Padahal, pemuda itu masih se-cupu kemarin. Masih dengan kacamata berbingkai hitam yang tebal, masih dengan rambut cepak yang tak cocok dengan wajahnya, masih dengan kumis tipis yang mungkin membuat Wina il-feel jika itu ada pada wajah Kak Dira, bahkan masih dengan logat daerahnya yang terdengar aneh ketika dia mengucapkan kata 'gue'. Tapi meski dengan semua itu, bukan hanya karena Axel menyatakan ketertarikannya yang membuat gadis itu gugup, karena Wina akui bahwa senyum Axel manis.
Ya ampun, gue murah banget! Di senyumin gitu aja gue deg-degan. Mudah-mudahan kalau dikedipin gue gak mati di tempat!
Berjalan berdampingan, dengan kecanggungan masing-masing. Wina dan Axel menuju restoran Jepang, tak menyadari bahwa dua orang remaja menatap mereka tak percaya.
***
Suara keyboard adalah apa yang menyambut Wina ketika dia memasuki kamar Sidney. Sang pemilik kamar bahkan tak menoleh untuk melihat orang yang baru saja memasuki teritorinya, pandangannya tertuju lurus pada layar laptop. Sekali lihat, Wina tahu kalau Sidney lagi-lagi bermain game, jadi dia hanya meletakan bungkusan plastik di sebelah laptop gadis itu sebelum merebahkan tubuhnya di tempat tidur Sidney yang berseprai cover game.
"Apaan nih, Kak?" Ucap Sidney akhirnya, meski matanya hanya melirik sekilas dan kembali pada layar laptopnya.
"Sushi." Jawab Wina singkat, mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi whatsapp. Ada pesan dari Axel.
Lordie: Udah sampai rumah?
"Wah! Tumben. Kakak dikasih uang jajan banyak ya sama Mama?" Ada rasa iri dari nada suara Sidney, tapi meski begitu gadis itu masih setia pada laptopnya. Sibuk mengirimkan pesan pada teman setimnya yang telah membantunya melewati salah satu dungeon.
"Dari Axel."
Me: Udah. Lu sendiri, udah di mana?
Lordie: Damri.
Me: Keburu kan?
Lordie: Santai, pasti sempat.
Lordie: Gue ambil jam penerbangan terakhir.
Setelah mengetik 'afk' pada room chat, Sidney akhirnya membalikan tubuhnya. "Axel? Axel siapa?" Ujarnya dan menatap Wina yang sudah berbaring di tempat tidur dengan tangan yang sibuk pada ponsel. Mulai membuka bungkusan Sushi yang Wina bawa, Sidney tersenyum girang, sushi adalah salah satu makanan favoritnya. "Pacar Kakak ya?"
Terbatuk dan nyaris saja menjatuhkan ponsel ke atas wajahnya, Wina mendelik pada Sidney yang tengah mencari sumpit. "Cowok yang kemarin kita temuin." Jelasnya singkat.
Mematahkan sumpit menjadi dua, Sidney terdiam sejenak, sebelum pelan-pelan menatap Wina. Butuh waktu beberapa detik lagi untuk pemahaman memasuki otaknya, lalu sumpit di tangannya terjatuh. "L-Lord Dark Iron? Ini sushi dibeliin Lord Dark Iron?" Sidney memandang sushi di meja belajarnya dengan tak percaya.
Wina menyipit curiga, gadis itupun bangun dan duduk di pinggir tempat tidur. "Kenapa? Gak suka? Kalau gak suka gak usah dimakan, biar Kakak aja yang makan."
"Ih jangan! Kan dibeliin buat aku!" meraih sushi di atas meja, Sidney memeluknya dengan posesif. "Aku gak ada bilang gak suka."
"Terus kenapa kaget gitu? Kemarin kamu bilang Lordie cupu, jadi Kakak kira kamu gak suka pemberian dari dia." Ucap Wina offensive, memandang Sidney curiga.
"Yah, dia emang cupu,.." Nada Sidney menyeret, "tapi gak bisa dipungkiri dia emang gamer pro kak!" tambahnya buru-buru, mengacungkan satu jempol untuk meyakinkan. "Setelah aku pikir-pikir, aku nyesal gak minta foto sama tanda tangannya. Teman-teman game ku gak percaya waktu aku bilang aku ketemu Lord Dark Iron. Gila! Dia terkenal banget!" Ucap Sidney dengan berapi-api. "Eh tapi kalau aku minta fotonya juga, gak ada yang pernah liat dia. Percuma aja ya." Tambah Sidney, setengah melamun.
YOU ARE READING
Clockwork Memory
RomanceNatasha Vienna (Wina), seorang mahasiswi baru yang tengah bersemangat menjalani awal kehidupan kampusnya. Bertekad untuk memiliki banyak teman dan berhubungan baik dengan para senior, bertemu dengan seorang ketua BEM yang menjadi idola satu fakultas...
Chapter 15
Start from the beginning
