Apel dan Cheese Cake

1.2K 121 5
                                    

Hanya Ada Aspal Yang Basah

Hanya ada aspal yang basah. Di depan mata Taehyung yang memandang lesu kepadanya, kepada aspal basah itu, menghitam dan menguarkan aroma khas hujan, Taehyung tak dapat berkata-kata, kecuali ia yang berbisik pada dirinya—pada hatinya—bahwa sebenarnya ia ingin menangis sekarang juga. Perasaan tidak baik-baik saja terasa kental dan terlalu pahit untuk ditelan oleh saliva. Rasanya seperti menyendat di tenggorokan dan sulit untuk ditelan oleh kerongkongan.

Sulit sekali untuk menerima kenyataan bahwa dirinya memang sedang tidak baik-baik saja. Tapi, ketika ia teringat perkataan temannya bahwa afirmasi pada diri sendiri mengenai keadaan yang terasa saat ini itu perlu dilakukan. Tapi—Taehyung hanya sedang tidak ingin merasakan apa-apa, maksudnya, ia hanya ingin semua yang terasa dalam dirinya, entah itu yang ada dalam pikiran maupun yang bergelut dalam hatinya, Taehyung hanya membiarkan semuanya terjadi apa adanya. Ia hanya lelah, sangat lelah. Bahkan hanya memikirkannya saja terasa seperti habis berlari maraton berkilo-kilo meter jauhnya. Letih sekali, dan Taehyung hanya ingin istirahat sejenak. Sungguh.

Hanya aspal yang basah yang kini ada di depan matanya. Entah mengapa semuanya terasa berat, sehingga sekarang yang bisa Taehyung lakukan adalah berjalan pelan-pelan dan menikmati setiap langkah kakinya berpijak. Taehyung hanya menikmati bagaimana kulit telapak kakinya menginjak sandal, melindungi kulit agar tak basah karena genangan air di atas aspal. Taehyung dapat rasakan nafasnya berjalan lambat, ia hanya tidak ingin terburu-buru, ingin menikmati bagaimana sejuknya udara yang berhembus pasca hujan deras setengah jam yang lalu. Sorot-sorot lampu kendaraan yang berlalu lalang sesekali menyilaukan matanya, namun yang satu itu tidaklah begitu mengganggu, sebab Taehyung kini hanya bisa pasrah dengan kemana kakinya membawanya sekarang.

Sebenarnya, Taehyung tidak benar-benar berjalan sendirian. Langkahnya ditemani oleh sebuah kantong plastik putih berisi buah-buahan dan juga cheese cake yang masih hangat. Otaknya sedari tadi memberontak, mengolok dirinya dan berkata mengapa Taehyung membeli dua barang itu sementara diri sendirinya tak butuh. Tapi, sesekali juga, hati Taehyung menjawab atas ketidak sinkronan tindakannya sekarang. Hatinya berbisik lirih, bahwa Taehyung hanya butuh mengambilnya, membeli dan membawanya kemana pun Taehyung pergi.

Cukup sampai di sini, langkah Taehyung pun terhenti pada sebuah pagar yang tingginya hanya se-pinggangnya saja. Taehyung membuka pintu pagar itu dengan mudah, dan mulai melangkah masuk melalui teras rumah tidak luas namun asri. Beberapa tanaman perdu dan bunga-bungaan tertata rapi. Taehyung tersenyum ketika dilihatnya ikan-ikan koi membuka-tutup mulutnya di permukaan kolam kecil di sisi teras itu. Rintik-rintik gerimis masih belum reda sedari Taehyung keluar dari minimarket, dan hingga sampai di depan pintu putih ini bahkan dirinya tak kenakan payung sama sekali.

Dengan tanpa pikir panjang, dan tidak banyak perasaan yang berkecamuk, Taehyung sentuh tombol bel di samping pintu. Membunyikannya dua kali, dan dapat ia dengar suara bel samar-samar menggema di dalam rumah minimalis itu.

Dan dalam keheningan, Taehyung dapat rasakan sendiri bagaimana debar jantungnya tak terlalu ribut. Ikut tenang sebagaimana hembus nafas Taehyung yang mengalir teratur.

Suara langkah kaki terdengar tergesa dari dalam rumah itu, dan Taehyung dapat mengira bahwa sang pemilik rumah pasti panik mengetahui ada tamu di pukul sembilan malam ini.

"Iya, siapa?"

Taehyung diam tak menjawab, namun kedua bola matanya sudah siap memandang ketika pintu itu terbuka perlahan.

"Taehyung?"

Dan yang bisa Taehyung lakukan sekarang hanyalah memandang kedua bola mata kelam itu dalam diam yang. Menikmati bagaimana alam mendukung pertemuannya sekarang, walau langit turunkan hujannya untuk redamkan hati Taehyung yang panas, tapi angin membantunya tetap tenang dalam heningnya malam.

"Ayo, masuk." Sang pemilik rumah makin membuka lebar pintu utama, mempersilakan Taehyung untuk segera berteduh dari gerimis yang mulai ramai.

"Jungkook." Tapi, Taehyung tidak ingin semuanya berjalan dengan mudah. Ia hanya perlu berbicara sebentar, lalu ia akan pulang setelah ini.

"Iya?" tanya Jungkook dengan pandangan yang bertanya-tanya dan mata yang meminta jawaban.

"Apa kau masih mencintaiku?"

Dan dapat dilihatnya Jungkook terkejut, terlonjak sedikit dari diamnya yang penuh tanya. Seperti mendapat serangan tak terduga, dan benar saja pertanyaan Taehyung menurutnya tidak pernah ia duga. Siapa yang menyangka Taehyung akan datang malam-malam dalam balutan piyama bertutup mantel tebal. Membawa entah apa itu di tangannya, namun nama merk terkenal yang terpampang jelas di kantung plastik itu cukup menjawab dari mana Taehyung sebelum ini.

"Jungkook."

"Oh." Jungkook tidak mengerti, mengapa ia tiba-tiba melamun tanpa memikirkan apapun. Yang ada dalam bayangannya sekarang adalah bagaimana Taehyung berjalan sendirian di tengah malam dingin dengan gerimis rintik-rintik. Tanpa jas hujan atau pun payung, dapat dilihatnya titik-titik basah dari mantelnya itu. "Kau harus masuk dulu, Taehyung. Di luar dingin."

Taehyung menggeleng. Masih keras kepala seperti yang Jungkook kenal tiga bulan yang lalu. "Jawab pertanyaanku."

Jungkook menahan nafasnya sejenak, lalu menghembuskannya lelah. "Jika kau tidak ingin masuk, tidak apa. Tapi, kau harus segera pulang sebab hujan akan deras pasti setelah ini." Jungkook lantas berbalik, menuju rak payung, dan memberikan satu payung berwarna abu-abu pada Taehyung di hadapannya. "Ini. Kau bawa ini. Biar tidak masuk angin."

"Tidak mau menjawab pertanyaanku?" mata Taehyung memandang hampa, namun ada kerlipan bintang seperti yang Jungkook pandang seperti dahulu. Pandangan yang penuh harap, namun untuk yang sekarang cerahnya tak sama lagi seperti dulu.

Bukan Taehyung lagi, ini bukan Taehyung.

"Taehyung, lebih baik kau pulang."

"Aku masih mencintaimu, Jungkook."

Jungkook semakin kacau ketika ia dengar kata-kata itu terlontar dari mulut Taehyung langsung. Seseorang yang pernah ada dalam hatinya, yang pernah menjadi cintanya, menjadi bagian dari warna hidupnya. Jungkook tidak menyangka dan tidak pernah membayangkan kalau malam ini Taehyung akan menekan bel rumahnya, hujan-hujanan dan berkata bahwa pemuda itu masih mencintainya sangat.

Jungkook tidak pernah mau, tidak, bukan itu. Ia hanya bingung harus menjawab bagaimana di hadapan Taehyung yang rapuh seperti ini.

Ada banyak jeda yang mengisi keduanya, dan Taehyung sendiri sudah sangat lelah untuk menunggu jawaban Jungkook yang tak kunjung terucap. Maka yang dapat Taehyung lakukan adalah menyodorkan kantung plastik yang sedari tadi ia bawa, dan menyodorkannya ke hadapan Jungkook yang kebingungan.

"Untukmu," kata Taehyung tanpa banyak ekspresi. Hanya senyum tipis dan mata yang masih merekam wajah Jungkook yang tampan. "Selamat hari jadi yang ke tiga tahun."

"Taehyung—"

"Aku pulang. Selamat istirahat."

Belum Jungkook sempat meraihnya, Taehyung sudah berjalan mundur dan berbalik menuju pagar. Membuka pintu dan menutupnya kembali, lalu sosoknya mengecil melintasi jalanan yang sepi diterpa hujan yang mulai jatuh dan deras.

Dapat Jungkook lihat isi kantung plastik itu. Dua buah apel dan satu kotak berisi cheese cake favoritnya. Dan sebuah kartu ucapan yang mengatakan 'semoga sehat selalu untukmu'. Aroma cologne yang biasa Taehyung pakai masih melekat pada genggaman kantung plastik itu, membekas pasti dan buat Jungkook teringat bagaimana pemuda itu sangat senang sekali mengoleksi berbagai macam aroma menggemaskan cologne untuk bayi.

"Ah, Taehyung." Jungkook menutup pintu, menguncinya rapat. Masih memandangi kertas ucapan yang ditulis tangan itu. Khas tulisan Taehyung yang rapi dan indah. Sedikit perasaan rindu itu muncul, namun Jungkook menggelengkan kepala. Tak dapat berbuat apa-apa, dan hanya bisa pasrah dengan takdir yang membuat mereka berpisah seperti ini.

"Maaf, Taehyung."

Jungkook meremas kartu ucapan itu hingga tak berbentuk.

"Aku sudah tak mencintaimu lagi."


End.

ANGSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang