Christmas Gift

323 54 7
                                    

When they get the best gift ever

"Tadi itu terlihat sangat sempurna dan romantis ya?"

Di hadapan mereka, jalanan nampak memutih. Tertutup hujan salju yang kemarin sempat turun cukup derasnya. Berjalan dengan perlahan sambil bergandengan tangan. Melihat bagaimana uap putih muncul tiap mereka menghembuskan napas di udara.

"Kau suka melihat hal seperti itu?" tanya laki-laki yang menggunakan syal rajutan berwarna gelap tersebut. Sedikit menoleh ke arah perempuan yang berjalan di sisinya. Tersenyum kecil, "mau seperti mereka juga?"

"Hm? Memangnya kau mau melakukan itu?"

"Tidak, tentu saja."

"Sudah kuduga." Perempuan itu mendengus. Tapi tetap tak bisa menyembunyikan senyum manisnya. Tangan mereka yang tertaut, menggenggam makin erat. Serasa menyalurkan suhu hangat masing-masing. Menjaga dari udara yang dinginnya nyaris menusuk tulang. "Kau itu bukan tipikal laki-laki romantis yang mau bersusah payah menyiapkan itu semua hanya untuk membuatku bahagia, Mark."

"Siapa bilang?" tanyanya dengan suara pelan. Mereka masih berjalan di jalan setapak tersebut, sebelum akhirnya berbelok ke arah taman yang saat ini lebih cocok disebut lautan kapas. Akibat salju yang menutupi hampir semua tempat, dari bangku, alat permainan anak-anak yang ramai dimainkan saat musim panas, bahkan air mancur di tengah-tengah taman yang kini mulai membeku. "Aku bisa saja melakukan itu jika aku mau. Aku hanya belum menunjukkan sisi romantisku padamu, Eun."

"Butuh berapa lama lagi aku harus bersamamu agar aku bisa merasakan sisi romantismu, hm?"

Koeun dan Mark bukan lagi pasangan yang masih hangat dan baru memulai perjalanan berdua mereka. Jika boleh dikata, keduanya termasuk lama dalam menjalin hubungan. Tahun ini sudah memasuki tahun ke-7 mereka mulai berkencan. Dan mungkin, tak ada satupun dari mereka yang berniat mengakhirinya dalam waktu dekat ini.

"Selama umurmu, tentu saja."

"Memangnya kita akan bersama terus sampai nanti?"

"Memangnya tidak?"

"Ya siapa tahu?" Koeun melepaskan tautan tangan mereka. Berjongkok di depan salah satu bangku yang tertutup salju paling tipis. Mulai membersihkannya perlahan sebelum mendudukan diri di sana. "Masa depan itu selalu jadi rahasia terbesar yang tak mungkin bisa diketahui oleh manusia, Mark."

Laki-laki itu mendengus. Ikut membersihkan bagian bangku di sebelah kekasihnya sebelum mendudukan diri di sana. Tangannya secara otomatis mencari tangan Koeun. Kembali menggenggamnya seolah benda itu adalah hal yang bisa menjaganya untuk tetap bisa hangat di udara dingin luar biasa ini. "Dari caramu berbicara, sepertinya kau tak berharap panjang pada hubungan kita ya?"

Koeun terkekeh kecil. Mencubit salah satu pipi Mark yang menggembung. Mungkin merasa kesal karena pikirannya sendiri itu. "Jangan suka menarik kesimpulan sendiri! Tidak baik, tahu." Perempuan itu kemudian merebahkan kepalanya. Menjadikan bahu Mark sebagai sandarannya di malam dingin ini. Dengan tangan yang masih tertaut, tentu saja.

"Ya salah siapa berbicara seperti itu? Pikiran manusia 'kan bisa aneh-aneh."

Mark ikut merebahkan kepalanya di atas kepala Koeun. Salah satu posisi favorit mereka tiap kali duduk bersisian di manapun mereka berada. Dengan saling menggenggam tangan ataupun memainkan jari-jari mereka satu sama lain.

Sesuatu yang kemudian membuat mereka merasa benar. Hanya dengan merasakan suhu tubuh keduanya, mendengar deru napas yang tenang dan sentuhan nyaman, cukup untuk membuat mereka yakin jika inilah yang mereka berdua butuhkan dalam hidup. Sebuah pencarian yang mereka pikir sudah berakhir.

WHAT IF? (mark + koeun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang