33 : Rencana Gila

7.1K 328 16
                                    

.....

Apakah cinta harus saling memiliki?
Apakah cinta harus bersatu?
Bukankah cinta tak memaksa kehendak, jika kamu mencintainya akan bissa bersama jika orang yang kamu cintai setuju melakukannya..

Tapi..

Jika ia tidak setuju bukankah kamu tidak berhak memaksa bersama, meski teramat sangat kamu menginginkan sosoknya?
Cinta bukan hanya tentang rasamu, tapi juga rasanya.
Kamu tidak berhak memaksakan sesuatu yang bukan hakmu..

"Siapa yang mengarang cerita macam ini? Kenapa tidak bisa bersama? Apa salahnya jika aku mencintainya?"

Jayden sedang uring-uringan di Hotel tempatnya menginap. Jelas saja Jayden menolak keras rencana Adel untuk sekamar dengannya. Tidak ingin dan tak pernah ingin.

Tok.. Tok..

Jayden beranjak kearah pintu dengan langkah gontai. Penolakan terang-terangan Jenata tadi membuatnya susah untuk berfikir.

Jayden mengintip sedikit dan Jayden sudah tahu siapa gadis ini. Adel. Adel. Adel. Jayden sudah cukup hafal dengan Adel. Pasti Adel akan beralasan ia takut tidur sendiri, dan untuk kali ini Jayden memilih untuk tidak akan terbodohi lagi dengan Adel. Tidak akan!

Tokk.. Tokk..

Kali ini Adel mengetuk dengan tidak sabaran. Terus mengetuk sampai membuat Jayden jengah.

Jayden perlahan membuka pintu dan hanya memunculkan kepalanya, sekuat tenaga Jayden menahan pintu agar Adel tak bisa memaksa masuk.

"Ada apa?" tanya Jayden dingin. Nampak sekali wajah lelah Jayden.

Adel tersenyum, "Aku takut tidur sendiri!" rengek Adel.

100% tebakan Jayden betul, Jayden tahu sekali wajah Adel yang menginginkan sesuatu dan Jayden dapat menebak Adel untuk saat ini.

"Aku tidak takut!" dan Jayden menutup pintu dengan kasar. Untuk saat ini Jayden tak ingin diganggu sama sekali. Jayden hanya ingin sendiri untuk memikirkan apa salahnya mencintainya?

.....


"Hiks.. Hikss.. Hikss."

Suara tangisan yang cukup mengganggu telinga Bir yang saat ini sedang mempersiapkan berbagai hal.

"Ayolah Jen! Jika ingin menangis keatas." entah sudah berapa kali Bir meminta itu, Bir tidak meminta Jenata berhenti menangis, bahkan Bir tidak menyalahkan Jenata yang menutup cafénya hanya untuk menangis, Bir hanya cukup terganggu dengan suara isakan Jenata yang sangat memilukan itu.

"Hikss.. Aku sudah mempersiapkan diriku, tapi ini sangat jauh diluar ekspetasiku. Huaaa!" tangis Jenata semakin kencang membuat Bir ingin sekali memukul kepala Jenata dengan palu yang ada ditangannya.

Kadang Bir ingin sekali membiarkan Jenata menjadi gelandangan. Tapi, mengingat Jenata yang ingin melompat dari jempatan dipertemuan pertama mereka membuat Bir selalu mengurungkan niatnya. Dan berakhir membiarkan Jenata.

"Kembalilah bersama!" Bir berucap, membuat Jenata menengadah menatap Bir yang berdiri.

"Tidak...!"

MISS JENATA [Revisi Lagi]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz