Friendzone

551 69 34
                                    

In which, Mark is a really stubborn friend.

Koeun hanya memutar bola matanya malas. Inilah yang sering kali disesali gadis itu tiap kali hang out dengan sahabatnya, Mark Lee.

"Mark, apalagi sekarang?"

"Dia tidak membalas pesanku. Boro-boro dibalas, dibaca saja sepertinya tidak."

Sudah hampir 30 menit mereka duduk berhadapan di coffee shop tempat Koeun bekerja sampingan sepulang sekolah. Koeun sendiri paham jika Mark pasti akan lari kearahnya tiap kali anak itu ada masalah dengan kekasihnya.

"Berapa kali sudah kukatakan hah? Kenapa kau masih saja keras kepala?"

"Eeii, Arin bukan orang seperti itu. Kau mengenalnya kan? Dia itu perempuan paling baik yang pernah kukenal."

Koeun menyerah untuk menasehati sahabatnya itu.

Siapa juga bisa melihat bagaimana Arin memperlakukan Mark. Mereka sama sekali tidak terlihat seperti sepasang kekasih. Mereka malah terlihat seperti seorang putri raja dan pesuruhnya.

Arin itu hanya memanfaatkan Mark saja. Dia tak benar-benar menyukai anak itu.

Koeun jadi kasihan pada anak laki-laki didepannya ini. Yang ngomong-ngomong masih saja menatap harap kearah layar smartphone-nya.

"Mark dengar, aku sebenarnya tidak mengerti denganmu. Kau itu polos atau bodoh sih? Arin itu tidak benar-benar menyukaimu." Mark hanya tersenyum sambil mengangguk menanggapi perkataan Koeun. Anak itu terlampau biasa mendengar sahabatnya mengoceh tentang betapa Arin tidak layak mendapatkan pasangan sebaik dirinya. "Kau pasti tidak akan percaya omonganku lagi kan? Aku perempuan Mark. Kami para perempuan mempunyai semacam radar yang bisa mendeteksi apakah ada perempuan lain yang berusaha menyakiti orang yang mereka sayang."

"Orang yang mereka sayang? Jadi kau menyayangiku?"

Koeun mendadak terdiam sambil tersenyum salah tingkah. Kedua telinganya mulai memerah. "Si.. siapa... siapa yang bilang aku meyayangimu?"

"Itu tadi, kau sendiri kan yang mengatakannya?"

"Kau salah dengar."

Lagi-lagi Mark tertawa. Kenapa sahabat didepannya ini sangat menggemaskan?

"Iya baiklah. Anggap saja aku memang salah dengar."

"Bukan anggaplah. Kau memang salah dengar Mark. Aku tidak ada mengatakan apapun tentang aku yang menyayangimu."

Mark hanya menganggukkan kepalanya ringan. Membuat Koeun mendengus sebal.

"Eun, lihat. Arin baru saja mengupdate instagramnya." Mark yang tadi terlihat tidak terlalu semangat mendadak tersenyum riang sambil menunjukan foto Arin yang sedang tersenyum di layar smartphone-nya pada Koeun. "Dia cantik sekali kan? Aku tidak mengerti, kenapa hatiku jadi membuncah begini tiap kali melihatnya. Aku bahagia sekali, kau tahu?"

Koeun mendadak ingin memukul keras kepala sahabatnya itu. Bodohnya dia tidak sadar juga.

"Kalau update instagram saja bisa, masak membalas pesan darimu tidak? Kekasih macam apa dia?"

"Mungkin dia tidak melihat pesanku. Berpikiran positif lah, Eun."

Tidak melihat katanya? Harusnya malah pemberitahuan pesan itu muncul paling pertama bahkan saat ponsel dalam keadaan terkunci.

"Aku lelah sekali memberitahumu. Sungguh."

"Ya kalau begitu jangan menasehatiku lagi."

"Tapi aku peduli padamu Mark."

"Aku tahu."

Mark benar-benar membuat Koeun hanya bisa menghela nafasnya lelah. Lihat saja kelakuannya sekarang, sibuk sekali dengan smartphone ditangannya.

"Kau sedang apa sih Mark? Sibuk sekali." Koeun berusaha mendekatkan  tubuhnya kearah anak laki-laki itu dan mencuri lihat apa yang sedang ia kerjakan. "Berusaha mengirim pesan ke Arin lagi?"

Mark mengangguk tanpa mengalihkan tatapannya dari layar ponsel. "Barusan kan Arin update instagram, mungkin saja sekarang dia sedang memegang ponsel. Jadi kalau aku mengiriminya pesan, pasti dia akan membacanya."

Koeun yang keburu kesal kemudian menarik ponsel Mark dan menatap anak itu dengan pandangan sebal.

"Lee Minhyung, sekali saja dengarkan aku. Supaya nanti kau tidak menyesal." Mark menatap kearah Koeun dengan pandangan bingung. Sesekali anak itu mengedipkan matanya polos. "Tinggalkan kekasihmu itu. Ada banyak perempuan yang lebih baik diluar sana. Kenapa kau keras kepala sekali?"

"Tinggalkan Arin? Itu tidak mungkin Eun. Aku menyanyanginya sepenuh hati." Mark berdiri dan merebut lagi ponselnya dari tangan Koeun. "Lagipula, aku akan terlihat sangat jahat jika aku meninggalkannya begitu saja."

"Tapi kau masih saja bersedia diperbudak oleh perempuan itu? Dimana harga dirimu sebagai seorang lelaki?"

"Diperbudak bagaimana? Aku tidak pernah merasa diperbudak oleh Arin."

"Apa diantara semua orang yang mengenalmu dan kekasihmu itu, hanya dirimu saja yang tidak sadar?" Koeun sejujurnya marah luar biasa pada Mark. Bukan hanya karena sahabatnya itu terlalu dibutakan oleh cinta, tapi juga karena dia sendiri bahkan tidak bisa melihat bagaimana selama ini orang-orang yang mengenalnya berusaha mengingatkan Mark tentang perlakuan Arin padanya. "Coba ingat, apa pernah Arin memintamu datang disaat dia senang? Pernah kau lihat Arin memiliki inisiatif mengajakmu keluar berkencan? Tidak kan? Kau yang selalu aktif menghubunginya, itupun Arin tidak selalu bersedia pergi denganmu. Hanya diwaktu-waktu tertentu saja."

"Bukan begitu, Eun. Arin menolak diajak berkencan karena dia sedang ada urusan penting lain yang tidak bisa ditinggalkan."

"Alasan penting my ass. Kalau alasan pentingya itu belajar berduaan saja dengan Eunwoo sunbae bagaimana? Memangnya kau rela?"

"Arin bilang kalau dia memang bodoh dalam pelajaran matematika. Jadi dia meminta tolong pada Eunwoo sunbae untuk membantunya. Kau taukan kalau senior kita itu juara olimpiade matematika nasional?"

Iya. Alasan saja terus Mark. Bela saja kekasihmu itu.

"Kau tahu Mark, kau itu tak lebih umpamanya seperti seekor ikan didalam akuarium raksasa. Kalau boleh kukatakan, kau bahkan merupakan ikan terbesar dan yang paling menarik minat pengunjung di akuarium. Tapi sayangnya kau tak bisa melihat ada seseorang yang sangat mengagumimu dibalik kaca akuarium. Ingin mempelajari tentang indahnya dirimu. Kau justru malah berenang mendekati orang lain yang hanya menginginkan untuk selfie dengan latar kau yang berenang dibelakangnya. Lalu setelah dia mendapatkan foto yang diinginkan, dia akan meninggalkanmu begitu saja."

"Astaga, Eun. Apa tidak ada perumpamaan lain yang lebih baik untukku hm? Kenapa harus ikan? Kenapa bukan singa yang gagah saja?"

Rugi Koeun berbicara pada anak laki-laki dihadapannya itu. Dia tidak akan pernah mengerti sampai nanti Arin benar-benar mencampakannya.

"Aku berbicara panjang lebar dan responmu malah seperti itu. Sekarang terserah kau saja. Aku lelah ikut campur dengan kehidupan percintaanmu. Mau kau berpisah atau tetap bersama Arin, aku tidak peduli."

Mark tertawa dan mengusap kepala Koeun pelan. "Jangan ngambek begitu Eun. Percayalah, walaupun aku teelihat tidak pedulian begini tapi aku memikirkan baik-baik nasehat dari sahabatku. Kau tenang saja, aku tahu apa yang terbaik yang bisa aku lakukan." Setelah berkata seperti itu, Mark kembali memfokuskan diri pada layar ponselnya. Apalagi sepertinya satu pemberitahuan baru saja masuk kedalam ponselnya. "Eun, aku tinggal dulu ya. Arin membalas pesanku. Katanya dia merindukanku dan meminta bantuanku untuk mengantarnya belanja dress untuk ulang tahun Doyeon. Sampai nanti."

Huh...

Kenapa rasanya berat sekali ya menyukai sahabat sendiri yang sudah dibutakan oleh cintanya kepada gadis lain?

Rasanya dada Koeun akan meledak saking sesaknya.

Tapi yasudahlah, mau bagaimana lagi?

WHAT IF? (mark + koeun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang