12. Hilang dan Menyesal

3.1K 391 28
                                    


Mungkin benar, kau hanya perlu kehilanganku agar belajar cara menghargai. Agar kau paham tidak semua inginmu harus diikuti. Agar mengerti ada hal-hal yang tak bisa semau kamu saja.

-Boycandra-

.
.
.

Semuanya terlihat berbeda sekarang, yang tadinya hanya memandang sebelah mata kini begitu gencar mencari muka. Yang tadinya selalu mencela setiap saat kini hanya sebuah pujian yang didengar.

Benar, ternyata semua orang hanya akan menghargai orang yang menurutnya pantas. Pantas dalam artian yang tak masuk akal, mereka hanya akan mengukur kepantasan dari segi penampilan fisik dan bahkan kepopulerannya saja, bukankah begitu naif?

Berkali-kali Lisa membalas sapaan dari semua murid yang mencoba mendekatinya. Aneh memang, dulu bahkan melihatnya saja tidak, tapi sekarang?

Apakah perubahannya itu benar-benar berefek?

Jennie, sahabatnya yang selalu setia berada disisinya sesekali mendesis. Mungkin jengah atau muak, entahlah. Jennie hanya terlalu tidak menyukai kepura-puraan, dia sangat tau mereka memperlakukan Lisa seperti apa dulu dan sekarang, lihatlah mereka begitu manis membuat Jennie benar-benar ingin muntah saat itu juga.

"Boleh gak gue kantongin muka so manisnya satu-satu?"

Lisa melirik Jennie yang menekuk wajahnya, terdengar kekehan pelan dari Lisa. "Lo kok yang kesel? Udah deh mereka niat baik kok, mungkin mau nyoba buat temenan sama gue."

Perkataan Lisa justru dibalas cibiran oleh Jennie, mencoba berteman? Setelah mereka tau bahwa wanita yang selalu dicemooh ini ternyata bisa menjadi secantik dan sepopuler sekarang baru mereka ingin mencoba berteman dengan Lisa? Ayolah, mereka hanya ingin menumpang kepopuleran Lisa saja. Batinnya.

"Dan gue orang pertama yang larang lo buat temenan sama mereka."

"Loh kok gitu?"

"Fake semua kaya gitu, terus gue biarin gitu aja? Enggak yah."

"Bentar, ini tuh antara cemburu kalo gue punya temen baru atau apa?" Goda Lisa, ia tergelak pelan dan mengapit tangan Jennie. "Punya satu temen yang kaya lo aja rasanya gue gak butuh yang lain lagi." Sambungnya.

Jennie mengulum senyumnya. "Good girls, lagian Abang gue juga gak mungkin biarin lo dimanfaatin mereka."

Lisa terdiam, mendengar Jennie menyebut Hanbin rasanya sebuah perasaan malu marah dan kesal bercampur menjadi satu. Sampai saat ini ia belum bisa melupakan kejadian itu, kejadian dimana ia harus rela menyerahkan first kiss nya untuk Hanbin.

Ponsel Lisa bergetar, sebuah pesan masuk dari lelaki yang sempat mampir di fikirannya barusan. Lisa membuka pesan itu, entah kenapa rasanya Lisa ingin marah.

Kak Hanbin : Mino bakalan nyamperin lo beberapa menit lagi, pastiin lo bisa narik simpatinya tanpa terlihat murahan. Oke.

Lisa menghela nafas berat, apa alasannya dia harus marah? Bukankah ini perjanjian awalnya, dan bahkan semuanya belum dimulai. Lisa mendongkak ketika melihat sepasang sepatu dan pemiliknya kini berdiri didepannya.

Ia sedikit melirik jam ditangannya, Lisa sedikit terkagum pada insting Hanbin yang bisa tepat seperti itu. Ini pas 5menit dari dari pesan itu masuk, dan sekarang lihatlah betapa arogantnya lelaki yang kini berdiri didepannya.

[ A.1 ] Just a Tool [ COMPLETED ] ✔Onde histórias criam vida. Descubra agora