Masih Sama

83 26 0
                                    

"Ada saatnya yang menyia-nyiakan seseorang, akan merasakan rasanya disia-siakan"


~Nayla Nacaella Putri~
***

Matanya mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya. Tangannya beralih kebagian kepala karena dirasa berat. Saat dirinya hendak bangun, tiba-tiba saja seluruh badannya lemas, tidak berenergi sama sekali.

Pintu kamar terbuka perlahan, gadis itu masih dengan posisinya karena untuk bergerak pun rasanya masih lemas. Suara langkah kaki lama-kelamaan terdengar semakin mendekat, dan saat gadis itu menoleh dia melihat seorang perempuan paruh baya dengan senyum menawannya dan semangkok bubur yang dibawanya.

"Sudah lebih baik?" gadis itu mengangguk pelan.

"Ya sudah. Ini dimakan dulu ya, perut kamu harus diisi" sambil memberikan semangkok bubur yang dibawanya tadi.

Nayla bangun dengan dibantu oleh wanita yang diduga pemilik rumah ini, lalu ia menatap wanita paruh baya itu sebentar dengan raut wajah datarnya lalu menerima makanan yang diberikannya.

Pelan. Dia makan sangat pelan karena perutnya sedikit perih saat memasukan makanan kedalam perutnya itu.

"Kenapa ga dimakan lagi nak?" tanya wanita itu.

Nayla hanya menggeleng pelan. Dia diam menatap jendela yang langsung terhubung dengan taman hijau. Dia ingat, dia ingat perkataan Mama nya tadi siang. Dadanya terasa sesak mengingat hal itu. Suara Mama nya terdengar dengan jelas disetiap kesempatan. Matanya memerah menahan tangis yang ingin dia tumpahkan.

Tidak. Nayla tidak boleh lemah dihadapan orang lain, dia tidak boleh terlihat rapuh dihadapan orang lain. Cukup Tuhan dan dirinya yang tau. Cukup dia yang merasakannya.

Dia mengerti sekarang, mengapa Mama nya tidak pernah berbicara lembut dan selalu kasar terhadapnya. Dia mengerti mengapa Mama nya selalu marah saat melihatnya. Dia mengerti mengapa Mama nya lebih mementingkan karir dari pada tinggal dirumah menghabiskan waktu bersamanya. Dia mengerti mengapa Mama nya melakukan hal itu. Dia mengerti rasa sakit yang didapatnya selama tinggal disana tidak lebih sakit dengan ungkapan Mama nya yang mengatakan bahwa dia hanya anak pungut. Yang berarti dia hanya sekedar menumpang dirumah yang sudah ditinggalinya sejak dulu.

Nayla tidak berhak atas kebaikan Mama Papanya itu, ralat kedua orang tua yang menampung nya selama beberapa tahun ini. Dia harus mengembalikan semua pemberian kedua orang itu. Harus.

"Kamu mau pulang?" pertanyaan itu mengalihkan pusat pemikirannya lalu menoleh sambil mengangguk.

"Ya sudah nanti tante antar" ucap wanita paruh baya itu. Nayla menggeleng tanpa mengucapkan sepatah kata sejak dia bangun dari pingsannya. Terdengar helaan nafas dari wanita yang membantunya itu, namun Nayla tetap kekeuh dengan keputusannya itu.

Nayla mulai beranjak dari tempat tidur sambil sesekali menahan rasa perih yang menyerang perutnya dan kepala nya yang terasa berat membuat dirinya sesekali memegangi kepala nya.

"Masih ada yang sakit?" Nayla hanya memejamkan matanya sejenak sambil terus mencoba kuat, lalu mengangguk pertanda 'tidak apa-apa' walau sebenarnya sebaliknya.

***

"Dilihatin terus" goda Mama nya karena semenjak Nayla keluar dari rumah Langit, Langit terus-terusan menatap punggung gadis itu yang perlahan mulai menghilang dibalik jalanan.

Langit hanya menggeleng lemah. Dia tidak mungkin menampakan wajahnya dihadapan Nayla karena Nayla kemungkinan besar akan menolaknya. Menolak bantuan darinya.

Meet Again ; Ketika Kisah Belum Usai [End✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang