Two Hearts

318 40 23
                                    

About her and him and another him

Mark tidak tahu harus bersyukur atau merasa sial ketika Kak Doyoung dengan entengnya menitipkan kekasihnya pada laki-laki itu selama ia mengikuti program pertukaran pelajar di Jepang 3 bulan. Bukan, Mark bukannya tidak kenal dengan kekasih Kak Doyoung. Kenyataannya, mereka sangat dekat. Bahkan mungkin bisa dikatakan jika laki-laki itulah yang kemudian mengenalkan Kak Doyoung pada kekasihnya itu. Yang notabenenya adalah sahabat masa kecil Mark.

Namanya Koeun. Seseorang yang diam-diam Mark kagumi dan sukai tetapi tak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Karena ia takut ketika Koeun tak memiliki perasaan yang sama, sahabatnya itu akan berangsur menjauh akibat perasaan tak nyaman. Mark tak mau kehilangan sahabat paling berharganya itu hanya karena perasaan sukanya.

Sayangnya, hal itu malah menjadi boomerang untuknya ketika salah satu senior di kampus tiba-tiba mendekati Koeun yang memang sering diajak oleh Mark menemani rapat ataupun mengerjakan tugas-tugasnya hingga larut malam.

Entah pendekatan seperti apa yang telah Kak Doyoung lakukan ketika kemudian beberapa bulan setelah pertemuan mereka, keduanya resmi berkencan.

Sakit? Tentu saja.

Tapi apa yang bisa Mark lakukan? Pergi mencari Kak Doyoung lalu memukul dan memakinya atas tuduhan merebut Koeun? Siapa dia? Hanya sahabat 'kan?

"Gue tau lo nggak bakalan aneh-aneh sama pacar gue selama gue belajar di Jepang. Gue titip Koeun sama lo, Mark. Jagain dia."

Mark tak mau aneh-aneh, jelas. Dia tak mau mengkhianati pertemanannya dengan Kak Doyoung. Tapi dia juga tak munafik menampi jika 3 bulan bersama Koeun akan membuat perasaan menyayangi perempuan itu semakin tinggi. Padahal setelah Koeun dan Kak Doyoung resmi berkencan, Mark sudah mati-matian menjaga jarak dan membunuh perasaannya untuk Koeun.

"Mark? Udah lama?"

Mark tersadar dari lamunannya begitu Koeun membuka pintu penumpang mobil. Tersenyum manis dengan rambut yang diikat ekor kuda. Ciri khasnya sekali. Beberapa anakan rambut perempuan itu keluar dari ikatannya. Membuat wajah Koeun nampak jauh lebih menarik.

"Nggak kok, ini baru aja nyampe."

Koeun mendudukan diri di kursi penumpang sebelahnya setelah meletakkan tas dan buku-bukunya di bangku belakang. Sekali lagi tersenyum, menampilkan wajah bersalah sekaligus tak enakan pada Mark. "Maaf ya, harusnya kamu nggak usah jemput malem-malem gini. Yeri tuh emang doyan banget ngajakin kerja kelompok sampe larut."

"Santai kali Eun, aku juga nggak sibuk-sibuk ngapain." Mark tertawa kecil, mengacak puncak kepala Koeun sebelum menyalakan mesin mobilnya. Di depan Kak Doyoung dia selalu berusaha menahan setiap kebiasaan mereka yang mungkin di mata orang awam terlihat terlalu dekat. Sekarang, ia bisa dengan bebas mengacak rambut sahabatnya itu lagi. Sesuatu yang sudah lama ia tak lakukan. "Oh ya, kamu udah makan? Mau nyari makan dulu?"

"Belum sih." Koeun baru saja selesai mengetik sesuatu di ponselnya. Sedikit Mark sempat melirik, ada nama Kak Doyoung di sana. Mungkin kekasihnya itu baru saja menghubunginya.

"Kak Doy ya?"

"Iya nih, cerewet banget dia. Padahal aku udah bilang sekarang ada kerja kelompok sama Yeri dan pulangnyapun juga dianter kamu 'kan?"

Ada setitik rasa tak terima yang tiba-tiba muncul di hatinya. Tapi sekali lagi, ada hak apa Mark merasakan itu semua? Demi menyamarkan itu semua, ia memilih tertawa kecil. "Kak Doy kapan nggak cerewetnya sih?"

"Ya iya juga. Heran, kenapa dulu aku tuh mau aja sama dia." Mark masih tertawa. Menahan rasa perih yang datangnya tak diundang. Melajukan mobil dan membelah gemerlap malamnya kota. Mengantarkan sahabat tercintanya menuju tempat yang ia inginkan. "Oh ya Mark, kok aku kangen ke bukit bintang ya? Kayaknya udah lama kita nggak kesana. Mampir bentar yuk, sekalian kepengen healing."

WHAT IF? (mark + koeun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang