Baginya kehidupannya adalah kegelapan yang tak berujung. Ia berusaha menahannya karena Ia tidak memiliki siapapun untuk merawatnya. Bagaimanapun ini adalah rumah ayah kandungnya.

Hal itu terus berlanjut hingga wajah putih kecil itu datang menghampirinya di tengah hujan salju. Kakak beradik itu membawanya keluar dari kegelapan, memberinya kehidupan baru.

Ia sering menyelinap ke kediaman Xu, belajar dan bermain bersama Xu Zao dan Xu Liu. Meski ketika Ia kembali Ia masih akan terus dipukuli, Ia tidak merasa takut. Sekarang Ia punya alasan untuk bertahan. Ia juga menjadi sedikit pintar karena belajar banyak ilmu pengetahuan dikediaman Xu.

Ketika Xu Zao memasuki tentara diusia remaja, Ia tidak bisa bermain lagi dengan Hao Lan dan Xu Liu. Namun ketika Ia ada waktu luang, Ia akan menceritakan pengalamannya dimiliter. Hao Lan secara alami menjadi tertarik dengan militer dan memutuskan untuk masuk militer juga.

Hao Lan berlatih dan berlatih di markas sehingga Ia jarang pulang ke kediaman Hao. Ketika Ia kembali, Ia sudah jauh lebih kuat dan tidak ada yang berani menggertaknya lagi. Berkat ketangkasan dan kecerdikannya, Hao Lan sangat di akui.

Tetap saja ketika Ia punya waktu luang, Ia akan berkunjung ke kediaman Xu untuk bergaul dengan Xu Liu. Xu Liu sejak muda sering jatuh sakit, Ia tidak bisa mengikuti jejak Xu Zao untuk masuk militer dan memilih bidang seni dan sastra untuk dipelajari. Ia ingin menjadi sarjana untuk berkontribusi bagi negaranya.

Wajah itu selalu pucat, namun matanya sangat cerah. Seluruh diri Xu Liu sangat bersemangat. Hao Lan sangat menyukainya. Sampai peperangan pecah antara negara Fu dan Ming. Xu Zao jatuh dimedan perang. Sejak itu, tidak ada jejak senyum di wajah Xu Liu lagi. Ia menjadi pemurung dan jarang berbicara.

Hao Lan juga merasa bersalah. Jadi beberapa bulan setelah kematian Xu Zao, Ia tidak pernah berkunjung ke kediaman Xu. Ia sibuk dengan peperangan seperti orang gila. Tapi Jenderal pasukan musuh sangat kuat, hingga mereka mengalami kekalahan.

Namun suatu waktu, kedua kerajaan memutuskan gencatan senjata. Ia merasa lega dan berniat menemui Xu Liu ketika kembali.

Ketika Ia kembali dan pergi ke kediaman Xu, Ia mengetahui bahwa Xu Liu pergi. Yang membuatnya heran, Xu Liu justru pergi ke negara Ming. Ia tidak mengerti alasannya, tapi Ia tau ada sesuatu yang membuat Xu Liu harus melakukannya.

"Ah Lan. Kapan giliranmu bertarung dan siapa lawanmu?" suara Xu Liu menarik Hao Lan dari lamunannya.

"Ah..giliranku adalah yang ke-5 di arena tiga. Lawanku adalah Jenderal Mu." jawab Hao Lan. Matanya memiliki jejak kebencian dan dendam.

"Kau akan bertarung dengan Wang..eh..maksudku Jenderal Mu?"

"En..siapa yang akan kau dukung?" Hao Lan tersenyum nakal, menaik turunkan alisnya.

"Ah..aku tidak tau. Ku rasa kalian sama-sama kuat."

"Bagaimana bisa kau berkata begitu. Kau tentu harus mendukung Gege-mu ini." Hao Lan mencubit hidung Xu Liu hingga memerah.

"Ah..ah sakit. Tentu. Aku akan mendukung Ah Lan." Xu Liu memegang hidungnya yang kesakitan.

Hao Lan tersenyum senang. "Baiklah. Aku harus mempersiapkan diriku. Aku pergi dulu."

Ketika tiba giliran pertarungan Mu Ge dan Hao Lan, itu sudah hampir senja. Mereka memasuki arena dengan gagah. Tubuh Xu Liu gemetar karena bersemangat. Ia penasaran siapa yang lebih kuat antar Mu Ge dan Hao Lan. Kedua pria itu sangat dominan.

"Sudah lama Jenderal Mu. Aku tidak tau mengapa Ah Liu bisa bersamamu, tapi itu tidak mengubah fakta bahwa kau membunuh kakaknya." Hao Lan berbicara dengan suara rendah, sorak sorai dipinggir arena cukup kencang, namun pendengaran Mu Ge sangat tajam dan Ia bisa mendengarnya dengan jelas.

Mu Ge tersenyum mengejek. "Lalu apa yang ingin kau lakukan?"

"Kalau aku tidak bisa melukaimu, itu akan melukai harga diriku." Hao Lan mendengus dan melancarkan serangan pada Mu Ge.

Dalam pertandingan ini, prajurit tidak menggunakan armor. Jadi kemungkinan untuk terluka sangat besar, hanya saja tidak diperbolehkan mengenai titik vital.

Hao Lan menyerang Mu Ge dengan agresif, namun Mu Ge selalu menunjukkan ekpresi tenang. Gerakan Hao Lan sangat cepat dan tangkas sedangkan gerakan Mu Ge cenderung lamban namun tepat sasaran. Berkali-kali Mu Ge memukul tubuh Hao Lan dan melukai beberapa bagian tubuhnya.

Hao Lan sangat kesal melihat bahwa Ia bahkan tak bisa melukai tubuh Mu Ge. Pada serangan terakhirnya, Ia menggores lengan Mu Ge, namun pedang Mu Ge sudah berada dilehernya. Pertarungan pun berakhir dengan Mu Ge sebagai pemenangnya.

Mu Ge mengulurkan tangannya, namun Hao Lan tidak mengambilnya. Ia bangkit dengan wajah gelap dan melompat keluar dari arena. Xu Liu bergegas menyusulnya karena khawatir akan luka-lukanya.

"Ah Lan tunggu." Xu Liu berjalan tertatih karena kakinya yang sakit.

Hao Lan berbalik, lalu berhenti. Xu Liu mendekat untuk melihat luka-lukanya. "Ah Lan. Apa kau baik-baik saja?"

Hao Lan tertawa, hatinyalah yang jauh lebih sakit dan kecewa. Ia kecewa pada dirinya karena tak bisa sebanding dengan Mu Ge. "Ini tidak apa-apa. Ada petugas medis yang akan mengurus lukaku. Kau kembalilah dan pijat kakimu."

"En..baiklah. Rawat lukamu dengan baik. Sampai ketemu lagi nanti."

Xu Liu berbalik dan pergi. Hao Lan masih memandang tubuh Xu Liu yang menjauh. Lalu Ia juga kembali ke tendanya untuk mengurus luka-lukanya.

Xu Liu kembali ke tenda dan mendapati Mu Ge didalam. Ia bertelanjang dada dan membersihkan luka dilengannya.

Mata Xu Liu membelalak. "Apa kau terluka juga?"

"Tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil."

Xu Liu mendekat dan melihat luka itu cukup dalam. "Apanya yang luka kecil? Kau meremehkan sekali." Xu Liu merebut handuk kecil dari tangan Mu Ge. Ia membersihkan luka dengan hati-hati, lalu menerapkap obat.

Sudut mulut Mu Ge tersenyum. "Apa kau khawatir?"

"Tidak. Aku hanya tidak suka melihat darah."

"Ini sudah biasa bagiku."

"En..aku tau. Perhatikan saja dirimu baik-baik lain kali. Hidup sangat berharga."

"Apa kau takut jadi janda?"

Xu Liu melotot. "Janda apanya? Aku laki-laki, sialan."

Mu Ge tertawa, namun ketika melihat Xu Liu berjalan tertatih Ia mengerutkan kening. "Kenapa kakimu?"

"Aku terkilir sedikit saat naik gunung. Tapi ini sudah membaik. Aku akan memberi salep lagi nanti."

Mu Ge mendekati Xu Liu yang setengah berbaring di futon. Ia mengangkat dan melihat pergelangan kaki Xu Liu yang membiru. Ia memijat sedikit, membuat Xu Liu meringis kesakitan. Namun setelah beberapa saat, Xu Liu merasa kakinya lebih baik.

"Apa yang kau lakukan?"

"Memperbaiki sendimu yang terkilir."

"Ini lebih baik. Terima kasih."

"En..istirahatlah."

"Kau mau kemana?"

"Aku akan keluar sebentar." Mu Ge menutupi selimut pada tubuh Xu Liu lalu keluar dari tenda.

Ia melihat bulan besar di atas langit dan mendesah. Wajah itu muncul dalam ingatan. Wajah kesakitan yang ingin segera dibebaskan. Mu Ge memandang ke arah telapak tangannya. Tangan inilah yang mengakhiri hidup pria itu.

***
31 Oktober 2019

[BL] Transmigrated to be A Male WangfeiWhere stories live. Discover now