IF I CAN - 14

280 14 0
                                    

"Ada sesuatu hal yang tidak kau sadari keberadaannya, ketika ia pergi, barulah kau rasa. Ia adalah cinta."

--

Author POV

Semakin hari, intensitas begadang Andin semakin menjadi. Terlebih ia menjadi penanggungjawab di desa tempatnya praktik. Sehingga ia pun harus menginput data yang telah di dapatkan teman-temannya, untuk di satukan. Dan akan di presentasikan dua hari lagi.

Arkan jangan ditanya lagi, lelaki itu tak henti-hentinya mengomeli Andin, namun Andin tetaplah Andin. Wanita keras kepala.

"Iya, Ar," malam ini, kembali Arkan menelpon dirinya. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 01.15. Namun, lelaki itu masih belum terlelap.

"Kamu kapan tidur?" Tanya Arkan pelan, Andin tahu bahwa Arkan telah menahan ngantuk demi dirinya.

"Lagi bentar, kamu tidur duluan aja. Aku selesaiin ini dulu," bujuk Andin. Ia tak ingin Arkan sampai kurang istirahat. Karena, Andin tahu kalau Arkan mudah sakit.

"Gak mau, aku temenin kamu sampai kamu tidur. Lagian nanti aku kuliah siang. Jadi gapapa tidurnya lebih lama," jelas Arkan.

"Please, Ar. Kamu tidur duluan. Aku janji setengah dua aku sudah tidur. Ini tinggal di copas aja kok, gak lama."

"Nanti jam dua aku telepon lagi, awas kalau sampai belum tidur. Aku bakal susulin kamu ke sana." Lelaki yang khawatiran, padahal Andin tahu kalau Arkan juga lagi sibuk, dan Andin tidak ingin menambah beban Arkan dengan menyusul dirinya ke sini.

"Sweet dream, ay." Setelah itu Andin memutuskan sambungan telepon itu. Lalu, melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda, jam setengah dua ia harus sudah istirahat. Jika tidak, bisa-bisa Arkan akan menyusulnya shubuh nanti.

--

Tak terasa hari ini menjadi hari terakhir Andin dan ketiga temannya berada di desa. Setelah melewati presentasi hasil data yang mereka dapatkan, akhirnya mereka bisa pulang.

Hanya tinggal laporan yang akan menanti ke depannya.

Saat ini Andin sudah berada di kamar tercintanya, tidur terlentang di atas ranjang kesayangannya seraya arah pandangannya menatap langit-langit kamarnya.

Ponselnya berdering, Arkan's calling. . .

"Assalamu'alaikum, udah nyampai rumah, De?" Tanya Arkan, lelaki ini. Baru saja Andin sampai rumah, dan lelaki ini langsung menelponnya. "Sudah, Ar. Ini baru nyampai. Kamu udah selesai kuliah?"

"Nanti jam 2 ada kuliah lagi, ini baru keluar kelas. Kamu mau sesuatu? Biar aku beliin," tawar Arkan. Andin nampak berpikir, namun ia tak ingin menyusahkan Arkan.

"Nanti aja, Ar. Selesai kamu kuliah, jemput aku bisa?" Tanya Andin, "bisa, De. Abis kuliah aku ke rumah, ya," ucap Arkan.

"Siap, aku mau istirahat bentaran ya. Kamu semangat kuliahnya,"

"Sweet dream, Ndin,"

Andin memutuskan sambungan teleponnya, kemudian mencoba memejamkan matanya.
Beberapa hari ini ia sungguh kekurangan waktu istirahat, sehingga ia yakin pasti berat badannya akan turun lagi.

Baru saja Andin ingin memejamkan mata, sebuah getaran dari ponselnya memaksa Andin untuk kembali membuka mata.

+6285883×××××× : send a you picture

Andin membukanya sekilas, tak memperhatikan secara jelas, dan kembali mengunci ponselnya.

Melanjutkan pejaman matanya, berharap lelah yang ia rasakan saat ini akan berkurang nanti.

[3] IF I CAN [Completed]Where stories live. Discover now