Secretary

384 53 14
                                    

He just used to work with her

Mungkin benar kepanitiaan mereka nyaris usai. Tinggal melakukan satu kali lagi rapat laporan pertanggungjawaban maka mereka akan dibubarkan. Tidak ada lagi Mark Lee yang mereka panggil kepala negara, tidak ada lagi Yeri si penagih uang karena posisinya sebagai bendahara dan tak ada lagi Koeun, sang ibu negara.

Berapa bulan mereka bekerjasama untuk menyukseskan acara ini? Nyaris 9 bulan persiapannya. Dari ketika pemilihan ketua bidang hingga merampungkan semua. Apa yang tidak mereka lewati? Suka-duka mempersiapkan puncak pagelaran acara dies natalis jurusan hampir semua pernah mereka rasakan. Dan itu membuat semuanya menjadi satu crew yang saling membutuhkan.

Suara ketikan laptop terdengar nyaring di ruang sekretariat himpunan. Koeun seorang diri di sana, sibuk mengedit dan merevisi laporan kegiatan malam puncak dies natalis yang telah lewat satu minggu lalu. Beberapa kali ia mendesah sambil meregangkan tubuhnya yang pegal.

Hari libur begini, kampus memang cenderung sepi. Ini membuatnya lebih mudah mengakses wi-fi karena sedikit orang yang ia ajak berbagi jaringan. Tapi kadang membosankan juga karena tak ada siapapun yang bisa diajak mengobrol.

Perempuan itu mengambil kopi kalengan yang memang ia bawa untuk membantunya tetap fokus lalu meminum cairan pahit itu sedikit demi sedikit. "Sedikit lagi Eun, setelah itu kita akan pulang," ucapnya pada diri sendiri. Berusaha mengangkat semangatnya untuk segera merampungkan tugasnya itu.

"Bener tebakan gue, lo di sini."

Koeun yang fokus pada laptop di depannya mengalihkan pandangan untuk bisa melihat sang ketua berdiri di depan pintu. Memasukkan kedua tangan ke dalam saku jaket sambil tersenyum lembut. Lengkap dengan kacamata berbingkai bulat andalannya.

"Mark? Kok lo di sini?" Koeun mengerjap sekali, bingung melihat kehadiran seorang Mark Lee yang tiba-tiba sudah berdiri di depannya. "Kata anak-anak lo pulang ke rumah, gimana sih?"

"Tadinya emang gue mau pulang." Ruangan sekretariat nampak sama rapinya. Anggota himpunan mereka memang terkenal cukup rajin bersih-bersih ruangan. Entah memang karena rajin betulan atau karena ingin mengambil beberapa barang tak berguna di sana untuk di bawa ke kos masing-masing. Bedebah memang. "Tapi gue inget lo bilang mau ngerampungin laporan kegiatan minggu ini 'kan? Jadi pasti lo nggak pulang."

Perempuan itu mengedikkan bahu. Membiarkan Mark melepas jaketnya dan duduk bersila di lantai yang tertutup karpet. Bersandar pada tembok di belakangnya sambil sesekali mencuri pandang ke arah sekretarisnya itu. "Terus hubungannya lo nggak jadi pulang sama gue tuh apa?"

"Ya kalo gue pulang, nggak akan ada yang nemenin dan bantuin lo nyelesain laporan itu."

Tangan Koeun yang sudah mulai kembali mengetik terhenti di udara. Kepalanya dengan cepat menoleh, melihat kearah Mark yang masih bertahan dengan senyum manisnya. "Gue bisa sendiri kok ngerjainnya, lagian ini udah jadi tugas gue."

"Ya kalo gitu gue nemenin lo di sini, nggak masalah 'kan?"

"Enggak sih, tapi emang lo ngga ada kerjaan lain apa selain nungguin gue?" Mark mengidikkan bahu lalu mulai mencari stop kontak dan memasangkan charger ponselnya di sana. Tak berselang lama, suara game perang yang sedang booming terdengar dari ponsel laki-laki itu dan Mark terlarut dalam permainanya. Membiarkan Koeun kembali menyelesaikan pekerjaannya. "Aneh deh lo, Mark."

***

"Lo tahu nggak apa yang bikin gue suka kerja bareng sama lo?"

Terkesiap, Koeun secara otomatis mendongak. Mengalihkan pandangannya dari layar laptop ke arah Mark yang kini sudah memandanginya sedikit intens. Tidak menyadari berapa lama laki-laki itu sudah selesai dengan permainan ponselnya.

"Kapan lo kelar main deh? Kok gue nggak ngeh?"

"Itu dia alasan kenapa gue suka kerja sama lo, Eun."

Koeun makin tak mengerti. Well, Mark memang kadang memiliki jalan pikiran cukup anti-mainstream. Orang bertanya apa, dia kadang jawabnya apa. "Nggak nyambung banget lo ditanyain." Dan Koeun kembali menekuni pekerjaannya. Dia terlampau biasa menghadapi Mark dengan segala pikiran tak terduganya.

"Lo ngerti nggak, cewek yang fokus sama kerjaan dia, yang ngerjain tugas-tugas dia dengan sabar dan tekun, yang nggak pernah ngeluh sekalipun banyak hal yang emang mungkin pengen dia keluarin....," Mark menarik satu tarikan napas. Membiarkan Koeun kembali memusatkan penglihatan ke arahnya. Pada kenyataannya, dia suka ketika perempuan itu hanya fokus padanya. Entah sejak kapan, semuanya mengalir begitu saja. "...jauh keliatan lebih menarik di mata gue. Dan yeah, lo kayak gitu selama kita kerja bareng. Gue nggak akan bohong kalo gue bilang, gue tertarik sama lo."

Hening sejenak sebelum Koeun tertawa. Entah tawa geli atau tawa canggung. Tapi memangnya siapa yang tidak berdebar ketika seorang Mark Lee mengungkapkan itu semua?

"Kayaknya lo ngantuk deh, udah mulai ngelindur gitu."

"No, gue sadar dan serius kali ini."

Bohong kalau Koeun bilang dia tak tahu bagaimana nyaris seluruh anggota himpunan menggoda mereka. Mengatakan jika dirinya dan Mark adalah contoh pasangan serasi. Belum lagi mereka yang percaya pada desas-desus jika biasanya sekretaris kepanitiaan akan selalu berakhir dengan ketua yang membidanginya.

Dan bohong pula jika Koeun hanya menganggap itu angin lalu. Pasalnya, selama mereka bekerja bersama Mark selalu memberikannya perhatian yang lebih. Bukan layaknya teman ataupun atasan dan sekretarisnya.

Tapi semua terasa begitu cepat.

"Ceritanya lo lagi nembak gue atau gimana?" Koeun tak mungkin lagi melanjutkan pekerjaannya. Ia lantas menyimpan seluruh dokumen yang ia edit dan mematikan laptopnya. Memilih untuk mencurahkan seluruh perhatiaannya pada ketua bidang tiga acara dies natalis jurusan itu.

"Tergantung lo nganggepnya apa."

"Maksud lo apaan, Mark?"

"Ya maksud gue gitu." Mark tersenyum makin lebar begitu yakin jika Koeun telah benar-benar memperhatikannya kini. Tidak lagi sibuk dengan pekerjaannya. "Gue tertarik sama lo."

"Tertarik gimana?"

"Ya tertarik."

"Gue nggak ngerti, serius. Gue bukan cewek yang bisa dikasi kode-kode nggak jelas gitu. Kalo mau ngomong tuh langsung ke intinya, jangan dibawa muter-muter."

Satu yang kemudian Koeun sesali dari perkataan itu adalah bagaimana Mark tiba-tiba bangkit dari posisinya dan memilih tempat di hadapan perempuan itu. Menariknya mendekat sebelum memberikan satu pelukan hangat.

Sial, jantungnya tak bisa dikendalikan kalau begini.

"Lo nggak perlu susah-susah buat ngertiin ini semua, biar gue yang bikin lo ngerti. Biar gue yang bikin semuanya jelas." Meskipun lebih dari 50 persen Koeun mengerti apa yang dimaksud oleh Mark, perempuan itu tetap tak berdaya begitu sang ketua mencuri satu kecupan di dahi dan pipinya. Memunculkan semburat merah tanpa bisa dia tahan. "Sampe situ, ngerti?"

Perempuan itu mengerjap. Sejak tadi pandangannya tak lepas dari kedua mata Mark yang menatapnya intens. "Mark, lo ngapain?"

"Jadi belum ngerti juga?"

Dan ketika Mark menyelipkan tangannya di belakang kepala Koeun lalu mendorong kepala perempuan itu hingga bibir keduanya bertemu, barulah ia sangat yakin dengan maksud laki-laki itu.

"Gue sayang sama lo," bisik Mark ketika ia telah menyudahi kecupan kecilnya. Tertawa geli melihat reaksi Koeun yang sebenarnya bisa ia perhitungkan. "Kita pacaran yuk!"




























Typo everywhere dan aku minta maaf untuk itu
Met malming teman2😄




WHAT IF? (mark + koeun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang