enam

2.1K 85 3
                                    

Derap langkah sepatu Davin yang tenang terdengar menggema di lorong putih gading tanpa noda. Suasana aneh sama sekali tak membuatnya bergidik. Meski samar-samar suara teriakan wanita terdengar olehnya, tak membuatnya berpikir untuk berbalik melarikan diri. Seakan terbiasa, tak terlihat ekspresi takut ataupun ngeri di wajahnya.

Meski dia berselisih dengan wanita berambut panjang yang baru saja keluar dari salah satu ruangan, dia tak terganggu akan belati yang wanita itu genggam.

Pintu berlapis pintu terbuka. Davin memasuki ruangan luas berdinding beton dengan permadani dan sofa nyaman di dalamnya. Lantas dia melempar tasnya ke sembarang arah dan menghempas badan ke atas sofa.

Albert, si cowok berkacamata bingkai—cowok yang dijuluki Einstein oleh Evelyn, mengalihkan tatapannya dari monitor komputer ke arah sofa tempat Davin berbaring memijit pangkal hidung.

"Seminggu nggak nongol ... lo baik-baik aja, 'kan?" tanya Albert. Dirinya yang dikenal gugup dan agak nerd itu tampak kalem di tempat seperti ini.

Davin membuka mata yang tadinya terpejam. Tanpa menoleh, dia hanya merespons gumaman mengiyakan. Melihat itu, Albert kembali menatap monitor sembari berkata, "Pilnya udah jadi. Lo bisa ambil ntar."

"Hm. Makasih."

Ruangan luas itu kembali hening. Pintu lapis baja ruangan itu tiba-tiba terbuka diiringi suara nyaring lelaki berteriak memanggil nama Davin.

"DAVIIIN!! BRENGSEK LO SIALAN!"

Albert kaget. Sedangkan Davin tetap tenang bahkan ketika Leon menarik krah kemejanya dan menyandarkannya ke sandaran sofa.

"Sejak kapan cowok kayak lo naksir cewek, haah!!? Kenapa harus Shella!? Lo sengaja kan deketin Shella karna lo tau gue naksir diaa!!? Haahh!!?"

Davin masih menatap datar. Membiarkan Leon berkicau.

"Sialan!! Lo mainin gue, haahh!? Mana penjelasan lo!? Mana!?"

Davin berdecak, menepis tangan Leon. Dia menarik lengan Leon dan membuat temannya itu duduk di sampingnya.

"Gue nggak pacaran. Dan lo bukan pacarnya."

Leon mengatup bibirnya. Lalu mendesah jengkel. "Tapi gue demen!!"

"Cari yang lain."

"Curang! Nggak bisa gitu dong, Dav! Yang suka duluan kan gue!"

"Dia sukanya gue."

Albert yang diam-diam nguping malah melongo. Apakah mereka sedang merebut Shella yang itu? Shella yang di kelasnya; yang duduk di belakang bangkunya?

"Nggak bisa! Walaupun dia suka sama lo, pokoknya yang naksir duluan tuh gue!"

Tepat saat Davin mendesis, suara speaker di sudut ruangan spontan membuat mereka serempak menoleh. Walaupun suara wanita yang terdengar dari speaker terlalu familier, mereka tetap memasang kuping untuk mendengarkan.

"Hei, Davin, kamu di sana kaan?"

Davin diam, mengabaikan tatapan Albert dan Leon.

"Aku ada tugas nih buat kamu. Kutunggu yaah di ruangan biasa."

Pemberitahuan selesai. Davin kemudian beranjak. Leon yang masih menggebu berseru, "Lo utang penjelasan, Dav!"

Davin berjalan pergi. Berkata, "Shella bukan tempat buat main-main."

Leon menghempas napasnya setelah Davin lenyap dari pandangan. Dia lantas beranjak. Kemudian menginjak jengkel permadani yang lembut, meluapkan kekesalannya dengan cara itu. Albert yang melihatnya kian tersenyum tipis. Dia kembali menatap monitornya.

Shella in the Davin's WorldWhere stories live. Discover now