"I am not. Kau yang mabuk, Eun."

"Aku?" Perempuan itu menunjuk dirinya sendiri. Mengernyit ketika mendapati kontradiksi dalam perkataan temannya tersebut. "Aku bahkan tidak minum satu gelaspun sejak tadi. Jadi bagaimana mungkin aku bisa mabuk?"

"Iya, kau mabuk." Lagi, Hendery terkekeh. "Mabuk oleh cinta."

"Bullshit!"

"Akuilah itu!" Ingin rasanya Koeun menampar laki-laki di sebelahnya itu. Tapi dia ingat, Hendery ini temannya. Dan ia bahkan dalam keadaan setengah sadar sekarang. "Kau tak bisa melupakannya, 'kan?"

Rasanya ia mulai muak dan ingin segera pergi dari sana. Tetapi Dejun kemudian datang. Menghadangnya yang sudah akan beranjak sambil menyerahkan satu gelas tequilla kesukaannya. "Mau kemana? Minum dulu!"

"Nope. Aku bilang tidak mau ya tidak mau!"

"Eun, come on. Kenapa kau harus keras kepala begitu?" Kini Yeri, yang baru kembali setelah berdansa dengan bebasnya di lantai dansa bersama Lucas mulai mengomeli sahabatnya itu. "Kita kemari karena kau."

"Aku bahkan tak pernah meminta kalian melakukan itu."

"Kau memang tak memintanya, Eun." Gelas di tangan Dejun berpindah ke tangan Lucas. Laki-laki itu, masih dengan senyum jenakanya mengangsurkan tequilla tersebut. "Tapi kami yang khawatir padamu. Kami peduli padamu. Kami tak ingin melihatmu selalu terpuruk seperti itu. Life must go on. The curtains of the show hasn't strolled yet."

Koeun mendecih. Sedikit menghentakkan tangan Lucas yang terulur. "Apa hakmu memintaku untuk melanjutkan hidup?"

"Kau masih muda, kau cantik. Satu laki-laki di dunia ini seharusnya tidak cukup untuk membuatmu berhenti melangkah." Yeri tersenyum tenang. Mendekati Koeun dan menepuk pundaknya perlahan. Mengambil gelas di tangan Lucas dan mengangsurkanya pada perempuan itu. "Kami sudah mengatakan padamu untuk melupakannya, 'kan? Kau bisa lakukan apapun. Drunk sampai one night stand. Tapi kau selalu menolaknya. Kenapa? Masih mencintainya? Takut menerima kemyataan jika kau masih belum bisa beranjak darinya?"

Koeun menggeram. Dengan segera ia mengambil alih gelas yang sejak tadi dioper oleh teman-temannya dan menenggak cairan itu dalam sekali minum.

"Puas kalian?"

Mereka tertawa terbahak. Meskipun samar terdengar karena dentuman keras musik dalam club malam ini.

***

Yang dia butuhkan saat ini sebenarnya hanyalah angin malam dingin nan menenangkan. Jadi Koeun menyelinap keluar. Menjauh dari keramaian dan menikmati waktu sendirinya kembali.

Perkataan Yeri tadi seolah menohoknya. Membuatkan kembali berpikir apakah benar, dia masih belum bisa mengenyahkan bayang laki-laki itu?

Ia medesah untuk kesekian kali. Berjalan sedikit sempoyongan akibat efek dari minuman beralkohol yang ia minum barusan lalu duduk di salah satu sisi trotoar tepat di bawah lampu penerangan jalan. Sepi, sedikit kendaraan yang lewat. Bukan sedikit lagi sebenarnya, nyaris tak ada. Tapi itu wajar, jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi.

Shit, kepalanya serasa berputar saat ini. Dan ia sudah butuh untuk kembali ke rumahnya lalu merebahkan diri di atas tempat tidurnya yang nyaman. Tapi ia tetap merasa bersalah jika harus meninggalkan teman-temannya di sana. Ia tak tahu akan separah apa hangover mereka nantinya. At least, harus tetap ada seseorang yang tidak terlalu mabuk untuk bisa mengangar mereka pulang.

Koeun sedang berusaha untuk mengenyahkan efek alkoholnya sedikit demi sedikit. Karena itu ia tidak banyak minum barusan.

Sepinya malam ini membuat desauan angin bahkan terdengar jelas. Perempuan itu masih di sana. Duduk sambil menatap ke layar ponselnya yang mati. Tidak ada pemberitahuan apapun. Telepon, pesan, nihil.

WHAT IF? (mark + koeun)Where stories live. Discover now