Hati ke hati; Cassiopheia Vassille - Revaldo Julian Riellon

8.7K 169 12
                                    


Aku nggak tau lagi harus memulai paragraf seperti apa. Membuka kalimat dengan kata menarik yang mana. Ini pertama kalinya aku yang mengaku sebagai penulis, merasa bersalah pada tokoh yang ku tulis.

Sedikit rasa tidak terima hinggap saat menyadari klausa sebelumnya. 'tokoh yang ku tulis'.

Bagiku mereka bahkan jauh lebih dari sekedar karakter yang tercipta demi kepentingan suatu cerita. Mereka bagian dari hidup ku, hidup yang begitu indah saat jemari menekan keyboard menyempurnakan kehadiran nya. Hidup yang kadang hanya bisa aku lewati sekali satu hari, atau malah tanpa sengaja ku libatkan dalam hati di tiap detik berhari-hari.

Nampak tidak adil memang. Mereka tak pernah membiarkan ku merasakan frustasi dan kepenatan tentang yang terjadi dalam hidup itu sendiri. Tak pernah walaupun hanya sekali. Namun yang aku lakukan selama ini tak lebih dari membuat judul, menentukan tokoh utama, menambahkan peran penolong jika perlu, dan intinya memberikan akhir bahagia seperti biasa. Melupakan mereka sang peran kedua, ketiga, dan yang lainnya.

Aku yang mengaku diri paling mengenal mereka, akhirnya ikut berbahagia dengan yang merasakannya. Pura-pura tak mendengar rasa mereka yang bergetar. Pura-pura tak melihat posisi mereka yang bahkan tak mampu berkiat.

Sampai aku berdiri di akhir cerita satu ini. Bukan benar-benar akhir memang, tetap saja di titik ini aku berhenti melanjutkan kisah mereka yang baru mencapai puncak bahagianya.

Ya.. tidak ada jaminan semua akan berjalan sesuai rencana kan? Walaupun bisa dibilang, kisah mereka tergantung dimana hati ku menentukan, dan jari ku yang mendarat.

Aku dibuat jatuh hati pada salah satu karakter ciptaan ku. Bukan bentuk jatuh hati seorang perempuan pada laki-laki, ini murni bagaimana aku mensyukuri keberadaannya dalam satu kisah.

Dia Revaldo Julian Riellon, laki-laki humoris yang berhasil membawa cerita ini ku anggap sempurna. Laki-laki yang awalnya tak kupedulilan keberadaannya, namun akhirnya dia lah yang menyadarkan ku tentang arti dari seluruh kisah ini.

Aku yang mengatasnamakan waktu tiap kali bergulat dengan keadilan dan keinginan, harus terima tertampar ketika mengingat ulang semua keegoisan yang ku limpahkan.

"Pasti ada sesuatu yang kamu butuhin dari aku, jadi kamu yang traktir ya, Cass."

Dengan pulpen di tanganku, dan notebook terbuka yang siap menampung sekaligus menumpahkan apa yang dibutuhkan, Cassiopheia; atau silahkan sebut saja Cassie, tersenyum tipis tawa.

"Aku anak kelas sepuluh SMA loh, Kak."

"Gak ngubah kenyataan kalau kamu yang butuh sesuatu dari aku," balas Revaldo teguh sembari meraih segelas es kopi yang baru beberapa saat tadi dipesannya.

Senyum tipis ku samar-samar berubah miris. Lagak tangan yang meremas pulpen gusar, terlalu kentara menunjukkan kegelisahan.

"Aku sayang sama kamu, Cass. Aku siap dengan semua alur yang kamu siapin, aku siap ngelakuin apapun yang kamu butuhin. Tapi tolong kasih tau aku, nggak ada apa-apa sama Asha kan?"

Pertanyaan penuh perhatian, terlempar lurus dari hati terdalamnya barusan menggoyahkan Cassie. Notebook ku telah terisi bagaimana aku harus memulai percakapan, dan akhirnya mengabarkan apa yang ku butuhkan. Faktanya, luluh lantak sudah semua perencanaan matang sebelumnya.

Air mata menggenang di pelupuk, sekuat tenaga ku pertahankan agar tak tumpah.

"Cass?" panggil Aldo gusar. Aku tau, laki-laki ini jujur perihal perasaan sayangnya pada ku. Aku berhasil menjadi tempatnya bercerita selama berjalannya kisah ini. Tapi jangan samasekali lupakan Asha, kakaknya yang kini telah menikah dengan laki-laki pilihannya tak akan Aldo biarkan menerima kejutan menyebalkan yang bisa saja menghancurkan kebahagiaan nya.

Bad Teacher Great HusbandWhere stories live. Discover now