23

98 15 0
                                    

"A-aw! Pelan-pelan, Richard!"

"Tahan dulu, Henry! Aku sudah pelan-pelan."

Richard menempelkan lagi kompres es itu ke arah lebam di tulang pipi kiriku.

"Kau pegang ini, aku akan mengompres ujung bibirmu."

Richard membersihkan darah di ujung bibirku. Perihnya luar biasa, kemudian ia mengobati luka di ujung bibirku.

"Sudah selesai."

Aku mencoba membuka mulutku.

"Jangan buka mulutmu terlalu lebar, Henry. Nanti lukanya sobek lagi." kata Brigette.

"Aku mau pulang. Terima kasih, sudah mengobatiku, Richard. Terima kasih, semuanya.."

Aku beranjak dari kursiku dan pergi meninggalkan Bar.

Aku harus menemui Flo. Harus!
Kubelokkan mobilku ke jalan menuju rumah Flo dan segera kuparkirkan mobilku.

DING! DONG!

"Who's that..?"

Flo membuka pintu rumahnya.

"Oh my God, Henry-oppa! What happened to you?"

Flo memegang kedua pipiku dengan lembut. Dia tampak khawatir.

"Mengapa kau babak belur? Kau habis berkelahi dengan siapa?"

Aku masih diam. Kupandangi manik mata gelap Flo. Aku tidak tega kalau Flo diperkosa karena nafsu bejat si Ryan. Gadis ini lembut dan polos. Tidak, aku tidak tega. Flo sama sekali bukan seoeang jalang yang disewa untuk seks. Dia seorang gadis yang baik dan lembut. Aku tidak rela gadis manis ini harus bertelanjang melayani nafsu bejat Ryan. Flo pantas bahagia, bukan terancam seperti ini, dia sedang terancam sekarang!
Dan aku, aku akan melindungi Florence dengan seluruh kekuatanku. Tidak ada yang akan menyakiti Flo, begitu juga si brengsek Ryan! Aku akan terus melindungi Flo sampai ia mendapatkan pria yang bisa menghargainya sebagai perempuan.

Kuelus pelan puncak kepala Flo, wangi shampo yang lembut tercium memasuki rongga hidungku. Aku menatap mata Flo dalam-dalam.

"Henry-oppa.. kau kenapa?"

"Aku tidak apa-apa, Flo.."

"Ayo, masuklah.."

Flo menggandeng tanganku dan mengajakku masuk ke rumahnya.

"Duduklah di sini, aku akan mengobatimu, oppa.."

"Tidak perlu, Richard sudah mengobatiku."

Flo duduk di sebelahku. Dia masih memandangiku dengan tatapan khawatirnya.

"Apa tadi Ryan kemari?"

"Ani.. dia bilang padaku, dia sedang lembur."

Ryan berbohong. Jelas-jelas kau dibohongi, Flo.

"Oppa, apa kau tadi habis bertengkar dengan seseorang?"

Aku terdiam.
Kemudian aku tersenyum.

"Sudahlah, Flo. Aku tidak apa-apa.."

"Tapi kau babak belur, ada darah di ujung bibirmu."

Flo mengambil sesuatu dari saku gaun tidurnya.
Sebuah saputangan.
Perlahan, ia membersihkan darah di ujung bibirku. Saputangan yang awalnya putih bersih menjadi bercak merah karena darah di ujung bibirku.

"Setidaknya, darahnya sudah tidak keluar lagi."

Flo menggenggam tanganku dengan kedua tangannya. Suhu tangan Flo yang hangat entah membuat hatiku ikut menghangat.

Time TravellerWhere stories live. Discover now