ini.



“Jadi kamu baper gitu? Dia bilang dia suka kumis tipis kamu?” ucap Hana sambil menahan tawa  nya.


Aku mendesis pelan, “Ah kamu mah Han, malah ngeledek aku. Au ah”


“Becanda doang aku tum ah, kamu baperan sih”

“Trus gimana? Kalo dia tau aku suka sama dia, dia bakalan ngejauhin aku?” tanya ku serius.


“Itu tergantung, berhubung kalian baru kenal kemaren, dia pasti terkejut dan mungkin akan ngejauhin kamu. Gini aja deh, aku punya ide.”


Aku membulatkan mata ku, “Gimana-gimana?”


Hana tersenyum simpul, “Tapia ada syarat nya”


“Yaelah, sama sahabat sendiri juga. Awas kuburan lo sempit nanti” balas ku tak terima.


“Aku pengen makan soto tante Lastri, tapi gratis, boleh ga?” ucap Hana licik.


Aku menepuk jidat, “Soal itu mah gampang maemunah!”


“Oke, sini mana telinga lo?”



Lalu aku mendekatkan telinga ku ke mulut Hana. Aku menyerap makna ide itu. Aneh sih, tapi boleh dicoba juga atuh.



“Yaudah, slur ke rumah ku sekarang!”


Lalu aku pergi dari tempat itu dan menuju ke tepi sungai untuk menyebrang ke kampung ku.





Sesampai nya di rumah, aku melihat ada sebuah sepatu snikers putih. Aku mengenal sepatu ini, bukan nya ini sepatu Syaila?.



“Han, ini kayak sepatu nya Syaila deh.” Ucap ku.


Hana tertawa keras, “Ya Allah, sampe ke sepatu-sepatu nya hapal”


“Iya bener ini ga boong!” ucap ku tak terima.


Lalu sang pemilik sepatu keluar, menghampiri kami. Aku terkejut, kenapa dia bisa ada disini?.





“Heh mikroba!, darimana aje lu?” ucap Syaila judes.






Syaila POV.




Egi mengelak dari ku. Firasat ku kali ini benar. Gadis itu adalah pujaan hati Egi, aku yang salah menempatkan diri selama ini.



“Oh jadi ini pacar lo?”






*****


~To be continued.

Syaila [Completed]Onde histórias criam vida. Descubra agora