/Ti•ga Pu•luh/

6.9K 281 7
                                    

Kasian Asha 😢

***

Tatapannya kosong, wajahnya juga datar. Jangan lagi harapkan senyumannya.

Setidaknya itu yang nampak dari seorang Asha sejak seminggu lalu. Semenjak pertengkaran dengan Aldo minggu lalu, mereka benar-benar memutuskan hubungan.

Jangankan untuk kembali berbaikan, Aldo bahkan menganggap Asha bagai objek tak terlihat tiap kali mereka berpapasan. Asha sendiri menguatkan diri untuk melanjutkan aksi ini sampai Aldo paham jika permintaannya tak mungkin terjadi.

Untuk Andro, cowok itu benar menyukai Asha sepertinya. Ia selalu mencoba menghibur Asha tanpa niat mengorek privasinya. Namun hal itu Asha hentikan dengan permohonan halus dua hari yang lalu. Asha berterus terang dengan perasaannya, dan meminta Andro untuk memberinya waktu sendiri. Dan ya, Andro dengan dewasanya menyambut baik ucapan Asha tanpa maksud terselubung di dalamnya.

Tapi mau bagaimanapun sikap baik Andro, hal itu samasekali tak membantunya bangkit. Asha hanya merasa kosong, dan tak memiliki motivasi apapun lagi untuk melanjutkan hidup.

Dulu ayahnya pergi meninggalkannya, dilanjutkan Aksa yang juga ia buat pergi saat bahkan Asha jelas masih mencintai laki-laki itu. Dulu mungkin Asha akan menganggap jika ia ada di posisi serba salah saat memutuskan antara Aldo dan Aksa, namun kini, setelah ia kehilangan Mama juga sosok Aldo, Asha jadi makin menyalahkan dirinya.

Andai saja kala itu Asha menceritakan semuanya pada Aksa, dan meminta sedikit pemikirannya agar Asha bisa menghadapi semuanya dengan baik, pasti saat enam bulan yang Aksa janjikan akan benar terjadi.

Ya walaupun ia memiliki rencana sendiri untuk menjauh dari Aksa, namun tetap saja ia tak akan terjerat memori jika kesalahannya lah yang menyebabkan semuanya.

Bodoh memang Asha.

Semua orang yang begitu berarti dalam hidupnya, ia usir pergi tanpa meninggalkan satupun hal baik. Hanya kebodohan, keegoisan, dan kecerobohan yang menjadi alasan.

Asha sudah tidak punya alasan hidup lagi bukan?

Gadis itu melangkah menuju gerbang utama kampus yang menghubungkan mereka langsung ke jalan raya.

Melawan jantung yang berdegup kencang, melupakan semua tugas dan kewajiban, Asha memantapkan diri.

Tunggu Asha di sana, Ma.

Rapalnya dalam hati sebelum menutup mata dan berlari begitu saja ke jalan raya.

Dan benar saja, belum ada dua detik, suara kencang klakson mobil memekakkan telinganya. Disusul hantaman keras yang menjatuhkannya ke aspal kasar, penyebab banyaknya goresan di tubuhnya.

Semua rasa pening, sakit, perih, keterkejutan, dan segala emosi dalam dirinya tercampur aduk. Ia hampir saja kehilangan kesadarannya ketika matanya masih mampu menangkap banyaknya darah yang tertumpah. Sedangkan telinganya tak mampu lagi bekerja dan hanya menciptakan suara bising di sana.

Samar-samar ia menangkap seorang pria turun dari mobil dan berlari ke arahnya.

Pria itu langsung memeluknya dan mencoba mengembalikan kesadarannya. Asha melihat mulut pria berkemeja itu terbuka seolah berbicara sesuatu padanya. Namun Asha gagal menangkap itu. Ia hanya tersenyum dengan halusinasinya yang teramat tinggi di detik-detik terakhir kehidupannya.

"Kak Aksa?"

Pria itu mengangguk-angguk sambil terus berupaya mengembalikan kesadaran Asha. Namun upayanya tak akan begitu mudah melihat banyaknya darah dan luka pada tubuh Asha.

Bad Teacher Great HusbandNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