Manusia Berhati Mulia (1)

2.7K 242 5
                                    

(1) Jeon Jungkook mendapati seorang kakak kelas yang sangat baik.

Saat bel istirahat berbunyi, maka detik itu juga sorak-sorai gembira terdengar di sepenjuru ruang kelas sekolahnya. Semua siswa akan terburu menuju kantin, dan berbaris rapi demi mendapatkan jatah makan siang yang sudah menanti untuk mereka dapatkan.

Tak terkecuali Jungkook yang baru saja datang dan malangnya harus mendapatkan barisan paling terakhir. Mata bulatnya menoleh pada sekeliling, bahkan anak-anak yang lain sudah banyak yang selesai dengan urusan perutnya, sementara ia yang baru datang hanya punya waktu 5 menit untuk menghabiskan senampan paket makan, itu pun jika dia masih kebagian.

Sedari tadi Jungkook mengeluh perih di ulu hatinya, jujur saja dirinya belum makan sama sekali sejak pagi. Ia sangat tergesa karena bangun kesiangan. Ini juga salahnya sendiri karena baru beranjak tidur terlalu larut. Padahal ia sadar sendiri kalau Ibunya sedang sakit dan tidak mungkin wanita kesayangannya itu harus membangunkan Jungkook seperti yang sudah-sudah.

Sepertinya Jungkook harus memperbaiki diri lagi agar tak seperti kemarin. Ia harus menguatkan kedisiplinan terhadap dirinya sendiri jika tidak mau dibuat amburadul karena tidur kemalaman dan melewatkan sarapan.

Bahkan lamunan ini membuat Jungkook tak menyadari keributan kecil yang ada di depannya sekarang.

Namun, tiba-tiba yang ia rasakan adalah lengan kanannya menyentuh sesuatu yang tipis dan berbahan alumunium. Jungkook segera mengangkat pandangannya ke arah sentuhan.

Dan ia dapatkan keajaiban.

"Untukmu,"

Jungkook terperangah sejenak, namun tangannya bergerak untuk meraih nampan berisi paket makan yang biasanya ia pesan. Bahkan aromanya membuat perut Jungkook semakin jujur, lolongan memalukan itu terdengar jelas diantara ia dengan seorang kakak kelas di hadapannya.

Jungkook kira orang ini sengaja menyiapkan itu untuknya.

Lalu, tanpa pikir panjang Jungkook berterimakasih dengan senyum lebar yang paling manis yang ia miliki, "Terimakasih, Kak." Jungkook membungkuk kecil sebagai rasa hormat. Begini-begini ia punya sopan-santun kepada yang lebih tua darinya.

Orang ini baik sekali, pikirnya.

Lalu kakak kelasnya itu melangkah pergi dengan tenang. Jungkook dibuat heran dengan yang baru saja terjadi. Ia menatapi nampannya yang penuh dan seolah meminta Jungkook untuk segera dinikmati. Ah, ia bahkan lupa menanyakan namanya. Yah, dengan maksud nantinya Jungkook akan membalas budi di hari kemudian.

Lalu, saat Jungkook hendak mengambil langkah untuk pergi duduk, pandangannya tak sengaja menyorot pada rak-rak masakan yang habis terkikis, dan disana Jungkook dapat menyimpulkan bahwa nampan yang di pegangnya adalah porsi terakhir untuk makan siang ini.

Dan Jungkook merasa bersyukur masih sempat mendapatkannya.

"Hei, jangan melamun! Tiga menit lagi bel masuk akan berdering. Beruntung sekali anak tadi memberikan jatahnya untukmu. Kau bisa makan sekarang."

Dan Jungkook segera menuju bangku yang kosong dengan pikiran yang campur-aduk karena kebaikan orang tadi mulai menyentuh hati kecilnya.

"Kakak yang tadi baik sekali, ya."

Dan dengan kecepatan tinggi Jungkook menghabiskan makan siangnya tepat tiga puluh detik sebelum bel masuk berdering nyaring, yang menjadikan Jungkook tak menyadari bahwa kakak yang tadi tengah tersenyum kecil memerhatikan kelakuannya yang lucu.

•••

"Apakah ini yang terakhir, Bi?"

"Itu yang terakhir." Lalu kedua mata tuanya menatap Jungkook yang melamun di belakang anak lelaki yang bercapak kecil dengannya. "Anak itu tidak akan kebagian. Ini jatahmu."

Lalu Bibi penjaga stan memandangi pemuda di depannya ini nampak berpikir dan memegangi perutnya. Anak ini kelaparan juga pastinya. "Kau harus cepat, Nak. Lima menit lagi bel akan berbunyi."

Anak itu lalu mengerjap, namun tersenyum berterimakasih. Bibi penjaga masih memerhatikan gerak-geriknya yang melangkah mundur, membawa nampan hati-hati, lalu berbalik dan menyentuhkan nampannya pada lengan kanan adik kelasnya yang sedari tadi melamun tak menyadari kehadirannya.

"Untukmu,"

Dan tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding saat kita dapat berbagi kebahagiaan kepada orang lain yang lebih membutuhkan.

Karena pemuda ringkih ini tak salah pilih keputusan setelah mendengar bunyi keroncongan dari perut adik kelasnya yang terlihat loyo begitu menatap senampan makan siang dengan kepul panas menggoda.

Apalagi ini soal makan. Bahkan hampir orang-orang di jaman modern ini enggan memberikan makanannya untuk orang lain, namun menyerakahinya untuk mengenyangkan perut sendiri tanpa mau tahu bahwa di sekelilingnya tengah menahan lapar seharian, dan menuntaskannya hanya dengan sesuap nasi basi.

•••
(1) end

ANGSTOnde histórias criam vida. Descubra agora