Bab 44 - Kejujuran

45.6K 4.3K 186
                                    

Assalamualaikum teman-teman ❤
Aku bingung karena semakin menyayangi kalian setiap hari, dan rasanya ingin terus menulis kisah Adnan dan Keira tanpa henti.😂
Oh iya, Aku akan memanjakan kalian dengan kehadiran Keira dan Adnan selama liburan.😂🤗
So, jangan bosan jika mereka terlalu sering muncul ya.. 😆😆

Happy reading !! 🤗

☘☘

Jadilah wanita yang menginspirasi, bukan wanita yang senang di puji, bukan pula wanita yang menebar sensasi, dan bukan pula wanita yang sibuk mempercantik diri.
- Imam Al-Ghazali.

Don't forget to vote & comment 💗

☘☘

Adnan berjalan memasuki rumahnya setelah mengobrol cukup lama dengan ayah dan pamannya. Mereka tadi membahas kelanjutan pesantren yang tengah di bangun di kota Yogyakarta, dan Adnan senang bisa membantu saran untuk ayahnya.

Langkah kaki Adnan  membawanya menuju dapur, dan kepalanya bergerak mencari-cari keberadaan sang istri. Namun tak lama dahinya mengernyit heran. Dimana Keira? Padahal tadi saat ia keluar kamar, istrinya itu mengatakan ingin membantu di dapur.

Adnan berpura-pura mengambil air agar orang lain tidak mencurigainya yang tengah mencari keberadaan sang istri.  Adnan masih mencari-cari, tapi yang ia temukan hanya Halimah yang tengah menata makanan di atas meja.

Untuk menghilangkan rasa penasarannya, Adnan mendekati ibunya yang sudah berjalan kembali untuk mengambil lauk.

"Umi, dimana Keira? Tadi dia bilang ingin membantu umi di dapur, tapi Adnan tidak melihatnya di sini." Tanyanya dengan berbisik di samping Halimah.

Halimah terdiam, tangannya yang bergerak mengambil mangkuk berisi sambal terhenti begitu saja.

Adnan yang tak mengerti semakin mengernyitkan dahi melihat ibunya yang menjadi tidak bersemangat seperti ini. "Ada apa, umi? Dimana Keira?" Tanyanya sekali lagi. Adnan merasakan cemas di hatinya saat ini.

Halimah justru menghela napasnya pelan, lalu menatap Adnan dengan tatapan tak biasa. "Keira ada di kamar, nak. Dan umi yakin dia tengah bersedih sekarang." Ujar Halimah dengan lemah.

"Apa yang terjadi, umi? Tadi saat Adnan keluar kamar dia masih baik-baik saja. Dan dia juga begitu senang saat mengatakan bahwa dia ingin membantu umi memasak di dapur."

Adnan justru semakin heran dengan situasi yang terjadi. Apa yang membuat istrinya bersedih? Adnan tahu bahwa Keira tidak mudah menangisi hal tanpa alasan yang pasti.

"Kamu tahu sifat Bude Nur seperti apa 'kan? Dia selalu dengan bangga menceritakan Khansa. Dan umi pun tahu bahwa dengan jelas tadi Bude Nur menyindir Keira yang baru keluar kamar ketika waktu makan siang sudah dekat. Padahal umi sengaja tidak memanggil Keira, karena takut istrimu itu kelelahan, nak. Tapi, lagi-lagi Budemu itu malah membandingkan Keira dengan menantunya."

Adnan terperangah tidak percaya, ia mengerti bagaimana perasaan Keira. Tapi, Ia tidak mengerti dengan jalan pikir kakak dari ibunya.

"Umi, tadi Keira telat datang ke sini pun karena dia sedang membersihkan kamar Adnan."

Kini Halimah yang terkejut memandang putranya, Keira tidak mengatakan hal itu tadi.

Tapi tak berapa lama kemudian, Halimah kembali menghela napasnya. "Bukan hanya mengenai kedatangan Keira, nak. Yang paling membuat umi sedih adalah tadi istrimu itu begitu bersemangat ingin memasak sayur, tapi Khansa sudah menyiapkan semuanya lebih dulu. Umi mengerti apa yang dirasakan Keira, nak. Dia hanya ingin memasak pertama kali untuk suaminya, dan semua itu hanya menjadi angannya saja." Halimah berhenti ketika merasa matanya memanas mengingat kejadian tadi.

Guide to Jannah [END/REVISI]Where stories live. Discover now