Beautiful Goodbye

310 52 2
                                    

He just want to make their goodbye to be a beautiful memories

Suara mesin penggiling kopi masih bisa kudengar seperti biasa. Pun aroma wanginya yang memenuhi setiap sudut cafe ini. Cafe penuh kenangan, tempat dimana aku dan dirinya memulai semua kisah kami.

Senyum ramah Renjun, pemilik cafe yang sekaligus bertindak sebagai kasir terkembang begitu melihatku memasuki cafenya. Aku membalas senyum itu sama ringannya. Ku pikir laki-laki itu tak akan menyadari jika senyumku terkesan aneh.

Ya, aku hanya berharap semua terlihat biasa dan normal.

"Seperti biasa?" Tanyanya ketika aku berdiri di depan meja kasir. Menatap kearah menu meskipun akhirnya tetap memesan menu yang sama setiap saat.

"Boleh."

"Tunggu kalau begitu, biar aku beritahukan Jeno untuk membuatkan kopimu." Laki-laki itu berbalik. Sedikit berteriak memanggil nama Jeno, sahabatnya sekaligus barista di cafe itu. "Ada tambahan lain, Mark?"

"Tidak usah. Itu saja cukup." Renjun mengangguk lalu mulai mengoperasikan mesin kasirnya. Menghitung total belanjaanku hari ini. Aku menyerahkan uang setelah ia memberitahukan padaku total belanjaannya. "Terimakasih Renjun."

"Sama-sama."

Aku berbalik. Berjalan dengan biasa menuju ke salah satu bangku yang terletak di pojok ruangan. Menatap ke sekeliling cafe yang tidak begitu ramai.

Musim telah berganti. Cuaca dingin mulai terasa menghangat. Musim semi tiba. Orang-orang nampak lebih bahagia dibandingkan saat musim lalu. Bunga disepanjang jalan juga sudah bermekaran. Seolah ikut menyemarakan musim semi tahun ini.

Harusnya semua terasa menyenangkan.

Tapi aku tak merasakannya. Kegelapan dan dinginnya musim dingin seolah masih melingkupiku. Mengikutiku kemanapun aku pergi.

Dari kantong celanaku, ku ambil ponsel lalu mencari namanya diantara seluruh kontak yang ku miliki. Mengetikkan satu pesan singkat dan kemudian kembali terlarut dalam suasana sepi yang seolah tak membiarkan lepas.

"Ini pesananmu."

Mungkin hanya suara Renjun yang kudengar setelah hampir 5 menit terdiam disana. Datang membawa segelas latte dingin favoritku. "Terimakasih."

Laki-laki itu mengangguk sekilas. Masih tetap mempertahankan senyum komersil yang selalu ia tampilkan di depan pelanggannya.

"Sama-sama, jika kau butuh sesuatu bisa cari aku dibelakang meja kasir ya." Renjun membungkuk sekilas sebelum kembali meninggalkanku sendiri. "Selamat menikmati."

Tempat itu kembali sepi. Sesekali aku mengaduk latte dihadapanku dan menyesapnya pelan.

Suara klintingan bel di depan pintu cafe mengalihkanku. Aku tak bisa tak tersenyum ketika menyadari siapa yang datang. Dengan sebuah baju terusan berwarna cerah, rambut yang mulai memanjang, make-up tipis yang terlihat segar. Dia disana, seolah juga siap menyongsong musim semi yang indah.

Aku menantinya. Membiarkan dirinya memesan minuman atau kudapan favoritnya sebelum akhirnya berjalan menuju kearahku.

Senyum tipisnya muncul ketika melihatku. Melambai kecil dan berjalan santai menuju kearahku. Aku bahkan bisa dengan jelas mendengar suara ketukan heels miliknya yang beradu dengan lantai kayu cafe. Suara itu, dengan anehnya malah membuatku merasa senang.

"Sudah lama?"

"Baru saja."

Dia menarik kursi dihadapanku lalu mendudukan diri. Menarik sebuah karet rambut yang selalu ia kenakan di pergelangan tangan kanannya dan mulai mengikat rambutnya menjadi ekor kuda. Gaya kebesarannya setiap saat.

WHAT IF? (mark + koeun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang