/De•la•pan Be•las/ - bag. 2

6.8K 313 4
                                    


Asha duduk bersandar di sofa sambil menatap langit-langit. Mereka baru saja selesai makan, dan belum berniat untuk tidur. Dan memang Aksa tak akan membiarkan gadisnya untuk langsung tidur di malam terakhir mereka ini.

"Kamu ngantuk, Sha?"

"Sedikit."

Aksa bergabung, ikut duduk di sebelah gadisnya. "Sebentar ya, cuma malam ini waktu yang saya punya untuk berinteraksi sama kamu sebelum enam bulan ke depan sibuk dengan studi saya."

Ucapan Aksa menyentuh relung terdalam hati Asha. Rasa kantuk yang tadinya sempat menghampiri langsung terusir mengingat karena bisa saja ini menjadi kenangan terakhir keduanya. Mengingat bagaimana niat Asha untuk menyelesaikan semuanya di sini.

"Saya nggak bisa janji tiap bulan akan ke sini, tiap saat ngabarin kamu. Saya pasti sibuk dengan tugas-tugas kuliah, Sha. Tapi tolong percaya ya. Percaya saya akan kembali lagi untuk kamu. Anggap enam bulan ini jadi pengorbanan kita untuk semua yang sudah saya siapkan di depan." jelas Aksa lembut dan perlahan sembari mengelus lembut rambut panjang gadisnya.

Tanpa sadar, bulir bening sudah mulai menggenangi pelupuk Asha. Tidak, ia tidak siap untuk perpisahan ini. Ia tidak siap mendengar bagaimana Aksa memintanya menunggu, saat ia telah memutuskan untuk menyelesaikan semuanya. Asha samasekali tidak siap.

"Maaf saya bikin kamu nangis lagi." Elusan lembut Aksa berpindah ke pipi gadisnya, berhasil menumpahkan bulir itu ke tempat yang baru saja dielusnya.

"Saya punya ini buat kamu," ucap Aksa lalu mengambil sebuah kotak yang tadi disembunyikannya di balik sofa.

"Ini barang-barang yang selalu ngingatin saya tentang kamu. Barang yang selalu saya perhatikan tiap saya rindu kamu di sana. Sekarang saya titipkan ini ke kamu sebagai jaminan kalau saya akan kembali lagi."

Asha tersenyum ketika bulir air kembali jatuh dari matanya. Ia membuka kotak itu. Tetes demi tetes air mata jatuh, seiring memori yang berkelebat ketika melihat isinya.

Ini baju dan ID Card Panitia pensi. Kegiatan yang pertama kali mempertemukan mereka. Ternyata Aksa bahkan menyimpan tiket masuk pensi sekolah mereka itu. Asha kembali menengok barang-barang yang ada di sana, sebuah file menarik perhatiannya. Ia membukanya, dan tersenyum melihat isinya. Ini notulen rapat yang ditulisnya ketika dulu mempersiapkan kegiatan sekolah. Ia tak menyangka tulisan penuh coret-coretan yang ia anggap telah berakhir di tong sampah, berada aman dalam penjagaan Aksa.

"Ini kan baju aku, Kak. Kak Aksa curi ya?" canda Asha melihat baju kedua yang ada dalam kotak itu.

"Saya belum sempat balikin ke kamu. Waktu itu saya pinjam saat kita hujan-hujanan. Kata mama kamu cuma baju itu yang muat. Kamu melupakannya juga, Asha?"

Asha terkekeh, "Aku ingat, Kak."

Tangannya terulur ke benda terakhir yang ada di dasar kotak. Ia menyodorkan kotak persegi panjang itu agar Aksa memperhatikannya juga. "Ini apa?"

"Pulpen."

"Aku tau," jelas Asha yang mengetahuinya lewat gambar dan merk yang terpampang di kotak itu. "Tapi kenapa ada di kotak ini juga?"

