Lisa hanya mengangguk-anggukan kepalanya malas.

"Iya-iya, kalau kamu sama cewek deket tuh nggak apa-apa. Iyain deh iya temenan, beda cerita kalau aku. Kayak nya di deketin Mang Ujang juga kamu pasti nuduh yang nggak-nggak, apa lagi kalau sampai Juan beneran hubungin aku lagi. Cih, nggak adil banget sih Bin." cibir Lisa, gadis itu mengibaskan tanganya di hadapan Hanbin.

....karena di kamus kita berdua kayaknya cewek yang selalu salah bukan cowok." lanjutnya.

Hanbin menukikan alisnya, lelaki itu berdecak keras tidak terima dengan perkataan Lisa.

"Nggak usah kayak anak kecil, Lis." kata Hanbin dengan suara rendah.

Lisa tertawa hambar. "Hahaha kalau aku anak kecil terus kamu apa, Bin. Bayi?"

"Lisa, jangan mulai." Hanbin sedikit meninggikan suaranya, rahangnya sudah mengeras. Sungguh, pria itu tidak ingin ribut. Dia sudah bosan dengan pertengkaran mereka yang sepertinya tidak ada akhir.

"Loh, kok aku?" kata Lisa dengan jari telunjuknya menunjuk pada dirinya sendiri. "Kamu yang mulai lho, kita lagi liburan dan disini ada aku tapi kamu sempet-sempetnya telponan dama cewek. Pake ketawa-ketawa lagi, bahagia banget kayak nya."

Hanbin menghela nafas, tanganya mengacak rambutnya asal. Lelaki itu mendengan pintu lemari yang berada percis disamping ranjang.

"Anjing." desisnya.

Lisa mengepalkan tangannya, "Nggak usah egois, Bin. Kamu nggak bolehin aku deket-deket sama cowok aku turutin, kamu larang aku kasih nomor ku sama Juan-pun aku turutin. Tapi kenapa kalau itu tentang cewek-cewek kamu yang deketin kamu, nawarin sebuah pertemanan buat kamu dan kamu terima aja tanpa berniat untuk lihat aku dulu? Padahal jelas, semua cewek yang deketin kamu tuh punya perasaan lebih dari sekedar temen." gadis itu menarik nafas dalam, menatap Hanbin yang kini juga menatapnya tajam.

"Kamu beneran kayak anak kecil, Lis. Buktiin kalau mereka suka sama aku, bisa? Denger! Selagi mereka nggak bilang suka, ya berarti nggak! Aku nggak mau sok kegeeran dan jauhin mereka cuma karena nanggepin sikap ke overthinking-an kamu ini. Kalau aku lakuin itu, siapa yang jelek hah? Siapa? Kamu juga! Mereka bakalan mikir kalau kamu tuh suka membatasi pertemanan aku, dan aku nggak mau pacarku dijelekin orang-orang diluaran sana."

Lisa terdiam, mendengar perkataan Hanbin. Ada sedikit rasa menyesal ketika kalimat diakhir itu terucap dengan lantang dari mulut kekasihnya itu.

Jadi Hanbin selama ini memikirkan hal-hal seperti itu? Bahkan Lisa tidak pernah berpikir kearah sana, perempuan itu justru selalu cuek-cuek saja menceritakan segala tentang pertengkarannya dengan Hanbin pada teman nya. Membuat sebagaian dari mereka dengan frontal menunjukan ketidak sukaanya terhadap Hanbin.

Lisa tidak berusaha menjaga nama Hanbin baik dimata teman nya, sementara Hanbin? Tetapi Hanbin dia selalu menomor satukan Lisa.

"Perihal Juan, wajar aku minta kamu jauhin dia. Juan masih suka sama kamu, dia bahkan terang-terangan bilang bakalan nunggu kita putus. Sa, aku nggak pernah larang kamu tanpa alasan. Coba kamu pikir ulang, ada aku larang-larang kamu demi keuntungan aku pribadi? Nggak kan?"

Lisa memejamkan matanya, dia sedikit terisak memikirkan segala perkataan Hanbin. Sungguh, Lisa merasa dia gadis terbodoh sekarang. Sudah dicintai sebegitu besar tetapi gadis itu seakan-akan merasa kurang.

"Amel, kamu inget dia? Selama dia nggak aneh-aneh aku masih mau temenan sama dia. Bantu dia kalau dia memang butuh, tapi setelah aku ngerasa ada yang nggak beres. Aku jauhin dia, aku nggak pernah balas chat-nya lagi. Karena apa? Aku nggak pernah niat buat main-main sama perasaan, aku udah punya kamu. Aku nggak perlu yang lain." Hanbin terlihat menarik nafasnya, pria itu mendekat kearah Lisa menepuk puncak kepala Lisa dengan lembut.

[ A.1 ] Just a Tool [ COMPLETED ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang