/Ti•ga Pu•luh Sa•tu/

7K 271 9
                                    


Aksa tengil bangat loh di bab ini. Lupa apa punya anak bini di rumah? Benci aja ih liatnya.

***

Tak berminat menunjukkan simpati, Aldo menatap datar ke arah Aksa yang masih duduk bersandar mengistirahatkan diri setelah mendonorkan darahnya.

Cowok itu tidak hanya gila ternyata. Aksa bahkan memaksa untuk memberikan dua kantong darah sekaligus hanya agar tidak ada darah orang lain yang mengalir di tubuh gadis kesayangannya.

"Gw nggak yakin Asha akan langsung berterimakasih dengan kelakuan lo ini dan akhirnya nyesuain diri dengan alur yang lo harapkan."

"Saya nggak memikirkan terimakasih Asha atas hal ini. Dan Asha berperan mandiri dalam alur ini, dia nggak harus nyesuain diri dengan alur yang saya harapkan."

Aldo berdecih sinis dalam hati. Tak terima dengan untaian kalimat Aksa. Padahal kan biasanya juga bagian Aldo untuk merangkai kata-kata demi memancing senyum Asha.

"Selama ini lo bohong kan sama Asha?" tanya Aldo tiba-tiba berubah jalur.

"Saya nggak pernah bohong pada Asha."

"Lo nggak bener-bener balik ke London kan?"

Aksa menggeleng, "Sebelum saya berangkat, saya bilang pada Asha kalau saya harus ngelanjutin studi saya di London. Dan itu yang memang saya lakukan."

Aldo mengernyit, menjelaskan dengan kentara ketidakpercayaannya. "Nggak mungkin. Lo tau dari mana soal gw dan Asha? Jangan bilang selama ini lo mata-matain dia. Gw nggak akan mikir dua kali untuk nonjokin lo sekarang."

"Saya nggak akan mengusik privasi Asha sampai segitu jauh."

Aldo bangkit dari kursi nya dan berdiri menghadap Aksa. "Bisa nggak sih nggak usah sepotong-sepotong dan jelasin yang gw mau tau?!"

"Airin yang menghubungi saya di hari kepergian ibu Asha, dari dia saya mendapat kontak ayah kalian. Saya banyak tau tentang Asha selama ini darinya."

Pantas.

Pantas saja Aksa tidak seemosi tiga tahun lalu pertemuan terakhir mereka. Cowok itu bahkan tau lebih dulu jika Aldo kalah jauh dalam pertandingan satu ini.

"Kamu tau bagaimana kondisi Asha sekarang. Lebih baik urungkan niat memaksanya menikah dengan kamu saat ini."

Aldo tersentak mendengarnya. Aksa bisa dengan frontal menjatuhkannya setelah sekian lama menghilang dan dikiranya kalah jauh di belakang.

Memahami kembali kalimat Aksa, Aldo mengernyit, "Lo tau jelas hubungan gw dan Asha, tapi yang lo minta cuma itu? Bukan berhenti-"

"Asha pasti sudah melakukannya kan? Saat dia saja tidak berhasil menghentikan kamu, apa kamu pikir saya akan berhasil? Dan.. ya, saya tau jelas hubungan kamu dan Asha. Saya rasa malah kamu yang belum memahami secara jelas hubungan kalian berdua."

Tertampar balik ia akhirnya. Sesaat ia heran juga mengapa tangisan dan bentakan Asha samasekali tak mempengaruhi niatnya, dan kini kalimat kelewat santai Aksa berhasil mendiamkannya.

Lelah dibuat terdiam hanya dengan ucapan, Aldo memilih beralih menuju ICU. Tempat Asha dirawat sekarang.

Aldo duduk di kursi tunggu dengan gusar. Awas saja, Sha. Gadis menyebalkan itu berhasil membuatnya khawatir, nanti Aldo yang akan menunjukkan jika bersikap menyebalkan merupakan tugas seorang Revaldo Julian.

Kini cukup lama Aldo harus menunggu. Beberapa kali setiap kurang lebih lima belas menit, ada saja perawat yang keluar dari ICU. Namun bukan yang merawat Asha, Aldo dipaksa berbetah dengan kekosongan juga kekhawatiran untuk beberapa jam ini.

Bad Teacher Great HusbandWhere stories live. Discover now