"Tadi katanya mau nyari makan dulu."

"Drive-thru aja deh. Nanti kita makannya di bukit bintang." Satu senyum excited muncul di bibir perempuan itu. Nampaknya dia bersemangat dengan ide tiba-tibanya tersebut. "Serius aku kangen banget sama suasana malem di sana."

"Ya udah, buat kamu apa sih yang enggak?"

***

Tentang Bukit Bintang, tempat itu sebenarnya cuma daerah perbukitan biasa yang ada di pinggiran kota. Dulu, Mark sering mengajak Koeun ke sana setelah pulang sekolah hanya untuk menikmati semilir angin dan melihat pemandangan kota dari ketinggian. Melihat mobil-mobil melaju di bawah mereka sambil bercerita tentang apapun. Tak banyak orang tahu tentang tempat itu karena letaknya memang tersembunyi. Mereka perlu melintasi jalanan aspal dengan sawah di kanan dan kiri serta sedikit menanjak untuk tiba di sana.

Mark sudah terbiasa, sehingga mudah baginya untuk pergi ke sana dengan mobilnya. Beberapa kali memang ia sering pergi ke Bukit Bintang untuk mencari ketenangan meskipun tak bersama Koeun lagi.

Senyum di wajah perempuan itu terkembang sempurna begitu melihat pemandangan Bukit Bintang di depannya. Ia merasa sangat tidak sabar untuk turun lalu membiarkan angin malam melarikan anakan rambutnya. Menyaksikan bagaimana lampu kendaraan dan kota yang gemerlap dari atas sana. Belum lagi, cuaca yang baik hari ini membuat langit tambah semarak dengan serakan bintangnya.

Sedikit tak sabar, Koeun membuka seatbelt dan pintu penumpang lalu meloncat keluar. Merentangkan tangan dan berteriak gembira. "Gila, rasanya lama banget aku nggak selepas ini. Terlalu kangen sama Bukit Bintang."

Mark tertawa kecil melihat bagaimana semangat sahabatnya itu. Sudah lama juga ia tak melihat Koeun yang nampak excited sekaligus playful begitu. Mengembalikan ingatannya pada masa saat mereka berdua masih sama-sama menggunakan seragam sekolah.

"Kamu suka diajak ke sini?"

"Sukalah, suka banget malah." Koeun masih merentangkan tanganya sebelum akhirnya menarik karet yang mengikat rambutnya. Membiarkan rambut lurusnya tergerai dan dilarikan oleh angin. Satu momen yang magis bagi Mark, karena sahabatnya itu jadi terlihat dua kali lebih menawan. "Mark? Koo bengong liatin aku? Kenapa?"

"Ah ....engga, nggak kenapa-kenapa kok." Lalu merasa bodoh karena dengan mudahnya terpergok mengamati perempuan itu dalam diam.

"Beneran?" Tawa jahil lantas muncul di bibir Koeun. Kedua alis perempuan itu bergerak naik-turun. Seakan menggoda laki-laki di depannya. "Jangan-jangan aslinya kamu terpesona ya? Soalnya aku cantik."

Inginnya laki-laki itu dengan lantang mengatakan iya. Agar Koeun tahu betapa ia sudah mengagumi perempuan itu sejak dulu. "Cantik? Yang bener aja kamu?" Tapi dia terlalu takut.

"Ish, kamu tuh sulit banget kalo disuruh muji aku. Sekali aja nggak pernah." Koeun mencebikkan bibirnya. Membuat Mark makin gemas ingin mecuri ciuman di bibir yang nampak manis itu. Oh no, please jangan berpikir yang iya-iya Mark! "Seberdosa itu emang ya?"

"Emang nggak cantik kok."

"MARK IH NYEBELIN!"

Dan ini juga menjadi salah satu hal yang laki-laki itu rindukan. Ketika Koeun merajauk, meneriakinya, marah atau apalah sebutannya itu saat Mark dengan sengaja membuatnya kesal.

Gosh, he loves her so much.

It hurts.

"Nyebelin gini tapi tetep sayang 'kan?"

Hening.

Mark tiba-tiba merasa bodoh ketika mengatakan itu. Oke, mereka dulu bisa seperti itu. Tapi kini kondisinya berbeda. Koeun tidak lagi sendiri, dia sudah ada yang memiliki.

WHAT IF? (mark + koeun)Where stories live. Discover now