"Yang ini hadiah untuk kamu. Saya mau kamu pakai ini untuk tanda tangan di buku nikah kita nanti."

Asha mempertahankan senyum di bibirnya dan kembali meletakkan berbagai barang itu di kotaknya. "Makasih, Kak."

"Saya yang bilang makasih, Sha. Makasih untuk kesempatannya, makasih untuk semuanya. Makasih juga udah ngijinin saya kenal seorang Ashlesha dan akhirnya jatuh cinta."

Dan kalimat itu seolah meminta Asha untuk mendekat dan mendekap tubuh yang ada dihadapannya. Aksa sendiri sejak awal sudah ingin memeluk hangat tubuh itu, hanya saja ia tak ingin memulainya. Hanya berharap dalam hati Asha yang akan memeluknya lebih dulu. Dan Dewi Fortuna berpihak padanya.

Tidak-tidak, bukan dewi Fortuna yang berpihak padanya. Gadisnya lah yang berpihak padanya.

Tanpa perintah, Aksa membenarkan posisinya agar mereka lebih nyaman. Dengan kepercayaan diri tingginya seolah malam ini akan menjadi panjang dengan dekapan yang tak akan keduanya lepaskan hingga pagi menjelang.

Padahal Asha yang mulai menyadari posisinya yang kelewat dekat dengan Aksa ingin menarik tubuhnya. Namun segera Aksa tahan, "Untuk malam ini aja, Sha. Saya mau tidur sama kamu."

Dengan posisi seperti ini, memberi Aksa akses lebih untuk menghirup aroma segar rambut gadisnya. Menyadari Asha yang tak kunjung memberi tanggapan membuat Aksa mengurungkan niatnya untuk memaksa gadisnya.

Setidaknya diizinkan lebih dekat untuk semalam ini sudah cukup. Tak perlu ia memaksa dan akhirnya mengganggu istirahat gadisnya—

Asha mengangguk. Sedikit mengejutkan Aksa, apalagi setelahnya gadis itu menyamankan posisinya dalam pelukannya. Rasa bahagia Aksa langsung ia tuangkan dengan menjatuhkan kecupan kecil di puncak kepala gadisnya. Berikut jatuhnya bulir bening dari mata sang gadis.

Biarlah ia berlarut dalam kebahagiannya malam ini. Dan esok pagi-pagi ketika ia kembali membuka mata, giliran belati hati yang menjalankan tugasnya. Menampar Asha dengan berbagai kenyataan, mengoyak hati Asha dengan semua yang terjadi.

"Besok ... Kak Aksa berangkat jam berapa?"

"Kayaknya saya harus bangun pukul 8, karena pukul 9 saya  sudah harus berangkat ke bandara."

"Aku boleh ikut ke bandara?" tanya Asha, mengangkat kepalanya untuk menatap Aksa lebih dalam.

"Lalu gimana saya memastikan kamu pulang dengan selamat? Udah, tidur Sha. Kamu lelah hari ini."

Asha pun menurut. Akan sulit baginya melepas kepergian Aksa. Walaupun dengan janji akan kembali dalam waktu dekat, kembalinya Aksa tidak akan padanya bukan. Asha yang telah memutuskan itu. Biar ia berpegang pada keputusannya.

Asha menutup matanya. Menyamankan diri untuk tidur ditemani degup menenangkan dari jantung lelakinya. Elusan lembut di kepalanya membantunya untuk lebih cepat pergi ke alam mimpinya.

Aksa tersenyum lembut menyadari gadisnya yang benar kelelahan dan langsung tertidur. Ia mengecup lembut dahi Asha lama. Menyalurkan segala emosi campur aduknya atas malam emosional ini.

"Saya tau ada sesuatu yang membuat kamu nggak nyaman malam ini, Sha. Saya nggak tau apa itu. Saya hanya bisa berharap itu karena kekhawatiran kamu atas keberangkatan saya besok. Bukan hal lain yang membahayakan hubungan kita."

Bad Teacher Great HusbandTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon