Mata gadis itu merah, basah oleh air mata. Tampak berkaca-kaca seperti ini, entah mengapa perasaan Ridan tak enak, dan jantungnya berdetak terlalu cepat tiba-tiba. Seakan gadis itu begitu lemah dan tak berdaya, ini mebangkitkan keinginannya untuk melindungi. Lagipula, dengan ketidak berdayaan yang ditampilkan Wina seperti ini, gadis itu jadi jauh kelihatan lebih lembut dan cantik.
Ridan berusaha menguasai diri.
Wina mundur selangkah, dan menunduk. Mengutuk peruntungnya yang jelek. Bukannya dia benci pada Ridan, hanya saja berkali-kali digoda membuat gadis itu risih. Sial banget sih!
"Nat?" Untuk pertama kalinya, Ridan memanggil namanya dengan serius. Memasukan kedua tangan pada kantong celana, pemuda itu takut kalau-kalau dia khilaf lalu menarik gadis itu kedalam pelukannya. Kedua tangannya mengepal, mengutuk siapapun yang membuat gadis itu menangis. "Seriusan, lu kenapa? Siapa yang ngejahatin lu?"
Masih mencoba memahami rahasia takdir, Wina menghela napas diam-diam. "Gue gak apa-apa, Dan." Ujar gadis itu pelan. Sekali lagi mundur selangkah.
Namun, Wina tak berharap kalau Ridan justru membunuh jarak yang baru saja dia buat. Setiap langkah yang diciptakan Wina, tanpa sadar diambil kembali oleh pemuda itu. "Terus, kalau gak ada apa-apa, kenapa lu nangis?" Tanya pemuda itu lagi, lebih menuntut kali ini.
Emang kalau gue nangis, urusannya sama lu itu apa?
"Nat, seriusan gue bisa gak tenang kalau ngeliat lu kayak gini. Mungkin lu pikir gue selama ini cuma main-main, tapi asal lu tahu, gue beneran peduli sama lu."
Melirik tak percaya, Wina meneliti wajah pemuda di depannya yang sekarang menghilangkan wajah cengengesan yang biasanya bertengger di sana. Padahal selama ini Ridan selalu bertindak seakan-akan dia itu Don Juan, jadi Wina agak terkejut dengan dirinya sekarang. Siapa yang mrnyangka saat ini, dia kelihatan seperti cowok yang benar-benar bisa diandalkan.
"Natasha!"
Tersentak dengan nada tegas Ridan yang terdengar mendesak. Wina menghela napas, akhirnya membalas tatapan Ridan dengan tegas. "Udah gue bilang, gue gak apa-apa." Jeda sejenak, Wina agak bingung menjelaskan. Malu dengan alasan konyolnya. "Gue nangis gara-gara ngiris bawang." Ujarnya pelan, cemberut.
Terdiam, Ridan mengedip beberapa kali. Bingung. "Ngiris bawang?"
Wina hanya menatap pemuda itu, melihat Ridan yang linglung seperti ini agak lucu. Meskipun dia ingin tertawa, tapi entah mengapa rasanya tak tega. Lagipula, untuk pertama kalinya Ridan bertindak serius seperti ini, dan bohong kalau sebenarnya dia tak tersanjung.
Ridan kemudian berdehem, memulihkan ekspresinya. "Ya ampun, gue kira kenapa. Gue udah panik aja ngeliat lu nangis kayak gitu." Ridan menggelengkan kepala, melipat tangan di dada. "Lain kali jangan bikin gue khawatirlah."
"Siapa juga yang mau buat lu khawatir." Wina mulai berjalan, berniat kembali ke kelompoknya. "Lagian lu kok bisa di sini sih? Toilet cewek sama cowok kan pisah." Tanya gadis itu kemudian-curiga.
"Gue ngikutin lu." Jawab Ridan tanpa malu-malu, mengikuti Wina kembali ke kelompoknya. "Tadi gue kebetulan ngeliat lu pergi dari kelompok lu, niatnya mau gue godain, eh taunya malah ngeliat lu lagi nangis."
