Tear(s)

4.1K 314 13
                                    

"Jeon Jungkook!" Teriakan itu menggema seusai debuman pintu utama apartemen mewah tersebut. "Keluar kau bajingan!"

Seokjin menggeram penuh emosi. Panas yang sedari tadi bergumul di dadanya sudah melesat lepas kendali. Kini ubun-ubunnya bagai terbakar, menguapkan aura hitam mencekam. Ia mengambil langkah seribu, cepat dan menghentak. Kedua tangannya mengepal di masing-masing samping tubuhnya, seperti siap meninju siapapun kapan saja.

"Jeon keparat!" Seokjin menendang tiap pintu yang dilewatinya. Gerakannya kasar seperti kesetanan. "Cepat keluar! Aku akan membunuhmu!"

Kemudian, Seokjin melangkah cepat pada pintu terakhir yang berwarna putih tulang. Dengan nafas memburu dan dengusan yang tersiksa, Seokjin menyiapkan kakinya. Dengan mulut yang masih menyumpah serapah ia menendang kaki bersepatu pantofel beratnya ke pintu, dan pintu itu pun terbuka.

"Hai, Seokjin."

Seokjin menggeram, tangannya mendobrak pintu hingga menjeblak terbuka. Dengan cepat menarik tubuh yang hanya berbalut kemeja luar biasa kusut dan celana tak terkancing itu, mencengkram kerahnya kasar sampai membuat yang ditarik sedikit terkesiap namun diikuti senyum miring kurang ajar sembari berkata Wow! Santai, dude. "Kau kemanakan Taehyung, hm?" Seokjin menggeram di tiap hembus nafasnya. Dadanya kembang kempis tak terkendali. "Kau culik kemana Taehyung?!" Ia berteriak tepat di depan wajah yang menyeringai itu.

"Santai, Seokjin. Dia masih menjadi anak manis yang menurut. Kau--"

"APA YANG KAU PERBUAT PADA ADIKKU, BRENGSEK?!" Seokjin akhirnya melepaskan tinjunya, wajah Jungkook kebas di bagian kiri. "Kembalikan Taehyung sekarang juga!"

Jungkook meludah ke sisi tubuhnya. Lidahnya mengusap pipi dalamnya yang tergores giginya sendiri. Tatapannya tajam namun merendahkan pada pemimpin perusahaan yang menjadi musuhnya itu. Musuh besar dalam bisnis yang Jungkook jalankan. "Dia baik-baik saja." Kekeh Jungkook semakin menyulut pemuda dewasa Kim yang masih berjas berat itu. Pemuda Jeon yang berantakan itu meletakkan telunjuk di bibirnya yang lebam di sudut, matanya menatap main-main pada Seokjin yang memerah karena amarah, "Psssttt, jangan berisik Kim Seokjin-Sajangnim." Kemudian salah satu sudut bibir pria Jeon itu semakin tertarik, wajahnya di dekatkan ke telinga Seokjin, lantas berbisik dengan ringannya. "Dia sedang tidur pulas, sangat kelelahan. Setelah keperjakaannya menjadi milikku semalam."

Seolah dihantam bumi, Seokjin mematung dengan tatap tak percaya. Dengan takut-takut ia melirik ke dalam kamar yang dengan sengaja Jungkook tekan saklar lampunya. Menyebabkan pemuda Kim dengan kehormatan tertinggi itu dapat mengamati keadaan kamar luas yang berantakan.

"Buka matamu, Seokjin-ssi." Dengusan geli keluar begitu Jungkook menatap raut menyedihkan yang justru sungguh menyenangkan jika ditatapnya. "Kau bisa lihat sendiri, betapa liar dan panasnya kegiatan kami semalam."

Seokjin merasakan hancur. Tatap matanya tak percaya. Dengan cepat ia mendorong pria bajingan di depannya, memaksa untuk memberi jalan untuknya lewat. Berbagai pikiran berkecamuk setelah Jungkook tak menahannya sama sekali, seolah bajingan itu benar-benar mempermainkan hidupnya sampai mati. Ia melangkah tergesa, sudut matanya kini sudah berair menyaksikan apa yang ada di dalam kamar mewah ini.

"Taehyung..." Seokjin melangkah hati-hati, seolah ia seperti hendak menghadapi hal terburuk sedunia. Hatinya mencelos luar biasa begitu menyaksikan tubuh tak berdaya sang adik yang tak terlindungi sehelai benang pun. Anak itu meringkuk dalam tidurnya, kakinya menekuk layaknya anak kecil yang ketakutan. Benar, Taehyung sedang ketakutan. Seokjin hafal betul kebiasaan adiknya yang satu ini. Anak itu pasti akan menekuk kaki dan meringkuk aspeeti anak kecil. Mengingat itu Seokjin merasakan remuk redam yang menimpa hatinya.

ANGSTDonde viven las historias. Descúbrelo ahora