Kenyataan

88 28 1
                                    

"Sebaik apapun kebohongan, kebohongan tetaplah kebohongan"

~Nayla Nacaella Putri~
***

Setelah memarkirkan sepeda motornya dalam garasi, Nayla pun langsung bergegas melangkah kedalam rumahnya. Kakinya terhenti saat suara gaduh terdengar nyaring ditelinganya, suara itu terdengar seperti suara jatuhnya benda. Tidak menunggu lama Nayla pun melangkah mendekat kearah suara dengan cepat.

Nayla mematung saat melihatnya, suara itu ternyata suara guci tersayang mamanya yang sudah menjadi puluhan pecahan yang tergeletak diatas lantai.

"Maaf non. Bibi ga sengaja"

"Sumpah non kalau bibi ga sengaja" suara kedua terdengar seperti getaran karena ia mengucapkannya juga dengan bergetar. Nayla mendekat kearah bibi karena dia tau apa yang bibi itu rasakan, dia tau ketakutan bibi yang telah merawatnya sejak kecil itu.

"Iya bi gapapa" balas Nayla sambil memeluk bibi dihadapannya yang sedang ketakutan.

"Nanti kalau nyonya mar--"

"Nanti biar Nay yang urus. Udah sekarang bibi istirahat aja dulu. Ini biar Nayla yang urus" Nayla mencoba menenangkan sang bibi.

Dengan telaten Nayla mengambil satu persatu pecahan guci dan dimasukan keatas serok sampah yang tersedia dikamar sang mama, ya guci itu terletak didalam kamar mamanya.

Nayla tau itu guci kesayangan mamanya. Karena itu hadiah terakhir yang didapat sang mama dari nenek nya dan itu tidak dapat diganti karena nenek nya telah meninggal beberapa tahun silam.

Kemungkinan yang akan terjadi adalah kemarahan sang mama yang harus siap dihadapi oleh Nayla, kali ini Nayla akan berada pada garda terdepan membantu bibinya. Nay merasa memiliki utang budi karena bibinya dulu suka membantu dirinya saat dia masuk kedalam lingkaran masalah.

Nayla sibuk dengan pikiran yang melintas kedalam otaknya hingga ia tak sadar ada sepasang sepatu yang mengkilap berada didepan tangannya saat mencoba meraih pecahan guci yang terakhir.

Dia menatap sepasang sepatu yang berada didepannya lalu mendongak dengan perlahan untuk melihat sang empunya. Walaupun Nayla tau itu pasti milik Mamanya.

"KAMU!" bentak wanita paruh baya ini dengan raut muka yang merah menahan amarah. Nayla langsung berdiri tepat dihadapan mamanya.

"KAMU BERANI-BERANI NYA YA MASUK KEKAMAR SAYA!" Nayla yang mendengar pun dengan susah payah menelan saliva nya. Dia takut, jujur saja dia juga pernah ada disituasi ini dulu. Bedanya dulu bibinya yang membantunya dan sekarang dirinya yang membantu bibinya.

"DAN APA ITU?" tanya sang Mama dengan menunjuk kearah serok sampah yang terisi oleh banyaknya pecahan guci berwarna silver itu.

"KAMU PECAHIN GUCI KESAYANGAN SAYA?" Nayla diam mematung sambil menunduk dihadapan Mamanya. Kakinya melemas ditambah tubuhnya bergetar ketakutan.

"KAMU TAU KAN ITU GUCI KESAYANGAN SAYA?" Nayla mengangguk pelan tiga kali dengan keadaan masih menunduk tidak berani menatap mata sang Mama.

"DASAR ANAK PUNGUT! PERGI KAMU ! SAYA TIDAK MAU MELIHAT KAMU LAGI!" Bentak Mamanya sekali lagi dengan nada yang sangat marah dan mata yang melotot hampir mau keluar.

Deg!

Nayla yang kaget pun langsung menatap mamanya dan melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar dengan cepat dan menghampiri bibinya yang menatapnya kasihan dengan rasa bersalah karena beliau lah yang harusnya dimarahi majikannya itu.

Nayla memeluk wanita paruh baya itu setelah berada tepat didepannya menumpahkan segala kekesalan nya lalu melepaskan pelukannya dan mengangguk kepada bibinya untuk menyakinkan bahwa dirinya akan baik-baik saja.

Meet Again ; Ketika Kisah Belum Usai [End✓]Where stories live. Discover now