"Gue cuma lagi badmood aja hari ini. Terus pas aja tadi pelajarannya Pak Eko. Sekalian bolos deh" Rey mengangguk. Emang benar si, sebagian murid dikelas nya selalu mengeluh jika saat itu pelajaran sejarah. Karena yang namanya pak Eko, pasti sangat galak orang nya. Selain itu, beliau juga termasuk orang yang suka sekali dadakan. Ulangan serba dadakan. Kuis serba dadakan. Tugas serba dadakan, dadakan dikumpulkan maksudnya. Beliau memang sulit dipahami.

"Kata Bunda nanti kita mau ke rumah nenek" Mendengar penuturan Rey, Nayla langsung menatap nya dengan tidak percaya. Apa ini? Nayla sedang berdoa agar dia punya waktu luang untuk tidak berangkat sekolah dan kini Tuhan langsung menjawab doa nya lewat Bunda?

"Serius?"

"Iya. Katanya, Bunda mau ngenalin kamu sama nenek"

"Rumah nya dimana, Rey?"

"Eh, bambang! Gue ini abang lho ya!"

"Tau kok" jawab Nayla malas. Mendengar helaan nafas berat dari Rey, membuat Nayla tak kuasa menahan tawa nya.

"Rumah nya dimana, Bang?" Tanya nya ulang. Nayla sengaja tadi, hanya ingin melihat ekspresi wajah dari abang nya ini.

"Menginap atau sekedar singgah?"

"Bahasa lo Nay. Kayak dunia percintaan aja. Belum tanya Bunda si"

"Emang dimana?"

"Dekat, di Semarang"

"Semarang?" Lalu Rey mengangguk menjawab pertanyaan Nayla. Nayla pikir abang nya ini begitu bodoh atau gimana? Rumahnya ke Semarang saja memerlukan waktu berjam-jam. Jadi tidak mungkin tidak menginap kan? Membayangkan saja, sudah membuat Nayla senang. Dengan begini, ia jadi lebih mudah untuk menjauh dari Langit. Lebih mudah untuk menata pikiran. Menata hati dan menata perasaan.

"Kenapa?" Nayla menggeleng sambil memasang senyum palsu nya. Ia hanya belum siap untuk menceritakan isi hati nya pada kakak nya ini. Bukan berati Kaka lebih baik dari pada Rey karena dia lebih memilih cerita dengan Kaka. Tapi karena Kaka sudah lebih dulu tau tentang hubungannya dengan Langit lah yang membuat Nayla tidak segan segan untuk berbagi kisah.

"Nay. Gue mau ngomong jujur" Nayla menatap nya dengan rasa penasaran.

"Langit suka sama lo sejak SMP" mendengar kejujuran dari mulut abang nya membuat Nayla yang tengah menyeruput minumannya jadi tersedak. Lalu menatap Rey tidak percaya. Tidak mungkin seorang Faeza Langit Dermantara menyukai seorang Nayla yang dulunya jelek bukan?

"Oh"

"Gue serius. Gue bilang gini biar kalau lo masih punya rasa sama mantan lo itu, lo masih punya harapan balikan" Nayla jelas tadi mendengar jika Langit sudah memiliki pacar. Jadi tidak mungkin ada harapan seperti itu muncul. Nayla hanya tidak ingin menambah daftar harapan-harapan palsu nya, Nayla juga tidak ingin kembali merasa kecewa karena harapan palsunya.

"Tidak minat balikan sama mantan"

***

Benar saja, disini lah Nayla berada. Di depan pantai yang terlihat begitu indah, apalagi dengan tambahan angin sepoi-sepoi yang menambah rasa segar.

Ini adalah hari ke-2 Nayla berada disini. Di semarang. Ini adalah hari Rabu, yang berarti dirinya dan abang nya sudah ijin tidak berangkat sekolah selama 2 hari. Dan kata Bunda, ia akan menginap sampai hari Jumat dan itu juga menambah rasa senang Nayla. Nayla tidak perlu pusing memikirkan banyak nya tugas untuk beberapa hari ini, meski tugas nya akan menumpuk dihari lain.

Nayla menghela nafasnya pelan. Menikmati angin sepoi sepoi yang membuat sebagian rambutnya berantakan. Menikmati ombak pantai yang bekejar-kejaran. Menikmati sunyinya kesendirian.

Bibirnya sedikit terangkat, melengkung ke atas. Ia pikir, nenek nya tidak suka akan kehadirannya, ia pikir nenek nya seperti Mama nya dahulu. Tapi setelah dua hari disini, Nayla tau bahwa nenek nya begitu menyayangi nya. Ia senang, memiliki keluarga yang seperti ini. Keluarga yang begitu menjadi impian Nayla sejak dulu.

Kata harmonis, sudah cukup mewakili keadaan keluarga nya.

Nayla bahagia, meski dalam hati yang terdalam ada suatu hal yang mengganjal. Nayla tau ini salah. Melarikan diri dari masalah adalah kesalahan besar, karena masalah itu tidak akan selesai jika ditinggalkan begitu saja.

Nayla tengah mencoba untuk terlihat biasa saja jika nantinya bertemu dengan Langit. Nayla pikir, Langit tengah bahagia sekarang dengan pacar baru nya. Pacar kesayangan nya. Semoga, tidak ada Ayla yang dulu-dulu.

Untuk beberapa hari kedapan, semoga nama Langit tidak lagi terlintas dalam pikirannya.

Nayla tersenyum masam mengingat betapa gigih nya dulu ia merubah diri nya jadi seperti ini. Namun, detik ini semua pertahanan yang ia buat seakan runtuh seketika. Perasaan nya tak bisa lagi ia bendung, namun tidak ada yang bisa ia lakukan. Sekalipun mengungkapkan kebenarannya.

Nayla pikir, ia bisa dengan mudah nya melupakan Langit dan membalas dendam pada Langit. Namun nyatanya, boomerang yang ia buat malah berbalik ke diri nya sendiri. Cinta itu bahaya. Nayla tau, niat ingin membalas dendam tapi hati berkata tidak. Sebahaya itukah cinta? Membuat kita hanya ingin melindungi orang yang kita sayang. Bahkan sekalipun dunia tidak merestui, kita bahkan rela memberikan segala dunia kita untuk mereka.

"Sendirian, dek?"

Itu bukan suara Abang nya. Nayla yang mengetahui hal itu lantas menoleh kesamping. Nayla mengerutkan keningnya, berpikir. Seperti nya ia tidak mengenal orang yang baru saja singgah disamping tempat nya duduk.

"Jangan main disini dek. Bahaya. Anak kecil dilarang main di pinggir pantai" Nayla melebarkan kedua kelopak mata nya. Siapa yang baru saja dipanggil anak kecil?

"Saya?"

"Iya dek. Kamu"

"Kenalin. Nama aku Hans, aku kelas 1 SMA. Kalau kamu?"

"Nayla. Kelas 11" Jawab nya singkat. Dia tidak menyangka kalau dirinya dipanggil adek oleh anak laki-laki yang bahkan masih kelas 10. Ingat, satu tingkat dibawah Nayla! Nayla menatap nya sejenak sebelum mengalihkan pandangannya.

"WHAT?"

Tbc.

***

Purworejo,

Meet Again ; Ketika Kisah Belum Usai [End✓]Where stories live. Discover now