[ Re:XXX • 57 ]

596 67 22
                                    

Sejenak, Daichi mengerjapkan mata beberapa lagi. Lalu menggosok matanya itu dengan kedua tangannya. Menggaruk kepalanya sebentar sambil mengetuk benda berbentuk kotak dengan warna hitam, yang ada di hadapannya, menggunakan ujung telunjuk dari tangannya yang lain.

Dari posisi duduk bersila, ia lalu berjongkok. Sekedar untuk merogoh saku celana pendeknya. Lalu Daichi meletakan smartphone miliknya. Hadiah dari Babanya --Adam-- beberapa minggu yang lalu.

"Aneh..." Ucapnya lirih. "Smartphone ini... Harusnya belum dirilis. Paling tidak, sampai satu dekade dari sekarang," pikirnya usai memastikan tahun 2009 pada layar smartphone miliknya. "Begitupun dengan PlayStation seri ke empat ini. Harusnya baru rilis sekitar tahun 2013. Tapi ini... Adalah seri Pro. Artinya, baru akan rilis di tahun 2019. Lalu... Kenapa Baba sudah memilikinya?"

Setelah memasukan smartphone miliknya ke dalam saku celananya lagi, Daichi lalu menyapukan pandangannya ke segala sudut ruangan. Memperhatikan satu persatu perabotan milik Baba dan Papanya dengan lebih teliti.

Dengan tubuh bocah berumur lima tahun, seluruh benda yang ada di sekelilingnya terlihat sangatlah tinggi. Tapi itu tak menjadi penghalang untuknya mengeksplorasi satu persatu perabotan di setiap sudut ruang apartemen yang ia tempati sejak beberapa bulan ini.

"Aku memang pernah mendengar, kalau perusahaan milik Baba dan Papa tak hanya memiliki bisnis yang bergerak di bidang properti, perhotelan hingga memiliki saham di beberapa maskapai penerbangan. Tapi ini sangat janggal. Kenapa mereka memiliki banyak sekali barang-barang yang harusnya belum di rilis di jaman ini?" Daichi bertanya pada dirinya sendiri. Kaki kecilnya melangkah cepat. Kali ini sampai di depan ruang library, yang juga menjadi ruang kerja kedua orang tua barunya tersebut.

Biasanya, saat sedang bersama dengan keempat adiknya, Daichi hanya akan fokus dengan koleksi buku yang tertata rapi di setiap rak. Dimana rak tersebut terlihat menutupi setiap sudut dinding di dalam ruang library tersebut. Meskipun sering kali Daichi selalu saja menemani dua adik terbesarnya untuk belajar membaca bersama dengan Papanya, ataupun membacakan cerita pada dua adik terkecilnya, tapi perhatian Daichi selalu saja tertuju pada tiga buah monitar LED diatas meja kerja di ruang library tersebut.

"Astaga!!! Ini ROG Huracan?!" Daichi berseru kemudian membekap mulutnya sendiri. Matanya menatap takjub.

Lantas ia teringat dengan laptop milik Papanya. Bagaimana tidak selalu ingat, kalau laptop milik Papanya itu, masuk di dalam kategori laptop gaming termahal dengan clock speed terbaik pula. Begitupun dengan laptop milik Babanya. Meskipun berbeda brand, tapi sebagai orang yang di kehidupan sebelumnya sempat mendapatkan gelar gamers terbaik --paling tidak seantero Jepang bahkan Asia-- sudah barang tentu ia mengenal dan hapal betul dengan beberapa tipe gadget yang selalu menjadi idamannya. Meskipun tidak kesemuanya bisa ia miliki, karena terbentur harganya yang mahal.

Daichi yang sedang sibuk dengan ratusan pertanyaan di dalam kepalanya, mendadak saja menjerit kaget saat smartphone di dalam saku celananya bergetar dibarengi dengan suara dering yang lumayan nyaring.

"Ha-halo.... Baba..." Daichi menyapa usai mengatur nafas.

"Kamu kenapa Dai? Kok suaranya... Aneh..."

"Gak apa, Baba. Dai cuma kaget."

"Hahahaha... Kaget kenapa?"

"Ng... Anu.... Dai sedang di library, Ba."

"Oh... Sedang sibuk membaca, ya?"

"Eng-enggak Ba... Dai sedang duduk di... Di depan komputer milik Baba. It's so cool..."

"... ..."

"Baba...marah? Maaf Dai sudah lancang. Tapi Dai-" Daichi terdengar panik karena mendadak saja Babanya terdiam.

The Next Chapter of °•¤ Re:XXX ¤•°[2nd Season]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang