Science

331 57 17
                                    

Some science for love

Mark itu bukanlah tipikal siswa yabg rajin belajar. Tidak juga terlalu pintar. Dan seperti siswa lain pada umumnya, ia juga tak menyukai mata pelajaran berbau sains. Apalagi yang mengharuskannya menghapal dan berhitung sekaligus.

Tidak, terimakasih. Lebih baik ia pergi ke atas tebing lalu melakukan bungee jumping super ekstrim daripada harus memecahkan satu permasalahan yang memintanya mencari kapan si A dan si B berpapasan di jalan apabila A berangkat dengan kecepatan sekian dan B berangkat dengan kecepatan berbeda.

Untuk apa?

Tapi kali ini Mark tak bisa menolak untuk belajar mata pelajaran yang sebisa mungkin ia hindari itu. Karena Koeun sendiri yang mengajaknya belajar bersama.

Oke, katakan dia buta. Tapi iya, dia memang terbutakan oleh pesona gadis itu. Sahabatnya sejak kecil yang berbeda 180 derajat darinya.

Koeun selain cantik, ia pintar. Pintar yang kata Jaemin hampir jenius mengingat gadis itu kerap kali mewakili sekolah dalam kompetisi-kompetisi berbau sains.

Sayang sekali memang, hampir 3 tahun ia bersekolah dengan gadis itu tak sekalipun mereka pernah berada di kelas yang sama. Mark dan Koeun ibarat beda kasta.

Gadis itu tinggi tak terjangkau olehnya. Jadi kelas Koeun pastilah selalu kelas terbaik yang anggotanya para bintang sekolah yang sangat pintar. Lalu kelasnya? Satu sekolah juga tahu kelas Mark sudah seperti kelas buangan yang isinya siswa-siswa bandel dan benar-benar lambat.

Tapi ia tak pernah mengeluh. Ia menyayangi kelasnya lengkap dengan seluruh isinya yang memang kadang-kadang tidak pernah bisa diatur. Beberapa guru bahkan menyerah mengajari mereka.

Tapi kita hentikan dulu pembicaraan tentang dua kelas beda kasta ini. Kita kembali pada dua orang yang saat ini sedang duduk berhadapan di ruang tamu. Buku-buku tebal, catatan dan kertas berserakan disana. Seorang gadis lengkap dengan kacamata bacanya sedang sibuk mencorat-coret sesuatu dengan serius. Nampaknya ia sedang berusaha mencari pemecahan masalah dari satu soal yang ia tenukan di buku tebal didepannya. Sedangkan dihadapannya, anak laki-laki itu hanya diam sambil memainkan pensilnya bosan. Tetapi matanya tak henti juga melirik dan memperhatikan pergerakan gadis itu.

"Kau tak bosan belajar terus Eun?"

Gadis itu sedikit mendongak. Mengernyit melihat sahabatnya yang benar-benar terlihat tidak lagi tertarik dengan materi di depan mereka. Ia menghela nafas sekali lalu meletakkan pulpennya dan melepas kacamatanya. "Kenapa? Kau sudah bosan?"

Mark terkekeh. "Melihat buku ini saja membuatku alergi, apalagi jika kau suruh aku membacanya. Bisa-bisa aku terkapar di rumah sakit berikutnya."

"Mark, kau kapan mau berubah sih?" Perlahan Koeun mulai membereskan kertas-kertas dihadapannya. Jika ia belajar bersama dengan Mark, ia pastibakan berhenti tiap kali anak laki-laki itu bosan. Lalu mereka akan berakhir dengan bercanda dan bercerita sepanjang malam. "Ujian akhir sudah dekat. Kau harus mulai mengejar ketertinggalanmu itu jika mau lukus dengan nilai memuaskan dan mudah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi."

"Eun, kau tahu kan aku tidak suka belajar? Setelah inipun aku tak ada niat untuk melanjutkan sekolah. Lebih baik aku fokus pada kegiatan bermusikku saja."

Mark memang menggawangi satu grup band yang beranggotakan dirinya dan sahabat-sahabatnya. Band mereka cukup terkenal. Beberapa kali pernah diundang ke acar-acara off-air maupun on-air dan event-event sekolah atau kampus. Fanspun tidak bisa dikatakan sedikit. Intinya band milik Mark sukses.

"Pendidikan tinggi itu penting tahu. Jangan pernah sepelekan pendidikan."

"Kau mencari pendidikan setinggi itu memangnya untuk apa? Untuk mencari pekerjaan kan? Mencari uang?" Mark mengidikkan bahunya. Ia kadang suka malas mendengar ceramah panjang lebar dari Koeun tebtangnya yang tak juga berubah. "Ya kalau begitu tak masalah untukku. Toh aku bisa mendapatkan uang dengan menyanyi."

WHAT IF? (mark + koeun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang