IF I CAN - 21

324 11 0
                                    

"Titik jenuh marahnya seseorang, bukan ia yang bisa berteriak bebas. Melainkan, ia yang hanya bisa menghembuskan napasnya kasar dan lebih memilih diam."

--

Author POV

Putri baru saja kembali dari kantin, membawa pesanan Nur, Andin juga dirinya.

"Nih," ucap Putri seraya menyerahkan kantong plastik yang berisikan air serta roti dan beberapa makanan ringan lainnya.

Nur dan Andin nampak mengambil uang dari saku tas mereka, "gak usah, kali ini aku traktir. Udah lama kan kita ga pernah makan bareng kayak gini,"

Andin tersenyum, dirinya salah jika harus mendiamkan sahabatnya ini.

"Terimakasih, Put," ucap Andin dan Nur bersamaan.

Mereka pun makan dengan diselingi obrolan kecil, "gimana Kak Idan, Put?" Tanya Nur.

"Ya gitu, dingin-dingin hangat," kekeh Putri.

"Pepet terus Put, jangan kasih lepas," gurau Andin yang disambut tawa oleh Putri.

"Pasti dong, sebelum janur kuning melengkung aku gak akan menyerah,"

"Semangatt!" Nur dan Andin menyemangati sahabatnya itu.

Selang beberapa menit, dosen mata kuliahnya hari ini masuk kembali. Melanjutkan materi minggu lalu.

--

Hari ini Andin telah janjian pergi bersama dengan Arkan. Padahal dirinya bisa sendiri ke toko buku untuk mencari refrensi untuk laporannya, namun Arkan tetep kekeuh ingin menemani dirinya.

Ia menunggu Arkan di depan jurusan, seperti biasanya.

Beberapa menit kemudian, ada sepasang sejoli yang menghampiri dirinya.

"Belum dijemput, Ndin?" Tanya Putri yang saat ini dibonceng Idan. "Belum, masih dijalan mungkin," balas Andin.

"Kita temenin, ya?" Tawar Putri. "Eh, gak usah. Bentar lagi paling nyampai kok,"

"Serius ni?"

"Iya, sudah pulang duluan gih,"

"Yaudah, kita duluan, ya? Assalamualaikum," pamit keduanya pada Andin.

"Waalaikumussalam," balas Andin.

Andin yang mulai bosan pun, kembali masuk ke dalam jurusan dan duduk di depan kantor. Memainkan ponselnya, membuka menutup akun sosial medianya.

Hingga tidak terasa ia sudah menunggu selama 30 menit, sebentar lagi pasti dosen sudah pada pulang.

Ia melirik jam tangannya, sudah menunjukkan pukul 15:45.

Andin mencoba untuk menghubungi Arkan. Namun tidak ada sambungan, teleponnya di alihkan oleh Arkan. Di whatsapp pun gak dibaca.

Andin masih setia untuk menunggu, mungkin Arkan masih konsul dengan dosen pembimbingnya. Atau masih ada jam kuliah, atau masih di jalan.

Andin kembali memainkan ponselnya, berharap rasa jenuh yang perlahan menghampirinya akan hilang.

--

Entah sudah ke berapa kalinya Andin menatap jam tangannya. Melirik detik jarum jam yang masih terus berputar. Sudah satu jam Andin menunggu. Detik itu sudah menunjukkan pukul 16:15.

Andin masih terus menghubungi Arkan. Namun, tetap saja lelaki itu tidak ada kabar. Andin menghela napasnya, moodnya untuk mencari buku sudah hilang.

Baru saja ia melangkah menuju ke trotoar, sebuah motor mendekat ke arahnya. Andin menatap lelaki itu, tanpa suara. Ia sudah terlalu lelah menunggu.

[3] IF I CAN [Completed]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz