[ Re:XXX • 47 ]

719 74 5
                                    


Selama perjalanan menuju tempat tinggalnya, Albain tak sedikit pun bersuara. Ia terus sibuk dengan ponselnya. Bahkan di tengah perjalanan, Albain yang semula mengajak Syamsul berangkat menggunakan bus kota, memutuskan untuk turun di tengah perjalanan. Syamsul memperhatikan Albain terlihat sedikit berdebat dengan seseorang melalui telepon. Hingga pada akhirnya, Syamsul memutuskan untuk menghampiri Albain yang berjongkok sambil memeluk kedua kakinya sendiri.

"Al... Kenapa?" Tanya Syamsul dengan raut muka cemas.

Albain tak langsung menjawab. Ia menarik nafas dalam. Lalu menghembuskannya perlahan. Ia lakukan selama beberapa kali. Sebelum akhirnya menggeleng pelan dan berdiri perlahan.

Syamsul yang melihat kegalauan di wajah Albain, tak berani untuk memberikan pertanyaan lagi. Ia hanya diam dan mengikuti dari belakang. Sampai beberapa meter mereka berjalan, Albain mendadak berhenti dan menoleh ke belakang.

"Elu ngapain jalan di belakang gue, Sul?" Albain bertanya dengan mengerutkan alisnya. "Elu bukan bodyguard gue," lanjutnya seraya menghampiri Syamsul, dan berdiri bersebelahan.

"Masih mending kalo ada yang ngira gue bodyguard lu, Al. Kalo ada yang ngira gue mau ngejambret elu, gimana? Gue bisa mati konyol, Al!!"

Albain terkekeh mendengar kalimat demi kalimat yang meluncur begitu saja dari mulut Syamsul. Ia lalu merangkul pundak Syamsul. Tapi tidak mengajaknya untuk berjalan. Melainkan berdiri saja di trotoar sambil sesekali celingukan seperti mencari sesuatu.

"Nyari apaan, Al?"

"Nyari taxi."

"Bukannya... Bisa di telpon aja ya? Biasanya gue nelpon kalo ada tamu penting di kantor Kelurahan yang lagi terburu-buru."

Sekali lagi, Albain tersenyum lebar mendengar ucapan Syamsul. "Pinter juga lu!"

"Sapa dulu? Syamsul gitu loh!" Balasnya seraya menepuk dadanya sendiri. Tapi karena saking bersemangatnya, tepukan di dadanya itu terlalu keras. Hingga membuatnya terbatuk. Dan sekali lagi, membuat Albain terbahak-bahak.

Setelah menunggu kedatangan taxi selama sepuluh menit. Dan menempuh perjalanan sekitar dua puluh menit, taxi yang mereka tumpangi berhenti di depan pintu lobby sebuah apartemen.

Syamsul hanya bisa celingukan, persis seperti anak kecil yang sedang kebingungan mencari layangan putus. Albain sampai harus menggandengnya selama berjalan menuju meja reception. Perhatian Syamsul kini terfokus pada Albain yang sedang berbicara dengan seorang receptionist. Ia memperhatikan Albain yang memberikan Kartu Tanda Pengenal miliknya. Menatap takjub saat receptionist tersebut meminta Albain untuk meletakan tangannya kiri dan kanan di sebuah benda, yang mengeluarkan cahaya seperti mesin fotocopy.

"Ini mesin scan sidik jari, Sul!!" Albain menyahut, karena Syamsul mengucapkan kalimat 'Tangan lu di fotokopi, Al?'

Dilain pihak, meskipun Albain bisa bersikap lebih tenang, diam-diam dia juga mengagumi sistem keamanan di apartemen yang akan menjadi tempat tinggal barunya tersebut. Ia tentu saja masih ingat benar dengan sistem keamanan di AXeL Hotel saat Lánc mengajaknya menginap beberapa waktu lalu. Bahkan rumah Damian pun, memiliki kunci yang sama seperti apartemen yang akan ia tinggali kini. Semua itu adalah salah satu ciri khas dari AXeL Corporation yang lebih banyak bergerak di bidang property. Salah satunya adalah AXeL Land.

AXeL Land terkenal dengan harga sewa dan jualnya yang terbilang murah. Meskipun begitu, tampilan eksteriornya terlihat megah. Belum lagi desain interiornya memiliki kesan minimalist, yang belum dimiliki oleh semua pesaingnya. Sampai sistem keamanan yang AXeL Land pakai pun, sama persis seperti AXeL Apartment yang di tempati oleh Adam dan keluarga kecilnya.

The Next Chapter of °•¤ Re:XXX ¤•°[2nd Season]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang