Jeongguk

8.3K 638 21
                                    

Gemerisik kantung plastik yang tidak sengaja tersenggol kakinya membuat Jungkook memungut benda itu dan meletakkannya di atas meja rendah di depannya. Tangan kirinya tengah menggenggam segelas air putih penuh sedangkan tangan yang lain menggenggam ponsel yang menempel di telinganya. 

"Iya, Ibu." Jungkook tersenyum samar. "Ini aku mau minum obat. Ibu jangan khawatir, oke?" Katanya sembari mengangkat bahunya untuk menahan ponsel yang masih menghubungkannya dengan sang ibu di Busan sana. Kemudian ia menjumput sebuah botol yang berwarna putih mengilat. Ia ambil satu butir aspirin dari sana, lalu berucap lagi, "Jantungku kuat, Bu. Lebih baik Ibu istirahat. Ini sudah tengah malam." 

Ada jeda sejenak, dan Jungkook memanfaatkannya untuk meletakkan tablet aspirin pada pangkal lidahnya, lalu meneguk segelas air penuh hingga obat itu tertelan sempurna melewati kerongkongannya. Terdengar desahan lega setelah rasa pahit yang mampir sejenak luntur oleh kesegaran air putih yang ditelannya. Jungkook lalu bersandar pada sofa empuk di ruang tamu apartemennya, kemudian meraba-raba sisi sofanya dengan mata terfokus pada televisi. 

"Jungkook," Jungkook membalasnya dengan gumaman. Ia meraih remot televisi di sampingnya, lalu menekan tombol power dengan santai. "Jerman," Jungkook mematung. "Berobatlah di sana. Ayah dulu pernah berobat di Jerman, sayang. Dan hasilnya lumayan bagus. Jika kau ma--" 

Terdengar suara benda terjatuh. Remot yang semula Jungkook genggam terjatuh dari tangannya, dan berakhir pecah di sudut bagiannya. Mata Jungkook terbuka lebar dengan air mata yang menggenang di pelupuknya. Keringat dingin mulai bermunculan dengan mulut terbuka lebar mendesahkan nafas yang tersendat karena jantungnya kembali memberontak. 

"Jungkook!" Jungkook hanya membalasnya dengan sahutan lirih. Ia sekuat tenaga mencoba balas panggilan sang Ibunda, berharap beliau tidak khawatir walau ia kembali kolaps. "Jeon Jungkook! Cepat telpon dokter Kang! Jeon Jung--" 

Nafas Jungkook terengah, luar biasa terengah. Ia remat hingga kusut kaus lembut yang dikenakannya. Sakit sekali, rasanya benar-benar sakit. Nyeri menjalar hingga ke bahu dan punggungnya. Debaran yang tercipta terasa menyiksanya sampai mampus. Kepalanya mulai pusing dan ponsel yang sedari tadi ditahan dengan bahunya tergeletak hingga mati layarnya. Jungkook tak dapat berbuat apa-apa selain meringkuk di atas sofa sembari berdoa pada Tuhan;

"Tuhan, jangan cabut nyawaku sekarang." 

...

Jungkook menatapi punggung dokter yang melangkah pergi dari kamarnya setelah pria Kang itu menanganinya. Beruntung ibunya menelpon dokter Kang sebelum Jungkook benar-benar kehabisan nafas dan mati mendadak. Syukurlah nyawanya dapat tertolong, setidaknya, mungkin Tuhan masih sayang padanya. 

Jungkook mengerjap pelan. Punggungnya disangga batal empuk sementara kepalanya bersandar pada kepala ranjangnya. Tangannya terulur menyentuh dada kirinya. Berdetak begitu tenang, dan perlahan. Terasa begitu damai, tak berketut kuat, tak seperti tadi yang membuatnya hampir mati kesakitan. 

Jungkook terbatuk kecil begitu ritme jantungnya mendadak hilang kendali. Ia dengan cepat merosotkan diri, terlentang sembari mengatur nafas susah payah berharap lonjakan detak jantungnya yang kumat ini dapat segera kembali normal. 

Jungkook meringis. Nyeri. Padahal dokter Kang tadi sudah memberinya suntikan vitamin. Tapi kenapa sakitnya semakin menjadi dan sering datang lagi? 

Dan kemudian terdengar suara pintu terbuka saat Jungkook menengadahkan kepala, berusaha menahan nyeri yang menusuk dadanya. 

"Jungkook?" 

Dan Jungkook membola seketika. 

"Kookie, astaga!" Jungkook segera mendudukkan diri dan mendapati Kim Taehyung berlari ke arah ranjangnya. "Kookie kau sakit? Kenapa tidak bilang?"

.

Dan Jungkook hanya balas tatap sendu pada Taehyung yang menatapnya khawatir. 

Apakah Jungkook harus mengatakan yang sebenarnya pada Taehyung tentang penyakitnya? Bagaimana apabila kekasihnya itu mengetahui hal tersebut malah akan membuat kondisi Taehyung semakin memburuk?

Tidak. 

Itu tidak boleh terjadi. 

Maka Jungkook hanya membalas pelukan Taehyung dengan sayang, lalu mengecup bibir kekasihnya dengan lembut. Mencoba beri tahu padanya, bahwa dirinya baik-baik saja. 

Dan ketika Jungkook melumat lembut bibir Taehyung dengan bibirnya sendiri, ia memanjatkan doa;

"Tuhan, kumohon jangan cabut nyawaku."

"Tidak untuk sekarang."

"Buatlah sakitnya menjadi sakitku, aku rela."

"Tuhan,"

"Aku mencintai Kim Taehyung...,"

Dan satu tetes air mata meluruh dikala ciuman itu berhenti. Dan kemudian Jungkook kembali memeluk sang kekasih dengan perlahan. 

"Aku rela mati jika sakit Taehyung hilang."

Semua berakhir dengan senyuman Jungkook yang terukir begitu tulus dikala Taehyung memeluknya erat sekali, dan bergumam ia yang sayang pada Jungkook sendiri. Dan Jungkook kembali memanjatkan doanya pada Tuhan. 

"Aku percaya pada-Mu."

...

...

...

fin

ANGSTWhere stories live. Discover now