IF I CAN - 5

796 29 0
                                    


"Kata orang kita menyukai seseorang tersebut karena dia baik, terlebih itu pada keluarga kita."

--

Author POV

Detak jantung itu berhenti berdetak, membuat keadaan yang berada di dalam ruangan itu hening sejenak, sebelum petugas kesehatan datang untuk memberi pertolongan. Semua orang di dalam ruangan tersebut menjauh, memberi ruang untuk para dokter memberikan pertolongan. Andin, wanita itu menggigil. Melihat sang malaikat terbaring lemah di depannya, tak berdaya. Melihat sang malaikat, terbujur kaku di depannya. Melihat para dokter keluar dari ruangan tersebut dengan wajah tertunduk seraya menggelengkan kepala, seolah memberi isyarat, semua telah berakhir. Tak ada tangisan setelah itu, tapi semua tertunduk lesu, terlebih Andin. Ia datang untuk melihat sang Mama, melihat untuk terakhir kalinya, sebelum sang Mama dibawa oleh para perawat yang bertugas.

Dari belakang, Andin dipeluk oleh sang Papa. Memberi kekuatan pada sang Anak. "Mama, Pa. Mama janji akan kuat, tapi kenapa Mama pergi? Mbak udah janji sama Mama, tapi kenapa Mama duluan pergi? Mama kuat kan, Pa? Mama disayang sama Allah kan, Pa? Makanya Mama diambil sama Allah, Mama baik makanya dibawa lagi sama Allah." Sekiranya begitulah ucapan frustasi dari Andin, ia begitu menyalahkan dirinya sendiri. Seandainya ia tidak sok tahu, seandainya ia lebih mendengarkan perkataan sang Papa, mungkin saja ini semua tidak akan terjadi. Namun, itu hanyalah seandainya.

Karena semenjak saat itu, Andin menjadi berubah. Ia selalu menyalahkan dirinya sendiri. Seandainya ia tidak tidur pagi itu, pagi di saat sang Mama mencarinya, seandainya Andin tahu kalau itu untuk yang terakhir kalinya. Dan kini, Andin sangat menyesalinya.

Sang Mama sudah dibawa ke rumah Nenek Andin, tempat dimana Mama dilahirkan, dibesarkan, dan tempat Mama bertemu dengan Papa. Semua keluarga berduka. Semua sanak saudara, tetangga datang untuk menemani Andin dan keluarga. Untuk memberikan kekuatan, kalau semua pasti ada hikmahnya.

"Ndin, temenmu ada yang datang." Andin yang mendengar itu langsung keluar rumah untuk melihat siapa yang datang. Melihat siapa yang datang membuat tangis Andin semakin pecah. Ya, yang datang adalah Arkan yang ditemani oleh sepupunya.

"Mama, Ar," begitulah gumam Andin yang menangis seraya berjongkok di depan Arkan. Tepukan itu, di bahu Andin. Arkan menepuknya, "semua akan baik-baik saja, jangan nangis lagi, Ndin." Mendengar itu aku hanya bisa menangguk seraya mengajaknya untuk masuk ke dalam rumah.

Andin kembali duduk di samping jenazah sang Mama, menatap dalam wajah tersenyum sang Mama. Mengingat kembali janji mereka berdua, janji yang bahkan awalnya dianggap sepele oleh Andin, namun tidak setelahnya. Andin akan berusaha untuk menepatinya, sebisa dan semampunya, apapun pengorbanannya, ia akan lakukan itu.

--

Semua telah berlalu, semenjak semua kesulitan serta kekecawaan yang dirasakan oleh Andin. Bahkan untuk kembali percaya, begitu sulit rasanya. Mata kuliah untuk hari ini baru saja selesai. Andin berhenti sejenak untuk mampir ke perpustakaan untuk mengembalikan buku yang telah di pinjamnya 2 minggu yang lalu. Saking tidak fokusnya, di saat sedang melepas sepatu tanpa sadar Andin membuka pintu yang juga sedang ingin dibuka. Dengan alhasil, Andin jatuh terduduk sambil memegang dahinya yang terbentur pintu.

"Gapapa?" tanya orang itu. Andin mengangkat kepalanya untuk melihat siapa oran itu. "Hm, gapapa, kak?" orang tersebut berusaha untuk membantu Andin bangun, setidaknya untuk bisa duduk dengan benar.

"Beneran gapapa? Biar aku antar ke UKS," ucapnya. "Ya, aku gapapa, Kak. Cuma kebentur doang kok, bentar lagi baikan." Andin berusaha menyakinkan orang tersebut.

[3] IF I CAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang