45. Haruskah Berakhir?

1.3K 182 102
                                    

Vote dulu baru baca!
Sedih bener, jomplang jumlah yang baca sama yang vote hoooooo~

Vote dulu baru baca!Sedih bener, jomplang jumlah yang baca sama yang vote hoooooo~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

22 Mei’20
-
-
-
-
-

Sudah dua minggu ini, intensitas pertemuan Hanbin dan Lisa berkurang. Bahkan seminggu ini, hanya bertukar pesan beberapa kali saja. Bukan karena obrolan tempo hari mengenai Danah, akan tetapi faktor utama dari kerenggangan mereka adalah kesibukan masing-masing.

Hanbin yang semakin hari semakin sibuk dengan Band-nya. Terakhir Lisa dapat kabar bahwa Hanbin dan Band-nya akan siap meluncurkan album dengan kata lain mereka siap debut. Tentu hal itu membuat Lisa bahagia, walau dibalik itu ada sedikit rasa sedih karena intensitas pertemuan mereka benar-benar terpangkas.

Disisi lain, Lisa-pun sama sibuknya. Mempersiapkan persyaratan demi beasiswa nya di Cambridge. Setelah melewati perdebatan panjang dengan Teddy juga Dara——orang tua nya—— akhirnya Lisa dapat memutuskan sesuatu hal yang besar. Dia memilih untuk menunda kuliahnya di Bandung, walau belum tentu kapan. Tapi Lisa sudah siap jikalau, dia benar-benar mendapatkan beasiswa itu. Baginya menjadi pengacara terkemuka adalah cita-citanya sejak kecil, dan Lisa harus mencapai pada titik itu.


"Masih nggak ada kabar?" tanya Jisya.


Lisa mengangguk, tanpa menghentikan kunyahan nya. Keempat gadis itu kini telah menyantap makan siangnya di kantin kampus. Tentu nya, menjadi pusat perhatian mata-mata nakal disana.


"Hanbin sibuk banget apa yak, sampai ngabarin aja nggak sempet." sungut Jennie kesal.


Lisa-pun terkekeh, "Bukan dia doang, gue-pun sibuk. Jangan disalahin, abang lo tuh udah salah banget dimata orang-orang haha." candanya.


Rose membeo, "Tapi keterlaluan kalau nggak ngasih kabar sedikit-pun. Bahkan June aja masih sempat chat gue atau telpon sekalipun singkat."


"Hanbin tuh perfeksionis, bagi dia kalau nggak penting-penting amat mana mau buang-buang waktu. Kita udah sama-sama gede lagian, timbang makan minum tidur tuh udah bisa dilakuin tanpa harus nunggu diingetin."


Jisya menghela nafas, menatap Lisa dengan sorot mata kasihan. "Sabar ya Sa, banyak kendalanya gue yakin hubungan lo bakalan indah pada waktunya."

Rose terkekeh geli mendengar perkataan Jisya yang terbilang cringe. "Restu dari adek nya aja udah lo kantongin, sis. Santai aja." sambil melirik Jennie.

[ A.1 ] Just a Tool [ COMPLETED ] ✔Where stories live. Discover now