"Sayang, gue tidak percaya" lanjutnya, lalu berlari secepat mungkin dari pandangan Rey. Ia senang, setidaknya ini adalah hari yang selalu ia tunggu. Hari dimana dia bahagia akan hidupnya.

"Awas lo Nay!" Lalu berlari mengejarnya. Dari sekian banyak pasang mata yang melihatnya, ada sepasang mata yang sejak tadi mengamati pergerakannya. Sambil tersenyum dia terus memperhatikan bagaimana Nayla tersenyum, tertawa, bahkan menggoda Kakak nya. Dia tersenyum simpul, setidaknya dia menjadi bagian yang disebut proses kebahagiaan. Setidaknya, usaha nya kali ini tidak sia-sia. Meski tidak dipungkiri bahwa dia akan merasa sakit hati serta merasa iri dalam satu waktu.

Ya, dia iri karena tidak bisa menghabiskan waktunya yang begitu banyak dengan Nayla. Dia iri karena tidak bisa menjadi alasan Nayla untuk tertawa. Tapi melihatnya tertawa, dia bahagia.

Semoga ini yang terbaik

***

Nayla melangkah kan kaki nya pelan saat melihat laki-laki bertubuh jangkung melewati nya begitu saja. Setelah banyaknya pemikiran, akhirnya Nayla putuskan untuk memanggilnya. Karena bagaimana pun, ia harus berterimakasih dengan nya.

"Langit" Langkahnya terhenti, dihembuskan nafasnya sebentar sebelum akhirnya berbalik badan. Ia tau, Nayla memanggilnya.

"Makasih buat semuanya" Langit hanya mengangguk sekali, beda sekali dengan hati nya yang tengah berbunga karena dapat mendengar Nayla berbicara dengan begitu lembut dengan nya.

"Ah iya, lo ada waktu? Kalau ada gue mau traktir lo makan. Itung-itung balas budi gue" Langit mendengarnya dengan tidak percaya. Nayla yang biasanya mengucapkan sepatah dua patah kata, kini mengucapkan 17 kata yang artinya ada kemajuan. Tidak hanya itu, nada suara Nayla juga terdengar lebih santai dan lebih lembut. Tapi, entah setan mana yang merasukinya dia malah menjawab begini.

"Gue ada janji sama pacar gue. Gue duluan" Lalu dengan langkah panjang, Langit mulai meninggalkan Nayla yang masih menatapnya tak percaya. Jadi, selama ini Langit hanya merasa bersalah karena urusan dimasa lalu? Makanya ia begitu baik? Nayla tersenyum mengejek. Lagi-lagi, ia hanya bisa menahan nafas. Ia berjanji, kali ini untuk tidak akan jatuh dalam pesona Langit lagi.

Jam masuk berbunyi, bukan nya jalan menuju kelas, Nayla malah berjalan menjauhi area koridor. Nayla terus saja berjalan hingga menuju ke taman belakang sekolah.

Nayla duduk disalah satu bangku yang tersedia. Matanya tak sengaja tertuju pada setangkai mawar yang terlihat layu. Nayla mendekati nya, menatapnya dari dekat. Menatap bunga mawar yang begitu tidak disukai nya. Dan kini ia tau apa alasan dibalik itu semua, ya karena tragedi waktu dirinya masih kecil.

Dia menatap sendu pada mawar yang hampir mati, masih ada harapan untuk hidup karena bunga itu hanya sedikit layu. Masih ada harapan. Beda sekali dengan dirinya yang sudah tidak ada harapan. Harapan bersama dengan seorang yang begitu senang hinggap dihati dan pikiran Nayla.

Segera mungkin ia ambil air minum yang ada di tas nya lalu menyiramkan pada bunga mawar itu. Setidak nya dia bisa menjadikan harapan untuk tidak mati itu pada mawar merah. Meski dirinya tidak bisa menjadikan harapan nya menjadi kenyataan.

Tapi, Nayla bahagia. Setidaknya ia masih memiliki orang-orang yang sayang pada nya. Segera mungkin Nayla menghapus air mata yang dengan beraninya meluncur dengan mulus nya di kedua pipi Nayla.

Untuk saat ini saja, Nayla begitu ingin menikmati kesendirian. Dia hanya tidak ingin tidak fokus belajar nantinya jika dikelas. Nayla hanya ingin meluapkan segala kesedihannya. Karena kali ini Nayla sadar dengan betul bahwa dirinya masih mencintai seorang Faeza.

Nayla tidak menyangka bahwa ia kembali jatuh dalam pesona Faeza. Harusnya sejak awal ia tidak memberikan kesempatan pada Faeza untuk ikut campur dalam urusan nya. Seharusnya ia tidak bersikap baik pada Faeza. Seharusnya Faeza tidak pernah hadir kembali dalam kehidupan Nayla. Seharusnya Nayla tidak pernah mengejar cinta Faeza sewaktu masa putih biru. Seharusnya, ah. Kata seharusnya hanya menjadi penyesalan terdalam Nayla.

Nayla tidak tau apakah dirinya harus membenci Faeza lagi?

Nayla menggeleng sambil menahan air mata nya yang hampir jatuh untuk ke dua kalai nya.

"Aku tidak boleh benci Faeza, mungkin emang udah saat nya untuk melupakan Faeza" ucapnya lirih sambil mengangguk sedikit ragu. Meski masih ada keraguan, kekecewaan, kebencian, namun lagi-lagi Nayla harus sadar diri. Jika Langit lah yang membantu nya menemukan keluarga nya. Keluarga kandungnya.

Ting!

Notif pesan dari abangnya membuat nya mau tidak mau membalasnya.

Dari abang jelek :
Lo dimana?

Untuk abang jelek :
Dimana-mana

Dari abang jelek:
Serius. Udah ada guru ini.

Untuk abang jelek:
Izin. Gue lagi mau bolos

Dari abang jelek:
Gue bilangin bunda nanti!

Untuk abang jelek:
Terserah!

Dari abang jelek:
Ntar istirahat ke kantin bareng gue. Kalau tidak, gue adukan ke ayah sama bunda!

Dari abang jelek:
Astaga, cuma dibaca. Oke, gue anggap lo bilang ya.

Nayla segera menutup handphone nya. Malas meladeni abang nya itu. Ia lebih memilih untuk kembali menatap bunga mawar didepan nya. Nayla menghembuskan nafasnya pelan. Sial! Nasib nya sama dengan bunga yang paling tidak disukainya itu. Sama-sama layu.

"Sayang, lo bolos ya?"

Tbc.

***

Purworejo,

Meet Again ; Ketika Kisah Belum Usai [End✓]Where stories live. Discover now