Thank you

4.5K 350 42
                                    

Aku takut.

Suara teriakan mama kepada papa,

Suara tamparan papa kepada mama,
Suara tangis nenek pada anak-anaknya.

Ancaman Baekhyun-Hyung untuk bunuh diri.

Aku takut.

Mama yang memperlakukan nenek seperti pembantu. Bagaimana bisa aku membiarkan mama kandungku sendiri membentak nenek tanpa membelikannya obat setelah apa-apa yang telah dilakukan wanita hampir seabad itu untuk mama?

Menyapu,

Mengepel,

Membersihkan kamar mandi,

Tapi bayarannya hanya sepiring nasi,

Tanpa dibelikan obat penahan sakit.

Aku tidak bisa diam saja, maka kubantu wanita tua yang senantiasa memujiku itu dengan melalukan segala hal rumah tangga, menggantikannya dari tugas melelahkan itu.

Kemudian, aku mencoba menyenangkan hati nenek dengan membelikannya beberapa kue kesukaannya. Mungkin cukup untuk menambal kembali sakit hatinya.

Dan senyuman nenek yang hadir beserta air mata yang turun karena haru, menyadarkanku bahwa luka nenek memang tertambal,

Namun tidak dengan lukaku yang bertambah dan semakin dalam.

Kenyataan bahwa perlakuan mama pada nenek sudah keterlaluan...

Membuatku merasakan sakitnya yang mendalan.

Seusai nenek, aku dihadapkan realita tentang mama yang mengomeli masalah uang.

Itu adalah satu hal yang kubenci.

Uang, uang, dan uang.

Bahkan orang mati pun butuh uang.

Pemakaman, tukang gali kubur, batu nisan, kain kafan, bunga,

Bangsat.

Aku merasa dendam dengam eksistensi lembar kertas yang dapat menghasut logika serta nurani manusia itu.

Aku membencinya.

Sebagaimana saat papa dan mama mengatakan butuh uang.

Padahal aku sudah menyerahkan seluruh uang yang kumiliki,

Tabungan,

Uang yang terselip di saku baju dan celana,

Di dalam tas yang kugunakan untuk berjaga-jaga apabila mereka tidak bisa mengirimiku uang saku saat di kost nanti,

Bahkan rekening beasiswa sudah habis untuk mereka.

Aku melakukannya atas dasar bakti seorang anak pada orang tua, dan juga karena aku tidak bisa bertahan lagi untuk mendengar ocehan tentang butuh uang dengan alibi bahwa apa yang mereka lakukan semuanya demi aku.

Awalnya aku tidak mengikhlaskan, sebab aku igin membeli beberapa buku kuliah,  membayar iuran, dan membayar hutang.

Tapi, karena hatiku terlalu lemah dengan rintihan sedih mereka, maka aku menyerahkan seluruhnya.

Tidak apa-apa, pikirku. Asal orang tua tidak mengganggu belajar Baekhyun-Hyung yang akan menghadapi sidangnya, aku rela.

Tapi,

Lagi-lagi mama berteriak, pada Baekhyun-Hyung yang seharusnya tidak diperlakukan keras begitu.

Jadi, aku tidak kaget lagi jika kakakku senang sekali membentak, berteriak, dan kasar padaku.

Kadang waktu ketika aku bertanya bagaimana kabar skripsinya, yang ia lakukan adalah membentakku dan mengatakan bahwa itu bukan urusanku.

Tapi, karena aku rindu Hyungku, aku membawakannya secangkir teh herbal dan sepotong kue bolu.

Dan dalam hitungan detik kakakku melempar senampan seutuh hatiku, menghancurkannya hingga berserakan.

Bahkan panas teh herbal melepuhkan kulitku,

Dan juga hatiku.

Baekhyun-Hyung penyayangku pun hilang.

Sebagaimana nenek yang memilih tidur dengan tenang dan tak ingin bangun lagi.

Kepergian nenek menciptakan luka dalam yang menganga dalam jiwaku. Aku tidak tahu harus bagaimana karena rasanya sakit sekali.

Mama yang tadi pagi memujiku,

Papa yang mengelus kepalaku,

Nenek yang selalu mengusap punggungku,

Baekhyun-Hyung yang menyayangiku,

Mereka meninggalkan luka padaku.

Aku menampung seluruh kesedihan mereka, mendengar keluh kesahnya, bahkan rela menjadi pelampiasan amarahnya.

Dan ternyata yang terjadi aku yang malah disalahkan.

Mama mulai memandangku sebelah mata. Mengatakan bahwa aku berpihak pada nenek dan kadang membela papa.

Papa mulai menyindirku. Membersitkan bahwa aku yang menghasut mama untuk membencinya.

Baekhyun-Hyung,

Membenciku. Ia mengatakan dengan mata memicingnya, mendesiskan kebencian mendalam dan memganggapku bukan adiknya lagi.

Berarti,

Usahaku untuk mem-backup semua emosi mereka agar dapat kuredam bersamaan sia-sia.

Lantas,

Untuk apa aku bertahan?

Atau mungkin semua ini terjadi karena aku?

Mungkin sebilah pisau yang sudah lama tak kusentuh bisa mengobati segalanya.

Membuatku tidur sampai besok.

Besok.

Besoknya lagi.

Dan takkan kembali.

ANGSTWhere stories live. Discover now