IF I CAN - EPILOG

905 19 0
                                    

"Karena bersatunya kita, berasal dari patahan-patahan doa yang disatukan olehNya."

--

*Enam tahun kemudian*

Andin tengah menyiram tanaman yang berada di teras rumahnya. Setelah melakukan kontrol di catering yang telah ia bangun selama hampir satu tahun belakangan ini. Catering yang dikhususkan untuk pasien yang harus mendapatkan diet makanan karena penyakit yang di deritanya. Seperti hipertensi, diabetes, kolesterol, dan seterusnya.

Beberapa tahun yang lalu, setelah sebulan Andin menikah dengan Ari. Andin mendapatkan beasiswa untuk meneruskan studinya di sekolah profesi seperti yang diinginkan. Butuh kira-kira kurang lebih satu tahun ia habiskan untuk mendapatkan gelar profesi dibelakang namanya.

Sepulangnya Andin dari sekolahnya, Andin kembali mendapatkan kebahagiaan yang telah dinanti-nantikan olehnya dan juga Ari. Benar, seorang Ari dan Andin junior. Dan, amanah itu langsung diberikan kepada mereka.

Kebahagian ganda yang ia terima. Ya, anak mereka kembar. Kembar sepasang, telah berumur 2 tahun.

Dafa Putra Septian
Difa Radea Septian

Andin memasuki rumahnya, melihat apakah Dafa dan Difa rewel atau tidak. Sebab sepulang dari tempat catering tadi, mereka berdua nampak kelelahan.

"Ndaaa," panggil Dafa yang nampak telah bangun dari mimpinya. "Iya sayang? Anak Bunda yang ganteng ini udah bangun, ya? Mau apa sayang?" Andin menghampiri kedua anaknya yang tengah tidur di box mereka.

"Ndong," ucap Dafa. Andin mengambil Dafa, karena jika tidak tentu Dafa akan rewel yang menyebabkan Difa akan terbangun juga.

"Panas ya sayang? Anak Bunda kepanasan ya?" Andin meniup-niup bahu Dafa yang basah karena keringat.

Andin meletakkan Dafa di atas ranjang, "Bunda ambilin bajunya dulu ya?" Andin beralih ke lemari yang berisikan baju si kembar. Setelahnya, ia menggantikan baju Dafa yang telah basah oleh keringat.

"Assalamualaikum," ucap seseorang dari luar rumah. Andin bisa tebak itu suara siapa. Ya, tentu suara suaminya. "Aku di kamar Mas," sahut Andin dari dalam kamar.

Ari nampak menengok dari luar kamar, dirinya telah menggulung kemejanya hingga batas siku. Lalu, meletakkan tas kerjanya di atas meja kerja yang berada di dekat jendela. "Dafa kenapa sayang?" Tanya Ari mendekat ke arah Andin juga Dafa.

"Dafa keringetan. Jadi, aku gantiin bajunya biar gak masuk angin." Ari mengajak Dafa berbicara, "gantengnya Ayah kepanasan ya?" Tanya Ari.

"Yah..yayah," panggil Dafa. "Iya sayang? Gantengnya ayah gak rewel kan?" Dafa menggembungkan pipinya. Menambah kesan gemas bagi Ari juga Andin.

"Gak Ayah," balas Andin. "Ayah mau tengok Difa dulu ya? Anteng banget dia tidurnya,"

"Iya, abis pulang tadi dari tempat catering kayaknya dia kecapekan," ujar Andin.

Seolah peka dengan kehadiran sang Ayah, Difa mengedipkan matanya. Terbuka perlahan-lahan, "anak Ayah yang cantik udah bangun," Difa mengusap pipinya, "yayah..," panggil Difa.

"Ayah, cuci tangan dulu sebelum gendong Difa," ingat Andin melihat Ari yang ingin menggendong Difa. "Ayah cuci tangan dulu, ya?"

Selang beberapa menit Ari kembali, lalu mengambil Difa dari boxnya. Berbeda dengan Dafa kembarannya, Difa tidak gampang keringetan.

"Ayah jagain si kembar dulu ya? Bunda mau buatin makannya dulu," Andin beralih setelah menggantikan baju Dafa.

"Uuhhh, kembarnya Ayah. Pinter ya? Gak rewel pas ikut Bunda ke tempat kerja," Ari mengajak keduanya berbicara.

[3] IF I CAN [Completed]Where stories live. Discover now