"Elu, sih, lama banget." Yona berucap kesal.

"Sori, tadi banyak yang ikut markir juga makanya gue lama urusinnya."

Yona berdecak, "itu masalah lo, masih aja markir mobil di depan toko Pak Eko. Perkiraan sekolah kita, kan, gede."

"Gede emang, tapi entar kalau pulang sekolah padetnya luar binasa, sampai gue nunggu mobil lain bergerak dulu baru bisa keluar," jelas Billy.

Yona tidak menjawab, ia memilih mengeluarkan cermin kecil dari saku celana trainingnya. Memandangi pantulan wajahnya yang masih saja terlihat lemas serta pucatnya yang semakin menjadi. Yona tidak mengerti apa yang sedang terjadi, sejak kemarin ia harus menebalkan riasan sederhananya agar bisa menutupi.

Gadis itu merogoh kantong celananya lagi, mengambil pewarna bibirnya yang sehari-hari dipakai. Mengoleskannya menyeluruh berulang kali, cukup menutupi bibirnya yang pucat.

"Untung hari sabtu, kalau enggak udah pasti gue bakal berurusan sama Bu Riyani," guman Yona.

Billy mendelik. "Lo mau ke sekolah atau mau kondangan, sih?"

"Sekolah lah!"

"Mana ada anak sekolah yang mukanya seperti ketumpahan tepung kek lo? Terus gincunya nggak nyelo banget gitu?"

"Suka-suka gue dong. Lagian sekarang, kan, hari sabtu. Bebas. Cuma ada ekstrakulikuler doang," jawab Yona.

"Hapus aja, ya? ngeri gue liatnya. Muka lo sebelas-duabelas sama boneka Annabelle, serius gue," ujar Billy dengan ekspresi tidak enak—walau sejujurnya wajah Yona justru terlihat makin cantik. Ia merogoh saku ransel Yona, mengambil selembar tisu. Baru ingin membersihkan make up berlebihan Yona, gadis itu duluan menyikut perut Billy hingga rangkulannya terlepas.

"Kalau lo berani sentuh muka gue, jangan salahin gue kalau hari ini tangan lo ilang, ya!"

Billy meringis sambil memegang perutnya. Meski ia merasa serangan Yona tidak terlalu kuat hari ini, tetapi tetap saja rasanya sakit. "Lo nggak sarapan, ya, tadi? Kok, tumben tenaga lo nggak sekuat kemarin?"

"Sarapan, kok," jawab Yona jujur. Sebelum berangkat ke sekolah tadi, ia memang sarapan karena ingin meminum obat pusingnya. Tetapi sepertinya hal itu tidak manjur, buktinya sekarang kepala Yona perlahan berdenyut pusing lagi.

"Masa?" tanya Billy tidak percaya. Yona mengangguk yakin. "Kalau gitu, jangan-jangan lo lagi sakit, ya?" Ia menjulurkan tangan memeriksa suhu tubuh Yona, dan terasa panas. "Kan, lo sakit!"

"Gue cuma pusing dikit," jawab Yona tidak berselera.

"Yaudah lo pulang aja. Entar gue ijinin ke Bu Emile," perintah Billy.

"Apaan dah lo. Nggak usah lebay, deh. Kepala gue cuma pusing, tadi juga udah minum obat."

"Tapi nanti kalau lo kenapa-kenapa gimana?" Billy tidak menyerah. Ia merasa khawatir.

"Lo lupa, ya, kalau gue itu Yona Faresta Ivory! Mana ada di kamus kehidupan gue kalau gue itu bisa kenapa-kenapa? Nggak lah!" bantah Yona.

"Lo lupa, ya, kalau lo itu manusia?" balas Billy membuat Yona terdiam. "Lo bukan tokoh super hero yang mampu ditahan banting, yang mental dan fisiknya kuat. Lo itu cuma manusia, Yona. Lo jangan berlagak kuat kalau sebenarnya lo itu lemah! Gue cape liat lo gini mulu! Lo nggak kasian sama diri lo sendiri, hah?!"

BeautifuloveМесто, где живут истории. Откройте их для себя