Blood

3.6K 261 10
                                    

Merah itu meluber, perlahan melalui kulit yang mulai pucat. Cairan itu meresap cepat, pada serat kain kaus yang dikenakannya.

"Jungkook,"

Tangan Taehyung gemetar, namun tekadnya sudah bulat. Lebih tepatnya, ia sudah tidak punya pilihan lagi.

Sepi ruangan yang membalas panggilan Taehyung. Tentu saja, apartemen sederhananya sepi--karena memang diringa tinggal sendiri disini. Tidak ada siapa-siapa.

Taehyung kembali menggerakkan pisau buah miliknya. Menyusuri kulit leher yang semakin melebar luka sobeknya. Ia sungguh putus asa.

"Untuk kesekian kali," Taehyung yang berlutut sembari mencengkram satu tangan yang tengah menggores sendiri kulit lehernya kini meringis sakit, "apakah Kau membenciku, Tuhan?"

Taehyung menangis, tak terbendung lagi.  Air matanya mengalir dengan mudah, dan erangan pilunya mulai terdengar rintih.

"Apa memang aku diciptakan untuk sendiri?" Tanyanya setelah menggores sedikit lebih dalam pada lehernya yang sudah berdarah banyak. "Apakah Kau benar-benar benci padaku?"

Taehyung terkekeh, kemudian melempar asal pisau buahnya. Ia memukul lantai penuh murka.

"Katanya cinta itu murni, katanya cinta itu indah. Tapi ini apa? Kenapa hanya sakit yang kurasakan? Kenapa aku selalu merelakan? Kenapa--" Taehyung meletakkan dahinya di lantai, lelah dengan keadaan, "kenapa ditiap kali aku jatuh cinta, cintaku pupus dengan mudahnya?" Taehyung membenturkan kepalanya pada lantai. "Aku benci! Aku benci diriku! Aku membenci diriku sendiri! Aku mau mati! Aku capek hidup! Aku muak!"

Taehyung meraung, dia gila.

Padahal satu hal yang ia harapkan di dunia ini.

Mencintai dan dicintai dengan tulus.

Bukan mencintai secara sepihak. Bukan Taehyung saja yang jatuh cinta. Bukan Taehyung saja yang berjuang.

Taehyung ingin cintanya berbalas.

Karena baginya, cinta yang berbalas itu cermin bahwa seseorang benar-benar dihargai dan diinginkan keberadaannya.

Sementara Taehyung?






Tidak ada yang mengharapkan keberadaannya.

Sekalipun orang tua Taehyung yang melakukan kesalahan di masa lalu, hingga Taehyung yang tak diinginkan ini lahir ke muka bumi.

Eksistensi Taehyung adalah kesalahan, dan mungkin...

Mungkin Tuhan melakukan kesalahan padanya. Dan menimpakan segala hal buruk padanya.

Taehyung sudah lelah. Hatinya sudah lelah. Ia berlari tergesa, menuju jendela apartemennya. Dengan cekatan berdiri di tepian, menampakkan pemandangan Seoul di malam hari. Gemerlap bintang dan lampu pertokoan.

Tapi sayang, semua itu semu baginya.

Tidak ada warna. Suram.

"Kalau aku mati, berarti semua sudah berakhir, kan?" Taehyung mengusap air matanya dengan kasar. "Berarti rasa sakit itu hilang seluruhnya, kan?" Taehyung melepas cincin emas putihnya, melemparnya ke dalam kamar.

Benda itu sudah tidak berguna.

"Selamat tinggal dunia," Taehyung tersenyum, menatap langit yang nampak indah. "Kim Taehyung yang tak diinginkan ini sudah selesai urusan denganmu."


Dan tubuhnya pun jatuh. Bersama tangisnya yang teredam hembus kencang angin yang mengiringi kepergian jiwanya.

ANGSTWhere stories live. Discover now