Nayla duduk dengan tidak tenang, dirinya terus saja mengkhawatirkan keadaan mamanya sekarang. Dia menunduk sambil menutupi mukanya dengan kedua tangan.

Seseorang berjalan melewati lorong rumah sakit dengan santai hingga ujung matanya mendapati seseorang yang tengah menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

Dia menatap nya secara intens, dari perawakannya mirip dengan seseorang yang dia kenal lalu pandangannya jatuh pada baju yang dikenakannya dan terdapat noda bercak darah yang menempel pada baju itu.

Langkah kakinya perlahan mendekat kearahnya dan setelah yakin barulah dia duduk disamping perempuan itu. Nayla tau bahwa ada yang duduk disampingnya namun dia masih tetap diam, enggan untuk melihat.

"Kenapa bisa disini?" suara serak khas seseorang yang dia kenal terdengar ditelinga hingga mau tak mau dia mendongak dan mendapati seseorang yang tidak lama ini sering mengganggunya.

Mata sembab, hidung merah, pipi bekas air mata, penampilan acak-acakan dan noda darah pada bajunya. Itu yang dilihat dari Nayla saat ini di mata Langit. Langit yang tadinya hanya berniat mengantar sang mama ke rumah sakit karena urusan mendadak, malah sekarang ingin berlama-lama disini.

Ingin sekali Langit merengkuh Nayla kedalam dekapannya, ingin sekali Langit menjadi tempat curhat Nayla, ingin sekali Langit menenangkan Nayla. Tapi dia ingat, dia bukan siapa-siapa Nayla. Bahkan jikapun Nayla adalah Ayla, berarti Langit hanyalah sebatas mantan dalam diri Nayla.

"Nay?"

"Lo bisa kok curhat ke gue"

"Dan siapa yang sakit?"

"Bukannya tadi lo udah baik-baik aja?"

Pertanyaan terakhir dari Langit keluar dengan sendirinya alias reflek, mendengar pertanyaan itu Nayla pun menoleh dengan tatapan yang kalau diartikan artinya 'maksudnya?' kira-kira seperti itu artinya.

Karena sejak tadi, yang Langit tau hanya lah ; Nayla tidak tau jika tadi dirinya yang membawa nya ke rumah. Langit pikir, Nayla tidak tau jika tadi itu rumah Langit.

"Emm-- eh maksud gue itu--" perkataannya terhenti setelah mendengar suara pintu dibuka dari dalam kamar. Dan Nayla bergegas mendekat kearah dokter.

"Keluarga pasien?" Nayla mengangguk.

"Pasien kekurangan banyak darah, jadi kami sedang mencari stok darah untuk pasien" mata Nayla menyipit dengan kedua alis berdekatan, dokter yang mengerti akhirnya membuka suara lagi.

"Stok darah AB+ sedang habis jadi sa--"

"Golongan darah saya AB+ dok" potong Nayla cepat.

"Jadi kamu bersedia?" Nayla mengangguk yakin.

"Ya sudah mari ikut saya"

***

Langit, sedari tadi dia hanya menyimak obrolan dokter dengan Nayla tanpa ikut bersuara. Saat mendengar Nayla akan mendonorkan darahnya untuk mamanya, dia tau bahwa dibalik sikap Nayla, ada kebaikan yang tersirat.

Apapun akan dilakukan untuk orang tersayang, seperti dirinya yang akan melakukan apapun untuk Ayla nantinya. Nayla kembali ketempat duduk nya semula setelah mendonorkan darahnya, dia terlihat lemas dan pucat.

"Nay lo baik, kan?" Nayla menggeleng pelan, dan seketika dia terjatuh kedalam pelukan Langit yang masih setia berdiri didepannya.

"Nay?" panggil Langit pelan.

"Nay? Lo kenapa Nay?" merasa tak ada pergerakan, Langit pun menepuk pipi kanan Nayla dengan tangannya sambil terus memanggil namanya, berharap Nayla akan sadar. Namun nihil.

Meet Again ; Ketika Kisah Belum Usai [End✓]Where stories live. Discover now