IF I CAN - 2

1.1K 42 0
                                    

"Jangan terlalu percaya dengan orang yang kau anggap tidak akan mungkin menyakitimu, karena bisa saja dialah yang menjadi pemeran utama tuk menyakitimu." 

--

Andini POV

Hari pun terus berlalu, hingga sekarang, sebulan sudah ia tak ada kabar sama sekali. Ingin mengabari duluan namun aku takut mengganggunya. Terlebih sekarang tentunya ia sudah mulai aktif kuliah. Mungkin nanti ia akan mengabariku

Di saat hari sabtu biasanya aku mendapat libur, karena hari aktif kuliahku hanya 5 hari. Namun sekarang, aku harus tetap masuk untuk mengejar mata kuliah yang masih kurang. Dan ya, di sinilah aku sekarang sedang menunggu dosen untuk mengisi jam mata kuliah pagi ini.
10.00.

Jam perkuliahan pun selesai, bukan jam perkuliahan, namun lebih tepatnya jam tambahan untuk hari ini. Aku mengcheck ponselku. Dan benar saja feeling ku, satu pesan darinya.

Arkan : P

Arkan : De

Semalam, entah apa yang membuatku bermimpi tentangnya. Ia datang seolah kembali mengulurkan tangan padaku. Dan mungkin inilah jawaban dari mimpiku itu.

Radea : ya, Ar?

Arkan : kamu sudah tau kalau bapaknya Oki meninggal?

Radea : innalillahwaiinailaihiraji'un, kapan?

Arkan : meninggalnya tadi shubuh, nanti setelah ba'da ashar dimakamin. Kamu mau datang?

Radea : iya, insyaallah aku datang. Nanti bareng teman kelas aja. Kamu kapan ke sana?

Arkan : nanti selesai kuliah, De

Radea : yasudah, semangat kuliahnya

Arkan : you too

Mendapat kabar itu, aku langsung menghubungi teman-teman SMP ku. setidaknya agar kami bisa pergi bersama nanti.

--
Di sinilah aku sekarang, mendengar do'a-do'a yang dibacakan setelah almarhum ayah dari temanku dimakamkan. Sangat nampak jelas raut kesedihan disana, terlebih ia adalah anak lelaki satu-satunya yang berada dikeluarga tersebut. Aku melihat sekelilingku, siapa tau aku menemukannya disini.

"Nyariin siapa sih, De?"

Begitulah pertanyaan yang terlontar dari temanku, Nur. Ketika melihatku menengok ke kanan dan kiri untuk mencari sosok lelaki itu, Arkana Aswari Zaid.

Namun mungkin memang aku belum diperbolehkan untuk bertemu dengannya, sehingga nihil, sama sekali aku tak menemukannya.

"Dia gak ada," ucapku lesu membalas pertanyaan Nur tadi. Nur tersenyum menggoda mendengar jawabanku tadi, "belum jodoh, De. Yang sabar," balasnya seraya menepuk lenganku pelan.

Pemakaman pun selesai, dan aku langsung menuju rumah duka untuk bersalaman untuk menguatkan keluarga temanku ini. Aku berdiam bersama temanku, setelahnya aku berpamit pulang duluan karena ada urusan yang tidak bisa aku tinggalkan.

Ting!

Arkan : di mana? Gak jadi ke rumah Oki?

Radea : sudah, baru aja pulang

Arkan : kok gak ketemu, ikut pemakamanya gak?

Radea : ikut, ke rumahnya juga ikut

Arkan : yasudah, mau nganter mama pulang dulu

Radea : oke, Ar

Mungkin benar kata Nur, kami belum berjodoh.

--

Semenjak hari itu, kabar Arkan kembali tak terdengar. Seolah ia menghilang ditelan bumi, aku tak tahu kabarnya seperti apa. Dan kembali aku bermimpi tentangnya. Lebih tepatnya tentang aku dan dia.
Dan entah mengapa saat ini aku sedang ingin membuka salah satu sosmedku, yang sangat jarang aku buka, facebook. Dan kabar berita utama yang ada di berandaku, hal yang sama sekali tak ingin aku lihat, hal yang membuatku menyesal karena sudah membukanya.

Di sana, dia, Arkana Aswari Zaid. Membuat status dengan gambar hati dan mengupload foto seorang wanita, wanita yang aku tak kenal. Dan ternyata wanita itu, teman satu jurusannya.

Sungguh miris bukan, inikah alasannya. Alasan ia tak pernah mengabariku, alasan yang membuatku bingung untuk mencari kabar darinya. Dan inilah kabar yang aku dapat. Kecewa? Tentu. Sakit? Apalagi, jangan ditanya.

Namun apa hakku?

Aku kecewa, benar-benar kecewa. Dia yang aku percayai akhirnya menyakitiku. Akhirnya membuatku kecewa. Namun bukan salahnya jika ia mencari wanita lain, yang bisa mengerti dia, tapi tidak bisakah ia menyelesaikan perasaanku terlebih dahulu. Inikah yang dinamakan kecewa? Sakit namun tidak berdarah, ingin menangis pun tidak bisa.

--

Semenjak hari itu, hari di mana aku harus belajar menerima kenyataan pahit ini. Aku tidak berniat untuk berbicara apalagi bercanda dengan orang lain. Orang yang ada di hari terpurukku, menjadi orang yang membuatku terpuruk juga.

Hari pun terus berjalan, aku terus berusaha menaikkan mood ku lagi, setidaknya aku tidak boleh mengecewakan almarhumah ibuku, yang mempercayakan semua mimpinya padaku. Setidaknya inilah yang seharusnya aku dapat, mengorbankan perasaanku untuk orang yang aku sayang.

"Kantin yuk, De?" Ajak Nur. Aku tersenyum seraya menggeleng, "lanjut, Nur. Aku masih kenyang," balasku yang dibalasnya dengan tersenyum pula.

Tentu ia mengerti perasaanku saat ini, semuanya sudah aku ceritakan padanya. Walau aku baru berteman dengannya, namun aku percaya padanya.

Begitupun saat dosen masuk, aku memperhatikan semua penjelasan dosen tersebut, namun pikiranku entah kemana. Hal yang menjadi pertanyaan besar dalam benakku adalah, mengapa ia begitu tega menghancurkan semua kepercayaan yang sudah aku berikan padanya.

Biasanya disaat seperti ini sahabatkulah yang paling memarahiku, Andry. Sahabatku sejak SMP. Aku merindukannya, sahabat yang aku rindukan.

Sudah dua tahun aku tidak dapat menghubungi Andry, dikarena semua aksesnya diblokir oleh pacarnya. Dan aku sempat bersiteru dengan pacarnya, dengan sebab pacarnya salah paham dan ia marah karena aku terlalu dekat dengan Andry.

Aku akan mencoba untuk mencari nama facebook Andry untuk menghubunginya. Dan, yeah. Aku menemukannya.

Radea : Assalamu'alaikum. Hai, kamu apa kabar? Minal aidzin wal faidzin ya, maaf kalau selama ini aku banyak salah sama kamu, maaf kalau aku sudah ganggu hubungan kamu sama mbak ika. Maaf, Ndry. Dan yeah aku lupa, aku kan bukan sahabat kamu lagi, kamu udah gak akui aku sahabat kamu ke mbak ika, kan? Sedih banget si, tapi gapapa. Asal kamu bahagia, aku rela, Ndry. Kamu baik-baik ya, wassalamu'alaikum.

Salam rindu, teman lamamu.

Begitulah pesan singkat yang aku kirimkan padanya. Aku hanya ingin kembali menjalin komunikasi dengannya, dan aku siap untuk dimarah saat dia tau aku kembali tersakiti karena terlalu percaya pada seseorang. Dan inilah resikonya, bukan? Kamu percaya, dan harus siap kecewa. Sesakit apapun itu.

--

Setelah itu aku menonaktifkan akun facebook ku itu. Childish memang, namun aku gak sanggup untuk melihat lebih dari itu. Setidaknya inilah caraku untuk bisa bangkit, masih banyak tujuanku, dan aku gak mau semua itu rusak karena cinta.

Dan mungkin inilah pelajaran yang aku dapat. Agar aku tidak mudah percaya pada orang lain, percaya pada orang yang menurutku tidak akan mungkin menyakitiku, malah justru menjadi pemeran utama dalam menyakitiku.

Ck, Drama sekali.

Life must go on, dan aku gak boleh stuck di sini terus, semua terus berjalan. Semua butuh pengorbanan. Dan aku harus siap untuk melalui itu semua. Manis pahitnya nanti jalan yang aku tempuh. Dengan satu tujuan, aku tidak ingin mengecewakan almarhumah ibuku.

--


Sweet // 020618
•sider•

[3] IF I CAN [Completed]Where stories live. Discover now