Wina berdecak pelan. "Lu kayak gak ada kerjaan deh, Dan. Gak ada cewek lain yang bisa lu gangguin apa?"
"Orang gue tertariknya sama lu."
"Serius."
"Gue selalu serius, Nat. lu nya aja yang gak sadar. Kalau cuma buat main-main, ngapain ngejar yang susah kayak lu. Asal tahu aja, cewek-cewek tuh banyak yang ngincer gue, secara gue kaya, ganteng." Ridan menaik turunkan alisnya, seringainya menggoda.
"Bisa lebih rendah hati gak? Jangan terlalu narsis."
"Lho, yang bilang gitu kan bukan gue, cewek-cewek tuh."
Wina hanya memandangnya skeptis.
"Nah, jadi lu udah tahu kan kalau gue ini high quality jomblo. Jadi gimana, tertarik gak jadi pacar gue?"
"Enggak." Tolak gadis itu cepat.
Ridan pura-pura mencengkram dadanya, dan menampilkan ekspresi kesakitan. "Lu bikin gue patah hati."
"Gue bukan tipe php. Jadi udah nyerah kan?"
Ridan nyengir, dan menggeleng dengan semangat. "Enggaklah! Batu aja bisa hancur karena usaha air yang tak pernah lelah. Jadi gue yakin, suatu saat lu juga bakal luluh sama usaha gue yang tiada akhir." Ujarnya yakin.
Wina memutar matanya. "Terserah." Ucapnya pasrah, lalu berjalan terburu-buru kembali ke kelompoknya.
"Tenang Nat, gue gak akan mengecewakan lu!" Dibelakanya, Ridan berseru dengan lantang.
Wina tak menanggapi, tapi entah mengapa tiba-tiba saja Ridan terlihat tidak semenyebalkan biasanya.
----------------------------------------------------------------------
Dear Kakak-kakak,...
Nah, tabunganku sekarang sudah habis, jadi kayaknya aku bakal hilang lagi sementara waktu untuk nabung. Semoga kalian tidak terlalu kecewa. :)
Dan terutama, karena aku lagi sakit jadi mungkin aku akan mulai menulis lagi setelah agak pulih. Aku usahakan secepatnya, semoga dalam tujuh hari aku bisa menulis lagi.
Jadi aku minta maaf ya kakak-kakak, tolong jangan berpaling hati. Hiks....
Bagi yang kangen sama Axel yang belum muncul-muncul, yakinlah terkadang penantian itu berbuah manis. #alasan.
Terus, bagi yang udah berkenan vote dan komen, terimakasih banyak...
Sering ada saat aku down dan merasa tidak ingin melanjutkan cerita ini, tapi setiap kali melihat vote dan komen kalian, aku merasa bahagia dan semangat lagi.
Aku tidak akan memaksa kalian untuk vote dan komen, itu hak kalian. Tapi aku ingin menyampaikan terima kasih karena sudah melakukannya.
Dan terimakasih juga untuk yang telah menjadi silent reader, melihat viewer bertambah juga makin senang kok. Soalnya cerita ini sepertinya view-nya sedikit, jadi tadinya aku agak ragu cerita ini disukai. Tapi karena terus bertambah, aku jadi memulihkan semangat ku.
Terakhir, ayo kita semua semangat menjalani hari, Kak!
Semoga ceritaku memberi semangat di hidup kalian.
Jiayou!!!
Regards,
R. R. Putri.
VOUS LISEZ
Clockwork Memory
Roman d'amourNatasha Vienna (Wina), seorang mahasiswi baru yang tengah bersemangat menjalani awal kehidupan kampusnya. Bertekad untuk memiliki banyak teman dan berhubungan baik dengan para senior, bertemu dengan seorang ketua BEM yang menjadi idola satu fakultas...
Chapter 17
Depuis le début
