29 : Bunga Lily

7.3K 307 7
                                    

......

Jenata terbangun dari tidurnya, sedikit kesal karna ia terbangun dari mimpi indahnya bukan karna kemauannya tapi karna siulan yang dibuat Bir. Bahkan, matahari belum menampakkan cahayanya dan Bir sudah bersiap untuk berbenja, sungguh lelaki yang rajin.

"Bisakah kau diam!?" kesal Jenata langsung bangun.

Bir yang tak tahu apa-apa hanya menatap Jenata bingung. "Why?" tanya Bir mengangkat bahunya.

"Sudahlah. Ah badanku sakit semua." keluh Jenata, sambil merenggangkan badannya. Berbacot dipagi hari dengan Bir hanya akan membuat ia darah tinggi. Sebaiknya, Jenata berhenti sebelum terlambat.

"Yasudah. Aku pergi." pamit Bir, meninggalkan Jenata. Jenata mengangguk dan menggerakan tangannya mengusir Bir. Jenata ingin melanjutkan tidurnya.

Tapi beberapa detik kemudian Jenata membuka matanya lagi. Jenata beranjak dari sofa, entah tak ada belas kasihan sama sekali Bir terhadap dirinya, membiarkannya tidur disofa.

Jenata mengikat rambutnya dan menuju kebawah. Jenata merapatkan jaketnya saat udara dingin menerpa wajahnya setelah membuka pintu.

Jenata menatap sungai didepannya, hampir membeku. "Bahkan tubuhku bersosialisasi dengan baik disini." kekeh Jenata mengingat, Jenata tidak sakit sama sekali dengan beberapa pergantian musim yang mendadak.

Jenata menatap bunga yang sengaja ditanam Bir tahun lalu, "Jangan sakit, kau bisa bertahan dimusim dingin tahun lalu. Sekarang kau harus lebih kuat dari sebelumnya." ucap Jenata.

Jenata masuk kembali, merasa puas dengan merasakan udara dingin diluar. Jenata duduk, menatap kosong. Akhir-akhir ini Jenata lebih sering melamun dan berfikiran aneh.

Brak..

Jenata menatap kesal Bir, ingin menyumpah serapah pada lelaki yang ngos-ngosan ini, seperti habis dikejar setan.

"Kenapa kembali?" heran Jenata. Menatap Bir, meminta jawaban lelaki itu.

"Tutup pintunya!" teriak Bir.

Jenata langsung menutup pintu tanpa berani bertanya lebih lanjut. "Kau dikejar renternir?" tanya Jenata kemudian setelah melihat Bir yang mulai bernafas normal.

"Kau gila?!" kesal Bir, "Bagaimana bisa kau berfikiran seperti itu?" tanya Bir balik, dengan wajah kecewa yang dibuat-buat.

Jenata mengangkat bahunya acuh. "Sudahlah. Aku ada kelas pagi. Baju ku masih ada kan? Tidak kau buang kan?"

"Bajumu hampir satu lemari, bagaimana aku bisa membuangnya?"

"Oke. Aku mandi."

Jenata pergi untuk sekedar membasuh dirinya. Walaupun suhunya sangat dingin, mandi adalah kewajiban bagi Jenata. Rasanya tidak enak jika tidak mandi.

......

Jenata berniat membuka pintu depan.

"Stopp! Lewat pintu belakang lebih aman." suruh Bir pada Jenata yang sudah hampir menyentuh ganggang pintu. Jenata hanya menuruti perkataan Bir. Jenata berjalan kearah belakang dan keluar lewat sana.

Mungkin ada beberapa alasan yang tidak bisa Bir ceritakan tentang itu. Dan Jenata paham tidak semuanya harus mereka ceritakan, bahkan Jenata memilih tak ingin tahu tentang Bir. Sebaliknya Bir, Bir pun tak pernah bertanya jika Jenata menangis tiba-tiba atau Jenata berniat bunuh diri. Bagi mereka itu sebuah hal yang tak perlu saling diungkapkan selama mereka berteman.

MISS JENATA [Revisi Lagi]Where stories live. Discover now