Feeling

284 57 15
                                    

You love me, right?

Mark sayang Koeun, jelas. Kekasihnya itu adalah satu-satunya yang membuat dunianya serasa terguncang sejak kali pertama mereka bertemu. Bahkan ketika ia bertukar pandang kala itu, ribuan kembang api seolah meledak dan menghiasi langit malam. Waktu terhenti dan laki-laki itu hanya mampu terpaku tanpa sempat berbicara. Sedahsyat itu memang.

Oke, mungkin ini terdengar berlebihan. Tapi serius, Mark menyukai Koeun di detik pertama pertemuan mereka. Dan perjuangannya meluluhkan hati dingin perempuan itu bukanlah hal mudah untuk dilakukan.

Jadi bagaimana mungkin Mark tak bahagia ketika sekarang Koeun sudah berhasil ia dapatkan? Tapi yang kini menjadi pikirannya adalah, apakah kekasihnya itu juga memiliki perasaan yang sama? Atau ia menerima ajakan berkencan Mark hanya sebatas rasa kasihan?

Ah tapi, rasanya opsi terakhir terdengar terlalu jahat untuk bisa seorang Koeun lakukan. Menerimanya hanya karena kasihan. Tidak mungkin 'kan?

Kalau dipikir lagi, opsi itu justru yang paling terasa masuk akal. Bukannya bagaimana, Mark kadang merasa Koeun sama sekali tak tertarik padanya karena perempuan itu tak pernah menunjukkan reaksi berlebih ketika ia pergi tanpa izin, sengaja menghilang beberapa waktu beberapa minggu lalu.

Atau ketika dia dengan sengaja mengajak serta Arin, salah seorang teman yang ia kenal di organisasi kampusnya. Menggandeng perempuan itu dan bertingkah seolah mereka dekat selama ini. Di depan Koeun, tentu saja. Karena ya, tujuan utama Mark memang ingin melihat apakah kekasihnya itu cemburu atau tidak.

"Mark, kau yakin ini tidak berlebihan 'kan?" bisik Arin yang duduk dihadapannya sambil melirik ke arah Koeun yang berada beberapa meja di seberang mereka. Oh ya, saat ini mereka sedang berada di cafetaria. Ceritanya ingin menikmati makan siang bersama sekaligus melancarkan rencana aneh milik Mark. "Orang-orang tahu kau dan Koeun berkencan. Sekarang malah mereka yang melihat aneh ke arahku."

"Pasti, semua akan baik-baik saja." Mata laki-laki itu masih mengawasi pergerakan Koeun. Kekasihnya itu sedang duduk sendiri sambil menikmati segelas orange juice kesukaannya. Tanpa gula pasti, Mark tahu kesukaan perempuan itu. "Hanya sebentar saja aku butuh bantuanmu, Rin. Semua teman perempuan yang aku kenal sudah punya kekasih, hanya kau yang sendiri. Jadi aku menekan resiko untuk dipukuli laki-laki lain."

"Kurang ajar!" Mereka berdua kini nampak asik berdebat sambil tetap memperhatikan Koeun yang nampaknya tidak juga sadar dengan keberadaan dua orang itu. Justru orang-orang di sekitar mereka yang nampak bingung memperhatikan. Beberapa dari mereka mungkin berpkir jika hubungan Mark dan Koeun sedang tidak baik-baik saja. "Mark lihat! Orang-orang sekarang memperhatikan kita dan Koeun sambil berbisik. Aku tidak mau ya nama baikku harus hancur hanya karena ide bodohmu yang berusaha membuat Koeun merasa cemburu."

"Ssttt ....kau berisik sekali, Rin!"

Sebenarnya Mark tidak peduli dan tidak mau peduli tentang bagaimana orang-orang di cafetaria berbisik dan membicarakannya. Fokus laki-laki itu sejak tadi tak berpindah dari Koeun yang asik membaca buku tebal entah apa. Ia mendengus begitu menyadari jika kekasihnya itu benar-benar lupa pada dunia apabila telah dihadapkan pada hobi membacanya.

"Hey, kekasihmu itu benar-benar tidak memperhatikan sekitarnya atau bagaimana?" Arin ikut-ikutan penasaran dengan Koeun yang benar-benar terlihat tak terusik sejak tadi. Padahal di bangku sebelahnya ada segerombolan mahasiswa yang membicarakannya terang-terangan. Hebat. "Dia seperti tidak berada di tempat ini."

Mark mendesah lalu mengambil gelas berisi jus semangka miliknya. Menyesap dengan tidak bersemangat. "Itulah, kau tahu kan sekarang bagaimana rasanya memiliki kekasih secuek dia? Ini jalan terakhir yang akan aku ambil untuk menguji perasaannya. Aku tak tahu lagi bagaimana harus menghadapi hubungan kami jika dia tidak terlihat cemburu sama sekali."

WHAT IF? (mark + koeun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang