16. Daddy Lessons

2.2K 190 9
                                    

(Dubai, 2004)

Edward membawa gadis kecil berusia delapan tahun itu ke sebuah pertemuan. Sahabatnya, Lahfaz, sedang berulang tahun.

"Ah, sobatku! Senanglah diriku kau telah menghadiri pesta ulang tahunku ini," sambut Lahfaz, menepuk pundak Edward.

"Sesibuk apapun aku, tidak pernah aku mengkhianati janjiku sendiri," balas Edward, kedua pria itu pun berpelukan, gadis kecil yang digandeng Edward itu hanya bisa tersenyum tipis.

"Lisa, kau sudah tinggi sekali!" sapa Lahfaz, berlutut agar bisa menyapa Lisa.

"Iya, terima kasih. Aku minum susu setiap hari dan juga berenang," kata Lisa, menundukkan kepalanya.

Lahfaz menaikkan dagu Lisa agar wajah gadis kecil itu terangkat. Edward tersenyum, seakan tahu apa yang akan dilakukan Lahfaz.

"Gadis kuat seperti Lisa tidak boleh menundukkan kepalanya. Dengarkan aku, jangan pernah menundukkan kepalamu kepada orang yang tidak menghargaimu." Lahfaz memberi wejangan kepada puan kecil di hadapannya.

Lisa tersenyum, lebih lebar dari sebelumnya. Edward pun mengangkat tubuh Lisa dan meletakkannya agar duduk di bahunya.

Lahfaz pun berlalu, pria itu masih harus menyapa banyak tamu. Edward diberikan tempat duduk paling eksklusif di tempat itu. Di meja mereka sudah tersedia papan catur beserta bidak-bidaknya, permainan kesukaan Edward.

"Lahfaz masih ingat ternyata," gumam Edward.

"Ayah! Ayah! Lihat! Ada catur! Ayo kita bermain," ajak Lisa, menarik lengan Edward agar cepat-cepat duduk dan bermain catur dengannya.

Keduanya pun duduk berhadapan dengan papan catur yang memisahkan mereka. Seperti inilah kebiasaan ayah dan anak itu jika sudah berhadapan dengan permainan catur, permainan santai saja sudah serasa turnamen tingkat nasional!

"Lisa, kau lihat ratuku yang masih ada?" tanya Edward. Lisa mengangguk, melihat ke arah pion ratu milik Edward yang masih bertahan di papan permainan.

"Jadilah ratu dalam permainan caturmu. Kau harus menguasai teritorimu, jangan biarkan orang menginjak-injak dirimu. Lawan saja! Lawan bahkan jika orang tersebut adalah keluarga, dalam kehidupan seperti ayah dan seperti kau di masa depan kelak, orang yang bisa kau percaya hanya sebanyak jari-jari tanganmu," nasihat Edward.

"Siap kapten!" seru Lisa, memperagakan hormat bak tentara, Edward jadi terkekeh karenanya.

<...>

(Jeon's safe house, Miami)

"Aku sudah gila, tuan Oh! Benar-benar gila!" seru Jeon Jungkook saat Song-Ook datang ke safe house.

"Hei, tenang dulu. Ceritakan padaku masalahnya, akan aku bantu cari solusinya," kata Song-Ook, berusaha menenangkan kefrustasian pemuda di hadapannya.

Jeon menghembuskan napasnya. Bisa dilihat, pemuda itu menyimpan banyak beban di kepalanya. Untung saja Song-Ook sedang tidak terlalu sibuk dan bisa meluangkan waktunya untuk mendengarkan curahan hati seorang Jungkook.

"Aku selalu menyeret Lisa ke dalam masalah-masalahku. Baru kemarin sore ia mengirim beberapa orang untuk mengejar mobilku dengan Lisa di dalamnya." Jungkook memulai ceritanya, Song-Ook menyimak dengan antusias.

"Lalu?"

"Apa aku lebih baik mundur saja, ya?"

Señor - Lizkook ✔️Where stories live. Discover now