Drivers License

198 34 35
                                    

"ɪ'ᴠᴇ ɢᴏᴛ ᴍʏ ᴅʀɪᴠᴇʀ's ʟɪᴄᴇɴsᴇ ʙᴜᴛ ʏᴏᴜ ᴀʀᴇ ɴᴏᴡʜᴇʀᴇ ᴛᴏ ʙᴇ ғᴏᴜɴᴅ."

Di tangannya, surat izin mengemudi itu berada. Setelah banyaknya hal yang ia lewati, serangkaian tes dan ujian yang berhasil ia selesaikan, akhirnya Koeun diperbolehkan mengendarai mobilnya sendiri.

Sebuah audi berwarna metalik terparkir di depan rumahnya. Pemberian dari ayah karena anak gadisnya kini secara legal bisa mengendarai mobil kemanapun ia mau. Tidak perlu lagi menunggu seseorang datang dan memberikan tumpangan.

Harusnya ia bahagia. Berhasil melewati trauma terberatnya dan mendapatkan kartu kecil berbentuk persegi panjang itu.

Iya, seharusnya begitu.

Tapi semua yang pernah ia bayangkan dalam imajinasinya, tak berjalan semulus itu. Surat di tangannya, mobil audi yang nampak berkilat tertimpa cahaya lampu jalan, juga seruan haru dari Sungkyung yang bahagia karena kakaknya telah berhasil mendapatkan salah satu impiannya itu, tidak lagi menjadi hal yang bisa membuatnya tersenyum senang.

"Kak ...." Sungkyung membuka pelan pintu kamar kakaknya. Menarik napas kecil lalu berjalan perlahan. Menyentuh pundak Koeun yang sejak tadi berdiri di depan jendela sambil memandangi mobilnya di luar sana. "Tidak mau mencoba mobil dari ayah? Ayo kita keluar mencari udara segar. Lagipula, kau sudah boleh menyetir sekarang."

Koeun hanya mampu menghela napasnya. Membalikan tubuhnya lalu tersenyum lemah sambil menggeleng pelan. "Sedang tidak ingin pergi kemanapun. kalau kau memang ingin keluar, ajaklah Donghyuk. Dia akan dengan senang hati mengantarmu, Kyung."

"Tapi aku ingin pergi bersamamu dengan mobil barumu itu."

"Maaf, tapi aku tidak bisa. Aku sedang lelah," ucap Koeun lemah. Satu senyum nampak menghiasi wajahnya yang tidak lagi bersemangat. "Lain kali ya, kita akan pergi bersama."

"Kakak tidak mau karena lelah, atau karena seseorang?"

Senyum Koeun tertahan di wajahnya. Tebakan Sungkyung tidak meleset sedikitpun. Adik bungsunya itu masih berdiri di hadapannya, ikut memasang wajah sedih karena keadaan kakaknya sekarang. "Kakak lelah, hanya itu."

"Jangan bohongi aku. Ayah dan ibu juga ikut khawatir melihatmu seperti ini." Helaan napas Sungkyung kembali terdengar. Ia menjulurkan satu tangannya dan menyentuh tangan Koeun. Menggenggamnya erat sambil menatapnya penuh harap. "Kak, kemarin kakak berhasil menghadapi ketakutan untuk bisa mengendarai mobil. Seakrang, aku tak mau kakak harus trauma lagi dan memilih berhenti mengendarai mobilmu itu hanya karena seseorang. Perjuanganmu untuk mendapatkan surat izin itu jadi sia-sia."

"Kyung ...."

"Mana kakakku yang penuh semangat? Mana Kak Koeun yang benar-benar belajar giat demi surat izin mengemudinya?" Sungkyung menggenggam tangan Koeun makin erat. "Ayo, kita pergi bersama. Berputar-putar di sekeliling kota tanpa tujuan terdengar menyenangkan bukan?"

***

Ada yang berbeda ketika Koeun menggunakan seatbelt-nya. Ada yang aneh ketika ia menyalakan mesin mobilnya. Dari arah pintu rumah, ayah dan ibu tersenyum sumbringah. Mungkin senang karena akhirnya, putri sulung mereka mau mengendarai audi itu.

"Lihat, ayah dan ibu sesenang itu." Sungkyung menunjuk arah rumah mereka sambil tersenyum lebar dan melambaikan tangannya. "Mereka senang saat kakak memutuskan untuk mengendarai mobil ini."

Sesungguhnya, ada perasaan pahit yang merayapi hati perempuan itu. Merasa bersalah sudah membuat kedua orang tuanya khawatir beberapa hari ini, sekaligus merasa kekosongan yang amat hampa. Seharusnya, kursi penumpang di sebelahnya tidak diduduki oleh Sungkyung. Seharusnya kursi itu diduduki oleh seaeorang yang membantunya melawan perasaan takut dan menyemangatinya sampai surat izin itu berhasil ia dapatkan.

WHAT IF? (mark + koeun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang