Hancur

2.8K 237 52
                                    

Adalah Jimin yang pertama kali menemukannya. Langkahnya datang tergopoh ketika panggilan itu datang melalui ponsel yang menjarah ruang saku mantelnya. Ia lantas berlari ketika mendengar semuanya, meski tangannya lumayan gemetaran begitu menemukan pintu rumah yang ditujunya tidak tertutup dengan benar.

"Sial!"

Jimin tak berpikir untuk melepas sepatunya, ia sama sekali tidak dapat berpikir dengan baik selain keadaan rumah yang sepi dan masih tertata rapi. Jimin berlari saat menaiki tangga, dan berakhir menemukan pintu kamar yang terbuka kecil.

"Taehyung!"

Jimin mengedar pandangan, kamarnya masih rapi meski kusut pada selimut nampak nyata seperti habis disinggahi. Ia segera melangkahkan kaki menuju pintu kamar mandi yang sedari tadi memunculkan suara shower dari sana.

Adalah Jimin yang pertama kali menemukan keadaan Taehyung meringkuk sambil bersandar pada dinding kaca. Hembus nafas pemuda itu menguap dengan mudahnya yang menandakan betapa dinginnya ruangan itu. Jimin menerobos masuk, meraih handuk tebal di gantungan dinding, mematikan kran lalu jatuh berlutut di hadapannya.

"Taehyung, Taehyung..."

Gemetar tangan Jimin coba raih sisi wajah Taehyung yang pucat. Dingin terasa ketika ia sentuh dengan hati-hati. Taehyung tak merespon sama sekali, dan itu menyakiti hati Jimin begitu luar biasa. Mata Jimin sudah berair tanpa permisi, senggukannya ia tahan setengah mati. Lecet sudut bibir Taehyung yang sedikit membiru buat sukmanya menjerit, Jimin tahu, Taehyung sudah kehilangan dirinya.

"Pakai handuk dulu, ya," kata Jimin berusaha meredam letupan lara yang mengendap sekian lama. Taehyungnya adalah sesuatu yang rapuh dan mudah pecah. Melihatnya hancur seperti ini sudah mampu membuat Jimin tercubit dan sakit. Itu menyakitkan sekali ketika melihat sahabat yang kau jaga patah hatinya. Tidak, Taehyung tidak sekedar patah hati, namun si pemuda Kim melebihi itu. Taehyung benar-benar ada di titik terbawahnya.

Jimin memeluknya erat, menarik lembut tengkuk Taehyung menuju bahunya. Ia biarkan yang lebih muda bersandar disana. Jimin tarik tubuh menggigil itu mendekat pada tubuhnya. Mencoba menyalurkan kehangatan untuk sang sahabat. Hanya itu yang Taehyung butuhkan, Jimin paham dengan situasinya.

Desis sakit lalu tepisan halus Jimin dapat ketika ia mencoba menyentuh lembut sudut mata Taehyung yang lebam. Maaf berkali-kali ia ucapkan ketika mata Taehyung nampak kosong dan wajah yang tiada emosi. Hembus nafas Taehyung masih tenang, sesuatu yang buat Jimin ketakutan jika ia kehilangan sedetik waktunya bersama Taehyung. Taehyung adalah segalanya, temannya, sahabatnya, dan satu-satunya saudaranya.

"Jungkook apakan dirimu?" tanya Jimin dengan hati-hati, sembari tangannya bekerja untuk mengusak pelan rambut basah Taehyung beserta wajahnya. "Kenapa main air malam-malam? Nanti kau masuk angin."

Taehyung hanya diam saja ketika Jimin mencoba membantunya berdiri, membuat Jimin sedikit kesulitan disetiap prosesnya. Jimin melingkarkan tangannya di bahu Taehyung, dan melingkarkan tangan Taehyung di bahunya sendiri. Namun detik berikutnya ia terjerembab karena Taehyung jatuh.

"Tae? Kakimu?" Jimin menyingkap ujung celana Taehyung dan terkejut setengah mati begitu menemukan apa yang dilihatnya. "Jungkook memecutmu?" Jimin kali ini tidak bisa menahannya lagi, bibirnya bergetar sembari tangannya mengusap lecet memanjang dengan merah kering disana. "Kenapa kau diam saja?"

Tidak ada yang bisa Jimin harapkan lagi pada Taehyung sebab anak itu tak akan pernah membalas pertanyaannya.

Hanya satu yang dapat Jimin harapkan padanya.

"Taehyung," bisik Jimin kala menggendong sahabatnya dengan sigap. Ia mengecup dalam dahinya dengan sayang.

"Apapun yang terjadi, tetaplah bernafas."

ANGSTWhere stories live. Discover now