dua

2.9K 106 17
                                    

Hujan masih deras. Bulir air menempel di kaca jendela geser kamarnya Evelyn. Shella memeluk kedua kakinya, duduk di atas kasur. Rambutnya basah, habis dikeramas. Matanya sembab. Pikirannya masih melayang soal tadi.

Shella dipermalukan dengan amat parah.

Seumur hidup, dirinya hanya didatangi oleh wajah-wajah cerah yang memuji bakat dan parasnya. Dan, untuk pertama kalinya dia melihat wajah-wajah mengasihani yang tak mau peduli saat Shella diperlakukan kurang ajar oleh cowok sialan itu.

Kalau bukan Evelyn yang turun tangan, mungkin Shella hanya akan berjalan sendirian diiringi tatapan iba campur sinis orang-orang yang sudah lama menunggu dirinya sesekali jatuh reputasi.

Shella membuang napas, menyandarkan dagunya ke lutut.

Pintu kamar terbuka. Evelyn masuk dengan handuk yang melilit rambutnya.

"Shel," panggilnya sambil menyentuh lengan Shella. "Tidur sini atau pulang?"

Shella mendesah sinis. "Gue takut asbak melayang kalo nggak pulang."

Evelyn tersenyum sendu. "Yaudin. Makan dulu yuk. Kalo lo pulang dulu takutnya lo nggak dikasih makan, lagi."

"Tadi kan udah."

"Di sekolah?" Evelyn mendecak. "Yang lo makan cuma biji bakso bego!"

Shella tak menggubris. Usai menghela napas, Evelyn duduk di sampingnya. Menyolek pipi Shella dan terkekeh.

"Masih kepikiran Davin ya?"

"Hm." Shella membuang napas berat. Mengepalkan tinju. "Baru kali ini gue pengen banget ninju orang."

Evelyn tersenyum. "Gue bantu dah. Yang penting sekarang lo makan dulu. Nyokap udah siapin. Ntar baru deh gue anter pulang. Kemaleman takutnya lo dimarahin lagi."

"Nggak bakal keknya. Nilai presentasi gue kan oke!" sahut Shella tersenyum riang. Lesung pipi serta gingsulnya membuat Evelyn yang melihat juga ikut tersenyum.

Meski Evelyn tahu ada luka yang selalu Shella sembunyikan.

*

"Kalian kapan ih pake khimarnya? Dari dulu juga Mami bilangin cewek itu wajib pake khimar ...."

Wanita paruh baya dengan khimar lebar dipadu gamis hitam yang dia pakai berdiri di depan Shella dan Evelyn. Wajah segar dan ramahnya tak pernah bosan Shella pandang. Apalagi matanya yang jeli. Wanita itu menggambarkan sosok ibu yang Shella impikan.

Beliau ibundanya Evelyn. Aleya namanya. Sudah Shella anggap sebagai ibu sendiri.

"Iya ih Mami ntar juga dipake. Kan butuh proses ya kan, Shel?" layang Evelyn mengharap bantuan Shella agar dapat pergi dari ceramah Aleya.

Shella mengangguk ceria.

"Butuh proses, Mam!" seru Shella.

"Proses-proses! Keburu mati baru tau rasa!"

"Ih Mami kejam banget nakutin kita. Udah ih aku pergi dulu anterin Shella. Pinjem mobil Mami, yah! Masih hujan tuh!"

Aleya tersenyum kecut sembari menyodorkan kunci mobil pada anaknya. "Hati-hati. Jangan kemaleman. Jangan keliaran. Langsung pulang. Sekarang musimnya pembunuhan. Kalian masih gadis ntar kenapa-napa Mami yang repot!"

Evelyn dan Shella serempak terkekeh geli. Kemudian menghentikan celotehan wanita itu dengan memberikan kecupan di pipi.

"Bye Mami assalamu'alaikum!"

Aleya menghela napas melepas kepergian kedua gadis itu. "Wa'alaikumussalam. Cepat pulang! Jangan pake keliaran! Udah Maghrib!"

"IYA MAM IYAAAA!"

Shella in the Davin's WorldWhere stories live. Discover now