Give Up

366 64 30
                                    

When she realize, she needs to give up

"Mama...." Kaki kecil itu bergerak pelan. Berjalan sedikit terseok karena kantuk yang mendera. Menggenggam selimut bergambar iron man favoritenya sambil berusaha mendekati tubuh lelah yang terbaring di sofa. "Mama sudah tidur?"

Perempuan itu membuka kedua kelopak matanya perlahan. Menguceknya agak kasar lalu tersenyum ketika mendapati sang putra yang sudah berdiri di hadapannya. "Hampir ketiduran." Perempuan itu tertawa kecil.

"Papa belum pulang?"

Senyum itu sedikit terusik ketika mendengar ucapan yang keluar dari bibir mungil itu. Tapi tak butuh waktu lama, perempuan itu kembali tersenyum lebar. Seolah ingin memperlihatkan jika semua baik-baik saja.

"Belum." Ucapnya sambil mengelus rambut halus anak laki-laki itu. Digendongnya tubuh kecil itu lalu mereka berjalan pelan. Kembali ke kamar penuh dengan dekorasi iron man dimana-mana. "Haneul tidur yuk, mama akan menemani Haneul tidur malam ini."

Anak laki-laki itu mengangguk lalu mengalungkan tangannya di leher sang ibu. Menguap lebar sebelum akhirnya memejamkan sepasang ata dengan binar cerah itu. "Mama tidak menunggu papa pulang? Atau papa tidak pulang lagi hari ini?"

"Papa akan pulang sayang, kau tidur saja dulu ya." Perempuan itu meletakkan tubuh sang putra diatas tempat tidurnya. Mengelus kecil surai yang jatuh menutupi dahi sambil menarik lembut selimut hingga dada. "Mau mama nyanyikan lagu tidur?"

Anak laki-laki itu hanya mengangguk lemah sebelum benar-benar tertarik kembali ke alam mimpi.

Setelah yakin bahwa Haneul benar-benar tertidur, Koeun berjalan keluar kamar anaknya. Tak lupa ia kecup kecil dahi anak laki-laki itu dan mematikan lampunya.

Haneul mungkin jadi satu-satunya alasan untuknya bertahan.

Begitu.

Karena laki-laki yang ia cintai, mulai berbalik arah tanpa ia sadari.

***

Satu-satunya suara yang menemani malamnya hari ini hanya suara dari detik jarum jam yang terus bergerak. Menghitung pergerakan buma tiap detiknya. Di luar sana mungkin berkas-berkas matahari mulai nampak.

Nampaknya sudah subuh.

Dan dia belum juga kembali.

Koeun menarik nafasnya lelah. Jadi sudah tiga hari dia pergi. Tak pulang bahkan jarang mengabari. Dan ini bukan yang pertama kalinya bagi mereka.

Tiap kali perempuan itu menghubunginya, panggilan itu selalu teralihkan ke kotak suara. Koeun selalu berusah berpikir positif. Mungkin Mark benar-benar sibuk dengan pekerjaannya.

Tapi ini mulai terasa menjemukkan. Bukannya ia tak tahu, ia justru sangat mengerti. Janji-janji yang sempat laki-laki itu jual padanya dulu sudah tak berlaku. Kadaluarsa.

Dan mungkin ia sedang mengobral janji yang baru pada perempuan lain diluar sana.

Ingin rasanya mengumpat. Namun Koeun masih tahu diri. Berkata kasar itu tidak baik.

Setidaknya begitu yang selalu orang tuanya ajarkan sejak kecil.

Tetapi jika dipikir ulang, Mark tidak mungkin tak dekat dengan perempuan. Pekerjaannya menuntutnya menjalin rekasi dengan banyak orang. Termasuk perempuan-perempuan lebih menarik di luar sana.

Koeun harusnya sadar diri. Bukankah ini yang ia mau? Menjadi istri seorang Mark Lee. Yang bahkan hingga tahun ke 12-nya ini masih saja bersinar diatas panggung.

Bukannya ini resiko yang harus ia tanggung ketika perempuan itu memilih cinta diatas mimpinya dulu? Dan kesepakatan antara dia, Mark, keluarga dan agensi yang mengharuskan pasangan itu menyembunyikan pernikahan mereka. Dan juga Haneul mereka.

WHAT IF? (mark + koeun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang